Pada waktu itu telah sampai di akhir musim semi. Daun-daun telah mulai pada rontok. Di daerah pegunungan yang tandus, sewaktu-waktu masih terdengar berkicaunya burung-burung yang mengharukan. Demikianlah telah mengingatkan sang waktu yang ramai telah berlalu......
Berlalunya waktu tidak pernah dapat ditawan, dengan cepat dibawanya umur manusia ke tempat pintu akhir ajal.
Koo San Djie bersama Tju Thing Thing tidak mempunyai perasaan ini. Mereka sedang berusaha, bagaimana untuk menemukan sastrawan Pan Pin dan Thian-mo Lo-lo sekalian.
Baru saja lewat pada sebuah tikungan di pegunungan, di depan. terlihat pepohonan yang bukan main lebatnya. Mendadak, di antara sela-sela pepohonan tadi berkelebat dua bayangan dari sepasang muda mudi.
Koo San Djie mencurigai bayangan dari muda mudi tadi, ia selalu menganggap mereka tentu orang-orang yang datang dari Lembah Merpati. Maka, dengan cepat ia lalu menarik Tju Thing Thing, menyembunyikan diri di belakangnya pepohonan yang lebat.
Dua muda mudi tadi, yang laki-laki berpakaian imam, yang perempuan memakai pakaian ringkas berwarna merah. Setelah sampai di tanjakan, si laki-laki sudah memberhentikan langkahnya, dengan perasaan yang sangat menyayang ia berkata:
"Adik Shia, mari kita istirahat sebentar. Kau tentu sudah merasa lelah."
Si gadis setelah membereskan rambutnya yang kusut, dengan rupa yang sangat kolokan menjawab:
"Hee......"
Kemudian dengan pandangan yang penuh arti, ia tertawa dan telah duduk numprah di tanah.
Si laki-laki menghela napas, juga duduk di sebelah kawannya, matanya memandang jauh ke langit. Dengan penuh rasa ngeri ia berkata:
"Aku juga mengetahui, meninggalkan perguruan berarti berkhianat, tapi dengan umur kita yang beberapa puluh tahun ini mana dapat dibuang percuma? Kepergian kita ini ke dalam Lembah Merpati, biarpun belum tentu dapat panjang umur, tapi setidak-tidaknya, kita telah dapat menikmati kehidupan manusia."
Mendengar disebutnya Lembah Merpati Koo San Djie sudah menjadi ketarik dan lebih memperhatikannya.
Dengan malas-malasan, si gadis menyenderkan kepalanya di atas dada si jejaka. Mulutnya seperti sedang mengoceh, berkata dengan perlahan:
"Ya, beruntung ada mereka yang datang, menjemput kita. Nanti, setelah kita sampai di sana, seperti mereka juga, kita akan menjadi pasangan yang tidak mengenal susah pula......"
Semakin lama, perkataannya semakin pelan sampai yang terakhir, hanya ia sendiri dapat mendengar.
Si jejaka meraihkan tangan dan memeluk pinggang yang ramping dari kawannya. Dengan bersender-senderan, mereka telah menikmati impian muluk, impian tentang Lembah Merpati yang dikatakan orang sebagai sorga dunia.
Perkataan indah yang diberitakan pada pasangan yang tak dikenal namanya telah membuat jejaka dan gadis ini telah meninggalkan perguruan mereka, cerita-cerita yang telah dilapisi oleh kembang gula telah menyebabkan dua muda mudi ini berani menempuh bahaya.
Sinar matahari yang mulai mendoyong ke barat menyinari dua bayangan ini. Dalam remang-remang, mereka seperti telah dapat merasai kesenangan seperti yang telah diceritakan tentang Lembah Merpati. Lama, lama sekali, baru mereka bermalas-malasan, mencoba berdiri lagi.
Tapi, mendadak di belakang mereka terdengar bentakan nyaring:
"Murid durhaka yang sangat kurang ajar, mengapa tidak lekas kembali?"
Dari sebelah bawah tanjakan melesat datang seorang imam tua yang berkumis panjang.
Dua orang yang melihatnya sudah ketakutan setengah mati, dengan terbirit-birit, mereka lari masuk ke dalam gerombol pepohonan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Merpati - Chung Sin
FantasiCeritanya sederhana, tentang seorang Anak Angon (gembala) yang bernasib baik dan berjiwa asih berjuang untuk menegakkan keamanan dan keadilan di Sungai Telaga yang dikacaukan oleh Penguasa Lembah Merpati yang sangat lihay namun khianat. Di dalam men...