Brrmmm brrmmm....
"Feb, mereka udah dateng." Febri mendongak begitu suara salah satu anak buahnya mengisi rongga pendengarannya. Jauh disana, lima motor dengan suara mesin yang cukup memekakkan telinga semakin mendekati tempat mereka berdiri.
Febri tersenyum miring. Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba.
Lima motor berbeda warna itu berhenti tak jauh dari tempat Febri berpijak. Turun dari motor masing-masing dan mencopot helm, menampilkan wajah lawannya yang memandangnya dengan sorot penuh kebencian.
"Akhirnya lo dateng juga. Gue pikir lo sembunyi di balik ketiak emak lo."
"Bacot!" Tangan Ray terkepal di sisi tubuh, mulai murka karena Febri mengungkit-ungkit ibunya. Tentu saja, tidak semudah itu Ray mengikhlaskan kepergian sang mama yang baru beberapa hari berlalu.
"Kenapa?" Febri berjalan santai mendekati Ray yang berdiri beberapa langkah darinya. Ketika jarak yang terpaut di antara mereka hanya bersisa satu langkah, Febri berhenti. "Lo mau apa kalo gue banyak bacot?" Febri mengulas seringaian mematikannya, lengkap dengan sorot netranya yang menantang dan seakan-akan dialah pemenangnya.
Sudah dapat ditebak bagaimana jadinya Ray jika amarahnya sudah di ujung tanduk. Layaknya siluman, laki-laki itu mengerang seraya menggumamkan sesuatu. "Bangsat." Kemudian, fisiklah yang mendeskripsikan keadaan mereka selanjutnya, tanpa berpikir kembali menggunakan logika. Tanpa berpikir kembali apakah mereka bisa berbaikan tanpa menggunakan kekerasan.
Awalnya, Ray merasa puas. Ia merasa menang melihat Febri tak mampu melakukan perlawanan. Bagaimana tidak? Ray memukulnya tanpa henti, seolah wajah Febri hanyalah sekarung jerami.
Kesal karena wajahnya dirusak dan disentuh tanpa izin, Febri bangkit dari posisi tersungkurnya, membalas segala perlakuan Ray padanya. Membalas tindak tanduk Ray yang telah menjatuhkan harga dirinya di depan teman-temannya yang juga sedang melawan teman-teman Ray.
Bugh!
Tepat sasaran. Febri mengarahkan kepalan tinjunya pada Ray yang saat itu dalam keadaan tidak siap. Ia menindih tubuh Ray untuk kembali dipukulinya hingga keadaannya hampir sama dengan wajahnya. Berdarah, bengkak, dan memar di sana sini.
Ray berniat untuk menahan tangan kiri Febri yang menahan pergerakan tubuhnya dengan sisa tenaganya. Namun rupanya, Febri lebih cepat menyadari gerakan Ray. Ia mengeluarkan sebilah pisau dari sakunya. Beruntunglah benda itu tidak berkarat.
Tapi tetap saja, yang namanya pisau itu...
Srett!
"Argh!"
Mampu melukai seseorang hanya dengan sekali sayatan.
"Cabut! Gue yakin dia nggak bisa apa-apa lagi." Febri berdiri dari posisinya, memberi isyarat pada teman-temannya untuk pergi menjauh. Empat teman Febri yang sedang menghajar Rico, Zidan, Dimas, dan Dio mengangguk patuh, kemudian mengekori Febri melaju meninggalkan lapangan.
Ray tidak tahu apakah matanya mulai rabun atau penglihatannya buram karena lukanya. Ia menelan darah yang keluar dari mulutnya sendiri, meratapi lengannya yang mengeluarkan darah segar. Untuk saat ini, Ray tidak bisa bergerak banyak. Hanya bisa berharap teman-temannya tidak memiliki luka separah dirinya.
"Ray!"
Lewat penglihatannya yang semakin samar, Ray dapat melihat seseorang memanggil namanya.
Gadis itu... berlari mendekat ke arahnya.
°°°
Mobil Adnan berhenti tepat di dalam pelataran gedung olahraga.
![](https://img.wattpad.com/cover/76433749-288-k820638.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senbazuru✔
Teen FictionAda tiga fakta mengerikan yang tersemat dalam diri Reynando Prasraya Mahardika, cowok bebal yang berhasil bikin geger satu sekolah di hari pertamanya karena berani melawan OSIS. 1. Gonta-ganti cewek adalah hobinya. 2. Bermain sama cewek tiap malam a...