20. Hal Manis dan Sederhana

6.2K 450 20
                                    

20.30

Rhea menghela napas sekali lagi kala melihat jam yang tertera di layar ponselnya. Sudah satu jam ia duduk di tempat yang sama, menunggu orang yang sama. Bahkan ia adalah pelanggan yang tersisa di restoran ini. Oh, selain dua pelanggan yang sedang berkencan itu tentunya.

Semua aplikasi di ponselnya sudah ia buka. BBM, Line, Instagram, Wattpad, dan Facebook. Tapi itu semua terasa jenuh bagi Rhea. Dia melirik kantong berisi tiga burger yang dibelinya setengah jam lalu. Burger itu pasti sudah mendingin.

Tak ingin berlama-lama hidup dalam kesunyian, Rhea memutuskan untuk mencari kontak Ray dan menghubunginya, lagi, berharap cowok itu segera datang. Namun hasilnya tetap sama seperti beberapa menit lalu. Yang terdengar hanyalah suara operator yang mengatakan bahwa nomor yang ia hubungi sedang tidak aktif. Rhea membenamkan kepala di kedua tangannya yang terlipat dan mendesah panjang. Haruskah ia pulang sendiri?

"Kayak jones aja sendirian." Rhea mengangkat kepala mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Dan benar, seorang laki-laki berdiri tak jauh dari tempatnya duduk, dekat dengan kursi di depan Rhea.

"Lagi nungguin Ray," jawab Rhea lesu.

Adam menduduki kursi kosong di hadapan Rhea. Ia kembali menyeruput cola dinginnya dengan nikmat. Aneh memang, di larut malam yang dingin masih saja meminum es. "Jadi lo nungguin cowok? Emang Ray kemana?"

"Tadi Farah kesini, trus entah kenapa pingsan. Gue nyuruh Ray nganter Farah pulang dulu, sementara gue beli burger." Rhea menunjuk sekantong burger di atas meja dengan telunjuk kirinya. "Tapi sampe sekarang Ray nggak jemput gue. Udah satu jam gue nunggu."

"Whut? Satu jam?" Mulut Adam melongo sesaat, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kenapa lo nggak pulang dari tadi sih?"

Rhea merasa sedikit bingung dengan cara bicara Adam yang berubah seolah sedang mengomelinya. Namun secepat kilat ia menepis pikiran anehnya itu. "Takutnya kalo gue udah nyampe rumah entar Ray udah disini."

"Nyatanya dia nggak takut tuh ninggalin lo sendirian," balas Adam mantap, membuat Rhea hanya menatapnya tanpa suara. Benar juga sih.

Adam mengocok gelas plastiknya beberapa kali, lantas meletakkannya di meja setelah yakin tidak ada setetes cola pun yang tersisa. Rhea hanya memerhatikan. "Pulang bareng gue aja gimana? Mumpung gue baik hati."

Rhea mencibir. "Kalo nggak ikhlas mending nggak usah nolongin."

"Gue ikhlas tauk," kilah Adam cepat. "Gini deh, gue temenin lo, tapi cuma lima menit. Habis itu gue pulang."

"Kejam amat sih."

"Masih untung gue temenin."

"Iya deh iya." Setelah itu suasana hening. Dua insan itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Mereka ingin bicara, tapi tidak tahu harus mengatakan apa. Ada atmosfer asing yang menyelinap di antara keduanya secara tiba-tiba. Adam yang tidak biasa berdekatan dengan gadis seperti ini dan Rhea yang tidak biasa berdekatan dengan laki-laki.

"Baru kali ini gue di skors." Rhea yang semula hanya menatap kukunya tanpa minat, mengangkat kepala mendengar Adam lebih dulu membuka percakapan baru. Gadis itu memilih untuk diam mendengarkan. "Apalagi gue di skors karena kesalahan yang nggak gue perbuat."

"Jadi lo bener-bener nggak nyuri?" tanya Rhea hati-hati, takut salah pertanyaan.

Adam terkekeh geli, tetapi tawanya terdengar sumbang. "Jadi menurut lo gue bener-bener ngelakuin hal laknat itu?" Tanpa sadar, Rhea menggeleng kaku sebagai jawabannya.

Adam menyeret matanya ke arah lain dan mendesah. "Gue udah bener-bener buat malu keluarga. Bonyok gue aja nggak percaya kalo gue nggak nyuri. Apalagi mereka tau kalo gue masuk hardcore dan pernah ngerokok walau cuma satu kali."

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang