42. Tiga Anak Muda, Satu Cita-cita

1.9K 26 0
                                    

Koo San Djie telah berkali-kali menemui kejadian ajaib, karena itu, ia mendapat kemajuan yang pesat, memandang Kang-ouw seperti tidak ada orangnya. Apa lagi, setelah dapat menemui Orang Tua Bertangan Satu dan terkurung di dalam goa yang telah memberi penjelasan tentang keadaan Lembah Merpati. Maka ia tahu, orang-orang ini masih bukan penduduk asli dari Lembah Merpati, biarpun delapan orang ini tergolong kelas satu, tapi ia masih tidak begitu memandang mata.

Maka ia dapat tertawa dan menganggukkan kepala memberi hormat kepada dua anak muda yang baru datang itu.

Ternyata, pemuda yang berpakaian perlente di sebelah kiri adalah kawan lamanya Hay-sim Kongcu. Maka ia segera menghampiri dan menyekal keras-keras dua tangan kawan lamanya ini. Sampai ia lupa akan musuh di sekitarnya.

Delapan orang yang datang ke situ adalah cabang atasnya Lembah Merpati dari bagian luar.

Orang tua berbaju merah bergelar Pek-hoat Sian-tong, wanita berbaju putih Siok-song Mo-lie, orang setengah umur berbaju kuning Oey-san Sian-tjia dan wanita berpakaian keraton Ouw-sie Hoe-djin.

Dua pemuda itu adalah dua saudara bernama Thio Hoan dan Thio Hiat, si pemudi juga ada dua saudara bernama Tan Goat Go dan Tan Goat Bie.

Mereka semua ini sering keluar lembah mengurus bermacam-macam urusan. Tapi kali ini mereka memang sengaja ditugaskan untuk dapat membunuh anak gembala.

Koo San Djie sudah membalikkan badannya dan asyik bicara ke barat dan ke timur dengan Hay-sim Kongcu, dengan tidak memperdulikan mereka lagi, hal ini mana tidak membikin mereka menjadi naik darah?

Pek-hoat Sian-tong sudah menyelak dan berkata keras:

"Hei, pesananmu sudah selesai belum? Nanti saja di perjalanan ke neraka, kau teruskan bicara, juga sama saja."

Koo San Djie membalikkan badan dengan sinar mata yang tajam berkata:

"Buat apa kau berteriak-teriak seperti setan? Satu lawan satu atau main kerubut? Tinggal kau pilih."

Oey-san Sin-tjia adalah bekas pecundang, maka ia sangat mendendam hati. Dengan cepat ia sudah menyambung:

"Buat apa banyak mulut dengan mereka? Mari kita segera turun tangan dan membereskannya."

Terlihat bayangan-bayangan orang berlari-larian, sebentar saja Koo San Djie bertiga sudah di kurung dengan rapat.

Satu pertandingan di antara hidup dan mati akan segera dimulai. Udara terasa telah berobah menjadi panas dan juga membakar muka orang menjadi merah karena marah.

Mendadak, suara siulan panjang terdengar. Pek-hoat Sian-tong sudah mulai menyerang, sebelah tangannya dikibaskan, membawa angin santar, meniup ke arah musuh yang tangguh.

Disusul juga dengan lain-lain, sebentar saja terdapat angin puyuh, debu dan batu mengepul naik tinggi, berterbangan ke atas, seperti mau menarik ketiga anak muda itu.

Hay-sim Kongcu berputaran satu kali, dengan mengikuti aliran angin, ia menyodorkan pedangnya ke depan, membuat satu lingkaran.

Suara "ser, ser" nya pedang, melewati ombak angin menahan bata. Angin puyuh yang dahsyat tadi dalam sekejapan saja telah buyar sama sekali.

Si pemuda desa dengan tertawa lucu berkata:

"Anak gembala, kita menyerang atau bertahan?"

Pada waktu ia bicara, sebuah serangan yang hebat telah datang kepadanya.

Karena marah, anak desa ini sudah membentak keras, dua tangannya dilempangkan ke depan. Arus pukulannya ini demikian hebat, membuat orang-orang yang berada di depannya sampai harus mundur beberapa tindak.

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang