"Siapa kamu!?"
Rhea tidak dapat berkutik kala Arya membuka pintu kamar tempatnya bersembunyi. Sungguh, Rhea sangat takut saat ini, terlebih pada bola mata Arya yang melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. Ingin dirinya berbicara, namun suaranya tercekat begitu saja di tenggorokan. Yang mampu ia keluarkan hanyalah sebuah rintihan ketika Arya mencekal pergelangan tangannya kuat-kuat. Arya menarik Rhea keluar dari kamar dengan kasar.
Langkah Rhea terhenti begitu Arya melepas tangannya dari pergelangan mungilnya. Mendongakkan sedikit kepalanya, bersitatap dengan Ray yang memandangnya dengan sorot mata bersalah. Linda yang berdiri di sebelahnya juga begitu.
Ayah, Mama, bawa aku pulang....
"Jawab! Siapa kamu!?" Suara Arya kembali menggelegar seantero ruang keluarga, membuat tubuh Rhea semakin begetar. Sungguh, demi apa pun, baru kali ini ia mendapat bentakan sekeras ini.
"S-saya... R-Rhea..," jawab Rhea pelan, sangat pelan, tetapi masih mampu menjangkau rongga pendengaran Arya.
"Kenapa kamu disini?" Kini nada bicara Arya sedikit merendah, namun masih terdengar dingin. Rhea mendongak sedikit, tapi sebisa mungkin tidak bersitatap dengan mata Arya yang menatapnya tajam.
"Ngghh... Eung..." Rhea bingung harus menjawab bagaimana. Akhirnya, hanya kata-kata lenguhan itu yang terlontar dari mulutnya.
"JAWAB!!" Rhea bergidik ketakutan, kembali ia tundukkan kepalanya dalam-dalam. Merasa kaki yang beberapa menit lalu membawanya ke sini mendekat ke arahnya, gadis itu memberanikan diri untuk mendongak. Tangan itu. Tangan itu bergerak untuk memukul dirinya. Rhea memejamkan mata kuat-kuat, air matanya mulai menetes saking takutnya.
Tapi hei, mengapa tangan itu tidak kunjung bersentuhan dengan salah satu bagian tubuhnya? Tidak ada yang terasa aneh, tidak ada yang terasa sakit. Hanya, Rhea merasa ada sesuatu yang menahan pergerakan tangan kekar itu.
Perlahan, mata Rhea mulai terbuka. Pandangannya terlihat buram, efek dari matanya yang sebelumnya terpejam kuat-kuat. Tak membutuhkan waktu lama, gradasi blur itu menjadi jelas, memperlihatkan Ray yang menahan tangan ayahnya supaya tidak memukulnya. Persis dengan peristiwa ketika pemuda itu berusaha melindungi ibunya.
Ray melepas tangannya dari lengan Arya. "Bisa nggak sih Papa merlakuin perempuan sebagaimana mestinya? Perempuan itu lemah, mereka nggak bisa dimarahi, mereka nggak bisa diberi hukuman dengan fisik. Saya harap Papa ngerti dan sadar, terlebih dengan apa yang Papa lakuin ke Lisa tiga tahun lalu."
"Tau apa kamu soal Lisa? Papa sama sekali nggak ngelakuin apa-apa." Arya membuang muka, tidak lagi menatap putranya yang kini menatapnya dengan sorot mata berprasangka. Rhea menangkap ada sedikit rasa bersalah yang tersirat di wajah Arya yang mulai lelah. Wajah lelah khas seorang ayah yang rela membanting tulang siang dan malam untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
"Saya nggak bodoh, Pa. Walaupun saya nggak ada di rumah ini waktu itu, saya tahu, apa yang dilakuin Papa sampai Lisa takut, malu, dan kabur dari rumah hingga akhirnya ditabrak truk." Ray tersenyum miring. "Hanya saja saya nggak punya bukti yang akurat buat jeblosin Papa ke penjara."
"Dasar anak durhaka!!"
"Mas, sudah, Mas! Jangan memperkeruh suasana. Yang sudah berlalu biarlah berlalu." Linda yang sedari tadi bungkam akhirnya angkat bicara. "Ray, antar Rhea pulang."
"Jangan, dia harus Papa interogasi dulu, karena gadis ini pasti mendengar perdebatan kita, mengetahui seluruh masalah kita."
"Mas, Rhea ini anak baik-baik. Dia tidak akan menyebarkan aib keluarga kita." Linda menoleh. "Rhe, kamu pulang diantar Ray ya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Senbazuru✔
Teen FictionAda tiga fakta mengerikan yang tersemat dalam diri Reynando Prasraya Mahardika, cowok bebal yang berhasil bikin geger satu sekolah di hari pertamanya karena berani melawan OSIS. 1. Gonta-ganti cewek adalah hobinya. 2. Bermain sama cewek tiap malam a...