01. Huruf-huruf Kuno di Atas Batok Kura-kura

6.5K 92 3
                                    

Setelah angin puyuh berlalu, keadaan kembali menjadi tenang. Di tegalan yang luas terlihat kambing-kambing mulai bergerak berpencaran, sebelum itu, mereka berkumpul menjadi satu.

Si gembala kambing, seorang anak yang berumur kurang lebih duabelas tahun, merayap keluar dari goa tempat sembunyinya. Bajunya sudah tua, banyak tambalannya. Dia seorang bocah miskin. Ia mendongak melihat langit yang telah menjadi terang kembali, lalu memandang ke sekitarnya, dimana banyak tangkai-tangkai pohon yang sudah tumbang. Mendadak matanya tertarik oleh sesuatu, ia memandang ke arah segundukan tanah longsoran, ia jalan menghampiri gundukan tanah yang menarik perhatiannya itu.

Pada gundukan tanah longsoran itu terlihat sebuah batu kuburan yang hampir tidak dapat dibaca. Di antara pecahan batu yang berantakan di situ ada kedapatan barang-barang yang baru dilihat oleh si bocah, seperti kuda-kudaan yang terbuat dari batu dan patung-patung yang terukir oleh pemahat-pemahat yang pandai.

Barang-barang ini telah bercampur dengan segala macam pecahan piring mangkok dan lain-lain barang kuno. Tapi begitu banyak barang-barang kuno yang aneh-aneh, si bocah angon hanya tertarik oleh sebuah pit (alat tulis) besar yang berwarna hitam mengkilap. Pit ini lebih besar dari pit biasa, diangkatnya juga berat. Dalam girangnya, si bocah mencorat-coretkankan pit itu di atas batu. Kelakuannya si bocah angon telah menimbulkan suatu keanehan.

Batu yang terkena goresan ujung pit itu sudah lantas terbelah menjadi dua. Melihat kejadian ini, si bocah merasa heran. Tapi ia tidak percaya, mungkinkah ada pit begitu tajam? Lalu dipilihnya pula sebuah batu yang keras dan besar, dengan sekuat tenaganya, ditusukkannya ujung pit aneh itu.

Terdengar suara "pruk", batu tadi telah menjadi hancur berantakan. Ia telah membuktikan, betapa hebatnya pit itu, dengan tak terasa, ia berlompat-lompat girang. Dengan bersenyum puas, ia mengelus-elus pit wasiat itu. Pikirnya, dengan pit wasiat ini, ia akan menghajar binatang srigala yang berani memakan kambingnya. Kini ia sudah tidak usah takut lagi untuk menghadapi srigala-srigala yang sering mengganggunya. Sungguh tabah hati si bocah angon.

Dengan tidak terasa, ia mengayun-ayunkan pit wasiatnya, seperti sedang menghadapi seekor srigala.

Sekian lama ia memainkan pit wasiatnya ini, sehingga ia menjadi letih sendiri. Sambil menyelipkan pit yang baru didapat tadi, ia kembali memperhatikan kuburan tua yang berada di depannya.

Kuburan ini tidak seperti kuburan yang biasa dilihat. Biarpun kuburan tersebut telah menjadi pecah tidak keruan, tapi dari barang-barang yang terlihat, dapat dibayangkan, betapa indah dan megahnya asal usul dari kuburan kuno ini.

Ia tidak dapat melihat ke dalam kuburan, karena benda itu telah tertimbun oleh tumpukan-tumpukan tanah. Meskipun begitu, ia masih menemukan beberapa batok kura-kura yang sudah berantakan di tanah.

Setelah diperlihatkannya dengan teliti, ternyata di atas batok kura-kura tadi terdapat ukiran-ukiran kuno. Ukiran-ukiran ini melukiskan bermacam-macam tingkah laku orang dan binatang-binatang. Di bawahnya lukisan-lukisan ini terdapat huruf yang tidak dimengerti oleh si bocah, rupanya itu ada penjelasan-penjelasan dari gambar-gambar tadi.

Barang yang seperti demikian, jika terjatuh di dalam tangan anak-anak lainnya sudah tentu tidak ada yang akan mengambilnya. Tapi tidak demikian dengan si bocah angon ini yang telah banyak membaca buku, biarpun ia tidak mengerti huruf-huruf itu, tapi keinginannya untuk mengetahui telah memaksa ia untuk menyimpannya.

Maka dipungutinya satu persatu, batok kura-kura yang berantakan tadi, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam bajunya yang banyak tambalan itu. Sambil menenteng sekumpulan batok kura-kura, dia menggiring kambing-kambingnya pulang kampung.

Koo San Djie, demikian namanya si bocah angon, sebenarnya bukan asal kampung itu. Ia sebenarnya ada turunannya seorang bangsawan. Ayahnya almarhum, karena berani menentang kelakuannya pemerintah setempat yang berlaku sewenang-wenang, maka ia telah dibuang ke perbatasan Tibet, dan si bocah telah dipelihara oleh Koo Han Lim suami isteri.

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang