33. Perlindungan Si Selendang Merah

2K 27 0
                                    

Terdengar suaranya si lelaki yang memberi penjelasan:

"Kim Ting Sa bisa dibuat main? Kini Kim Ting Sa telah dapat mencuri kitab Sari Pepatah Raja Woo. Liu Djin Liong tentu tidak mau mengerti. Ia tahu Liu Djin Liong tidak mudah untuk dilayani, maka telah menarik Raja Setan Srigala. Badak Tanduk Perak, Pay-hoa Kui-bo dan Hu-lan Lo-kway berempat untuk membantunya. Ia dan empat orang ini disebut orang sebagai Lima raja iblis dari dunia. Mereka mempunyai kekuatan yang lumayan juga."

Si perempuan seperti heran:

"Iiii, bukankah Pay-hoa Kui-bo telah bersedia menjadi kita punya duta utara? Mengapa dia turut berserikat?"

Si lelaki tertawa dingin:

"Orang-orang ini mana ada satu yang benar. Lima raja iblis dari dunia, mereka bukan saja tidak memandang mata kepada Lembah Merpati, malah ingin berserikat untuk menaklukkan dunia."

Si perempuan mengeluarkan suara dari hidung:

"Suatu impian bagi mereka. Tapi itu kitab Sari Pepatah Raja Woo adalah suatu barang yang berharga, mengapa kau tidak mau merebut?"

"Kau tahu apa?" sahut si lelaki, "Ketua lembah telah mempunyai rencana yang bagus untuk mendapatkan benda tersebut. Sekarang, biarkan saja mereka saling gigit, kita hanya cukup untuk menonton dahulu."

Koo San Djie sedang menemukan saat-saat yang gawat dalam mengatur jalan pernapasannya, lapat-lapat mendengar juga percakapan mereka ini. Pikirnya, jika tidak salah, yang lelaki seperti orang tua berbaju merah yang pernah dilihatnya. Tapi ia tidak berani terlalu memikir kepada percakapan mereka, karena ia takut akan bahaya Jalan Darah Masuk Api, seperti yang dialami oleh gurunya.

Jalan Darah masuk Api berarti salah melatih diri, salah satu istilah di dalam kamus persilatan.

Dua orang ini sedang asyik memperbincangkan urusan mereka.

Koo San Djie juga telah hampir selesai mengatur jalan pernapasannya, mendadak, di luar terdengar satu suara yang serak berkata:

"Sial......, sial...... aku si gembel yang tidak berumah, tidak bertanah, susah-susah mendapatkan kuil kecil ini untuk dijadikan tempat istirahat, tidak tahunya telah didahului oleh sepasang anjing jantan dan betina......."

Tidak sampai habis perkataannya ini, dua orang yang sedang asyik bicara tadi telah terbang keluar dan mengejarnya.

Sayang, Koo San Djie belum sampai pada waktunya, sehingga tidak sempat untuk mengejar mereka, jika tidak, tentu dapat mengetahui, di mana tempatnya Lembah Merpati mereka itu.

Baru saja orang-orang Lembah Merpati pergi, dari luar terlihat sebuah bayangan merah berkelebat dan langsung memasuki kolong ruangan meja sembahyang, tempat semedinya Koo San Djie.

Orang itu karena sangat tergesa-gesa, sampai tidak mempunyai waktu untuk melihat keadaan lagi, lebih-lebih tidak menyangka, jika di dalam kolong meja sembahyang ini bercokol seorang yang sedang istirahat. Maka perbuatan yang ceroboh ini telah mengakibatkan dua orang saling bentur.

"Aduh!"

Sama-sama mereka berdua mengeluarkan suara tertahan. Ia hanya mengaduh, dan tidak terkena suatu apa, tapi Koo San Djie yang baru saja dapat mengumpulkan hawa pernapasannya menjadi satu, dengan susah-susah hawa itu hendak bersatu padu, gagal, kini telah berantakan kembali. Bersama dengan suara mengaduhnya ia sudah terjatuh celentang.

Ternyata, orang yang datang ini adalah si Selendang Merah. Sewaktu ia masuk, tidak menyangka ada orang, kini, melihat orang yang selemah ini terjatuh, hanya terkena senggolannya saja, ia menjadi kaget juga.

Tapi, pengalamannya memang luas, sebentar saja ia telah mengerti akan duduknya kejadian. Tentunya orang yang sembunyi ini sedang terluka dan sedang mengatur jalan pernapasannya. Maka dalam hatinya merasa tidak enak sendiri.

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang