Hawa udara pada bulan sembilan...... tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin. Langit biru yang terang telah mengusir awan gelap yang hanya dapat mendatangkan hujan. Keadaan yang seperti inilah yang sedang dicari-cari orang perantau untuk pergi keluar kota.
Ruangan tamu dari kuil Siauw-lim di gunung Siong-san waktu itu telah penuh dengan berbagai macam orang yang datang bersembahyang.
Di antara demikian banyaknya orang sembahyang, tidak jarang terdapat juga beberapa tosu atau pendekar, dengan cepat mereka sudah diajak masuk ke dalam ruangan belakang oleh para pelayan. Hanya karena saking banyaknya orang yang datang, maka kedatangan orang-orang ini tidak begitu menyolok mata.
Setelah waktu mendekati lohor, para tamu telah banyak yang pulang. Dari jalan pegunungan, mendadak telah mendatangi dengan terburu-buru dua orang tosu dengan mengajak dua anak, laki dan perempuan.
Karena takut ketinggalan waktu, maka seorang tosu yang berewokan telah berkata:
"Para tamu yang bersembahyang kelihatannya sudah pulang, lebih baik kita menambah kecepatan jalan."
Ini memang yang sedang diharap-harapkan oleh si anak perempuan berbaju merah. Tidak sampai menunggu jawaban, sambil tertawa, ia telah mendahului terbang ke muka. Tidak terlihat bagaimana ia menggerakkan tubuhnya, bagaikan kupu-kupu saja ia telah lewat terbang dari samping dua tosu tadi dan menghilang di muka.
Si anak laki seperti tidak puas melihat kelakuan kawannya ini, maka ia dengan cepat telah memanggil.
"Adik Tjeng, tunggu sebentar......"
Ia juga telah menggerakkan tubuhnya lari untuk mengejar.
Dua tosu adalah orang ternama juga di kalangan Kang-ouw, tapi mereka masih tidak dapat mengetahui, dengan gerakan apa anak ini telah lenyap dari mata mereka. Hanya terasa ada angin yang lewat di antara mereka dan lenyaplah dua anak ini. Dalam hati meraka telah timbul perasaan jengah.
Dua tosu ini adalah Yun Shia Tjie dan Yun Mong Tjie.
Dua kanak-kanak adalah Liu Tjeng dan Koo San Djie.
Koo San Djie takut kepada Tjeng Tjeng yang sembrono nanti menerbitkan onar pula di kuil Siauw-lim, maka ia sudah buru-buru mengejar kepadanya.
Kuil Siauw-lim di gunung Siong-san adalah menjadi pusat dari kalangan rimba persilatan. Tidak henti-hentinya mengeluarkan orang-orang yang berkepandaian tinggi. Inilah tempat bersembunyikan macan dan naga berkaki dua (pendekar).
Kali ini Siauw-lim-pay yang telah mengundang para ketua partay dari berbagai macam golongan, tentu saja telah membuat penjagaan yang kuat. Ialah untuk menjaga agar jangan sampai orang luar dapat mencuri dengar perundingan-perundingan mereka dan membuat malu nama baik Siauw-lim.
Dua anak tadi yang sedang barkejar-kejaran telah dapat diketahui oleh orang tingkatan tua dari golongan Siauw-lim-sie. Hweshio-hweshio itu kaget juga, melihat kepandaian ilmu meringankan tubuh mereka yang sedemikian gesitnya. Dan ia mengetahui juga ilmu kepandaian yang digunakan oleh kedua anak ini berbeda dari ilmu-ilmu partai yang diundangnya.
Orang tua ini adalah satu-satunya orang tingkatan tua dari Siauw-lim-pay yang bernama Kong Tie.
Tapi Kong Tie tidak mau menahan mereka saling kejar, ia hanya memperhatikan saja dari jarak jauh.
Mendadak, dari atas gunung, bagaikan burung saja terbang seorang yang telah menahan majunya dua anak muda yang sedang berkejar-kejaran itu. Dengan merangkapkan kedua tangannya di atas dada, ia berkata:
"Dua saudara kecil, harap berhenti sebentar."
Koo San Djie dan Tjeng Tjeng merasakan ada benda yang telah menahan dada mereka. Maka kedua-duanya telah menurunkan badan. Dilihatnya yang menghadang itu adalah seorang sepantaran umurnya dengan mereka, tapi berupa hweeshio yang berkepala gundul, bibirnya yang merah dan giginya yang putih terlihat karena ia sedang tertawa-tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Merpati - Chung Sin
FantasyCeritanya sederhana, tentang seorang Anak Angon (gembala) yang bernasib baik dan berjiwa asih berjuang untuk menegakkan keamanan dan keadilan di Sungai Telaga yang dikacaukan oleh Penguasa Lembah Merpati yang sangat lihay namun khianat. Di dalam men...