47. Pemangsa Hati

4.4K 362 45
                                    

"Pernah nunggu trus sia-sia? Pernah lo bener-bener suka sama seseorang? Tapi lo nggak dianggap. Dia suka sama orang lain, sedangkan lo cuma seorang teman yang kadang unseen di matanya. Apa yang lo rasain? Sakit? Itu yang gue rasain selama nunggu lo."

Awalnya, Rhea berpikir maksud Adam adalah murni bercerita tentang dongeng Albatross untuk menghibur segala kesedihannya. Tapi seiring berjalannya cerita, mengapa Adam malah menyatakan perasaannya? Ini sungguh di luar dugaan Rhea. Saat dirinya berpikir orang itu mampu menjadi tempatnya bersandar dan bercerita, orang itu malah menyimpan perasaan padanya.

Sebenarnya, siapa yang bodoh?

"M-maksud lo?"

"Kenapa lo nggak kunjung ngerti, Rhe? Kenapa lo nggak kunjung peka akan perlakuan gue pada lo selama ini? Kenapa lo nggak kunjung menyadari arti dari tatapan gue yang berbeda ke lo? Apa gue nggak pernah penting di mata lo?" tanya Adam bertubi-tubi, tidak mengacuhkan relung hatinya yang semakin nyeri melihat gadis itu tidak merespon apa-apa. "Gue nggak butuh lo bales perasaan gue walaupun gue ingin. Karena gue tau, percuma berharap pada seseorang yang nggak pernah peduli pada perasaan kita. Gue cuma pengen lo ngerti dan hargai perasaan gue."

Mulut Rhea masih terkatup rapat, sementara maniknya menatap kosong Adam. "Kenapa lo suka sama gue? Kenapa... Padahal masih banyak cewek di luar sana yang lebih daripada gue yang sama sekali nggak pernah ngerti perasaan lo." Setitik cairan bening mulai turun membasahi sisi wajah Rhea. Terharu, tapi perasaannya masih bertahan pada laki-laki lain yang sudah tidak peduli padanya. "Maaf, Dam, gue nggak bisa. Sori kalo gue menjauh dari lo, tapi maaf."

Rhea beranjak dari posisinya, menjatuhkan kertas minyak bungkus pukis yang sedari tadi mendekam dalam pangkuan, meninggalkan Adam yang menatapnya dengan pandangan buram tertutup setitik cairan.

Adam tahu. Adam tahu jadinya akan begini. Timbul sebuah perasaan menyesal akan kenekatannya yang mungkin membuat pertemanan mereka merenggang, namun di saat yang sama ada perasaan lega setelah Adam mengungkap segalanya. Walaupun kesendirian dan air mata yang akhirnya ia dapat, setidaknya beban yang dipikulnya telah menguap.

Bersamaan dengan harapannya untuk Rhea agar menghargai perasaannya, akhirnya kristal-kristal bening itu meluncur bebas dari pipinya.

Cewek nangisin cowoknya udah biasa. Tapi kalo cowok nangisin ceweknya, itu nggak biasa. Cuma cowok yang punya rasa tulus doang yang bisa begitu.

°°°

Cinta melangkahkan kaki menyusuri anak tangga dengan senandung kecil yang setia mengiringinya. Setelah menjalankan tugasnya sebagai sekretaris –mengambil surat izin Amir yang hari ini tidak hadir di ruang TU-, ia harus segera kembali ke kelas, khawatir pelajaran selanjutnya telah berlangsung. Senyumnya mengembang membayangkan Adnan dengan setiap inci wajahnya yang tak kurang di matanya. Adnan yang terkadang memiliki sifat dingin, namun menghangatkan. Adnan yang selalu terlihat sempurna melebihi laki-laki mana pun di semesta ini.

Dari kejauhan, Cinta dapat melihat kelasnya tidak ada guru. Napasnya berembus lega, itu artinya ia tidak terlambat masuk kelas. Tetapi, dahinya berkerut samar melihat teman-temannya tampak berkumpul membentuk lingkaran di depan kelas, bahkan beberapa anak dari kelas lain ikut berkumpul. Merasa penasaran, Cinta berjinjit untuk melihat apa yang terjadi. Namun mengetahui postur tubuhnya yang kecil, rasanya percuma saja Cinta melakukan hal itu. Akhirnya ia melesak memasukkan tubuh mungilnya untuk sedikit masuk ke dalam kerumunan.

Mata Cinta membulat sempurna begitu melihat pemandangan di depannya. Kepalanya terasa berat, seperti baru ditembakkan peluru pistol. Jantungnya mulai menghasilkan debaran-debaran tidak menyenangkan. Perutnya mulai mulas saking resahnya. Perasaannya mengatakan akan terjadi sesuatu hal yang tidak ia inginkan.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang