37. Undangan Pengemis Sakti

1.9K 27 0
                                    

Inilah ilmu yang didapatkan dari kitab kutu buku dari si orang tua tidak berkaki dan bertangan satu.

Hian-tju Totiang menghadapi mati hidupnya nama dengan susah payah didapatinya selama puluhan tahun ini, mana dapat gegabah lagi. Dengan hati-hati ia menyerang lawan mudanya.

Koo San Djie telah mulai reda marahnya. Ia tahu nama orang tidak mudah dicari. Ia tidak mau terlalu mendesak orang sampai tidak dapat muka sama sekali, maka ia hanya menggunakan Hian-oey-ciang melayani segala sesuatu serangan dari Hian-tju Totiang.

Lam Keng Liu suami isteri ada memperhatikan soalnya. Mereka mengharapkan dari sembilan partai ini dapat membunuh si anak gembala. Dengan demikian Liu Djin Liong tentu tidak mau tinggal diam lagi, semakin urusan menjadi besar, semakin senang pula hati mereka.

Tapi Koo San Djie dalam sekejapan mata saja telah dapat merobohkan dua jagonya mereka, mana suami isteri ini tidak menjadi kaget oleh karenanya?

Sekarang Koo San Djie telah menggunakan Hian-oey-ciang, lebih kaget lagi Si Phoa An berhati Ular ini dalam hatinya berpikir:

"Apa guruku masih belum mati? Apa anak ini murid guruku juga?"

Diperhatikannya gerakan Koo San Djie yang enteng, ini bukannya cara orang bertanding, ia ada seperti main-main saja melayani Hian-tju Totiang.

Dilihatnya pula Hian-tju Totiang yang telah seperti kalap, setiap mengeluarkan satu jurus, serangan tentu dibarengi dengan beberapa "Hm, hm", beberapa kali ia berteriak seperti orang edan.

Mata Lam Keng Liu sangat tajam sekali, ia telah dapat mengetahui, Hian-tju Totiang paling sedikit juga mempunyai latihan selama limapuluh tahun lebih, sudah jarang sekali jika mencari orang yang dapat menyamai seperti orang ini. Tapi lawannya mempunyai kepandaian yang lebih tinggi lagi, sampai pun orang seperti Phoa An berhati ular Lam Keng Liu ini tidak dapat menaksir, berapa tingginya kepandaian anak gembala ini.

Dalam hati ularnya telah timbul pikiran jahat:

"Tidak perduli ia adik seperguruanku atau bukan. Yang paling penting, dapat membereskan terlelih dahulu, ialah paling aman."

Berpikir sampai di sini, muka yang cakap berobah tertawa kejam.

Koo San Djie hanya bermaksud menakut-nakuti Hian-tju Totiang saja, supaya ia dapat undurkan diri dengan sendirinya. Tapi tidak disangka, tosu tua ini masih berdarah muda, tidak kenal mundur sama sekali. Jika tidak diberi sedikit hajaran, tidak nanti ia dapat memberhentikan serangannya.

Cepat-cepat Koo San Djie merobah taktis tempur, ia mengeluarkan dua jurus ilmu pukulan yang lihay. Hanya sekali berkelebat, dua jalan darah dari Hian-tju Totiang telah kena tertotok.

Seluruh tubuh sang tosu tergetar, meskipun dua totokan ini tidak sungguh-sungguh. Hian-tju Totiang merasa kesemutan, tidak sampai mendapat malu di hadapan orang banyak. Ia kini tahu gelagat, maka, lalu lompat mundur dan berhenti menyerang.

Koo San Dlie juga tidak menyerang lagi, ia mundur dua tindak.

Berbareng anak muda itu berkata:

"Pertandingan ini sama kuat. Maka baik sampai di sini saja kita hentikan."

Hian-tju Totiang kememek di tempat, mendadak ia lompat masuk ke hutan yang gelap dan menghilang!

Meskipun bermuka tebal, Hian-tju Totiang sudah tidak mempunyai muka lagi untuk berdiam terus di sini.

Maka, selesailah pertarungan itu. Tapi pertarungan yang terjadi di antara Selendang Merah dan Pay-hoa Kui-bo masih sedang serunya.

Terdengar Selendang Merah berteriak nyaring:

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang