51. Arti Persahabatan

4.5K 391 14
                                    

Rhea baru saja dari kamar mandi ketika melihat ketiga temannya tertawa karena video yang mereka tonton melalui ponsel Safira. Berjalan pelan mendekati ketiga temannya, berusaha untuk tidak canggung. Tekad Rhea untuk memperbaiki hubungannya dengan tiga cewek yang sangat disayanginya itu sudah tidak dapat diganggu gugat. Cukup ia merasa tersiksa diabaikan sahabat sendiri.

"Cinta, gue minta maaf," ucap Rhea pelan, tapi tetap berusaha berani.

Ketiga temannya menoleh dan saling berpandangan bingung, seketika mengabaikan video yang mereka tonton. Diva dan Safira memberi Cinta tatapan udahlah-maafin-aja.

Cinta menghela menyadari arti dari tatapan dua temannya. "Kenapa lo minta maaf?" tanyanya datar.

"Gue tau gue salah. Gue nggak seharusnya nerima Adnan di saat gue tau kalo lo suka sama dia. Gu-gue udah putus sama Adnan kok kemarin malem."

"Gue nggak peduli apa lo udah putus atau masih pacaran. Itu bukan urusan gue."

"Gue mohon, Cin, maafin gue. Gue ngerasa putus asa tanpa kalian. Gue ngerasa mati nggak ada kalian. Gue sadar kalo gue nggak pernah ada rasa sama Adnan. Gue nerima dia karena dia baik sama gue. Gue nerima Adnan karena simpati, bukan suka," jelas Rhea.

Cinta diam, dalam hatinya sibuk menimang-nimang. Sekitar satu menit lamanya berpikir, gadis itu berkata datar, "Gue maafin, tapi jangan diulangi."

Rhea tersenyum bahagia. Dipeluknya sahabatnya itu, air mata turun membasahi pipinya yang sedikit chubby. "Makasih, Cin! Gue tau lo bakal maafin gue. Lo sahabat gue yang paaaling baik."

"Heh, gue nggak bisa napas, bego!" Menyadari pelukannya terlalu erat, Rhea melepas pelukannya pada Cinta, kemudian meringis tanpa dosa.

"Hehe, maaf," ucap Rhea. "Ayo dong pindahin bangkunya, gue nggak mau duduk sendiri." Rhea menunjuk sebelah bangkunya yang kosong sembari merengut. Adnan memang sudah memindahkan bangkunya kembali di sebelah Arman. Bukan apa-apa, hanya saja laki-laki itu membutuhkan waktu untuk menghilangkan kecanggungan mereka.

"Iya iya, bentar lagi." Cinta ikut tertawa. "Jadi, lo masih suka sama Ray?"

Ekspresi Rhea berubah murung. "Diva bener. Kemarin malem dia tawuran sampe babak belur, tapi tadi pagi gue liat dia masuk, masih dengan sisa-sisa luka tubuhnya. Jadi, gue masih mau mertahanin dia."

"Lo kuat ya, Rhe. Salut gue." Safira menepuk-nepuk bahu Rhea dengan sayang. "Trus, lo mau berjuang dengan cara apa?"

"Div, lo inget seribu bangau yang waktu itu kita baca?" Diva mengangguk. "Gue mau bikin seribu bangau buat perjuangan terakhir gue buat Ray. Masalah hasil, itu urusan nanti, yang penting gue berjuang dulu. Kalian mau bantu?"

Ketiga temannya saling berpandangan heran, sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan. "Kita bisa bantu. Tapi kita nggak bakalan berhasil buat seribu dalam waktu singkat." Mata Safira mengedar ke seluruh sudut kelas, mengembuskan napas sedalam-dalamnya untuk berteriak, "Gaes, kita bantu Rhea bikin seribu bangau, yuk! Ketimbang gabut jamkos gini."

Awalnya, suasana hening. Sekitar tiga puluh siswa itu saling berpandangan bingung. seperti bertanya buat-apaan?

Mendapat respon seperti itu, Rhea menggigit bibir, merasa rencananya tidak akan brjalan lancar. Bagaimana kalau perjuangan terakhirnya terhadap Ray ini gagal?

"Yaudah, kita mulai dari mana?" Amir membuka suara terlebih dulu sembari berjalan mendekat, diikuti siswa-siswi lain yang mulai mengambil origami dan melipatnya dengan semangat.

Rhea tersenyum sumringah. "Yang nggak tau caranya, gue ajarin ya. Jadi gini..."

Rhea bersyukur, memiliki teman-teman seperti mereka.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang