41. Dengan Tangan Kosong Melawan Belasan Musuh Kuat

2K 26 0
                                    

Kong Tie tertawa kecil.

"Tidak disangka sudah tua begini masih juga suka mengambil dan tidak dapat meninggalkan sifat berangasannya."

Tapi Pengemis Sakti Kiang Tjo dengan tidak menoleh lagi sudah langsung pergi turun gunung.

Koo San Djie juga tidak bermaksud meminta bantuan dari orang-orang beberapa partai, mereka tidak dapat mengerti akan hatinya, melihat Kiang Tjo sudah pergi, ia juga meminta diri.

Siauw Khong mengantarkan Koo San Djie sampai di bawah pintu gunung dan dengan berat ia berkata:

"Partai kami sudah menyebarkan orang-orang pandai ke berbagai tempat untuk mencari si pembunuh ketua partai, tapi sampai sekarang belum ada suatu kabar apa juga. Tidak lama lagi aku juga akan turun gunung."

"Begitupun baik, nanti kita akan bertemu pula," jawab Koo San Djie.

Setelah meninggalkan kuil Siauw-lim, Koo San Djie telah kehilangan jejaknya si Selendang Merah. Di dalam hatinya ia berpikir:

"Mungkin ia tidak mau menunggu lagi dan sudah pergi dari sini. Begini ada lebih baik, dapat menghindarkan banyak kerewelan lagi."

Maka ia sudah melanjutkan perjalanannya sendiri, tidak henti-hentinya ia melamun yang bukan-bukan.

Demikian lamunannya:

"Apa adik Tjeng telah menemukan Liu-supek? Apa betul Liu-supek mengalami bahaya? Siapa orang yang dapat mengganggunya? Mungkinkah berada di dalam Lembah Merpati?"

Sedang enak-enaknya ia melamun, dari belakang mendadak terdengar keliningan dari dua ekor kuda. Samar-samar ia seperti mendengar orang berkata:

"Sampai bertemu pula di......"

Ia tidak dapat mendengar perkataan selanjutnya, maka ia mengangkat kepala, dan menoleh ke belakang. Tapi dua ekor kuda tadi telah lewat, tidak tertampak lagi.

Dan waktu itu, di depan matanya tertampak serombongan orang. Di antaranya terdapat orang-orangnya dari berbagai partai It Tjing Tjie, si Walet Kie Gie, Si Golok Malaikat Nomor Satu, Hian-tju Totiang beserta yang lain-lain.

Koo San Djie mengerutkan alis. Pikirnya, Mengapa sering menemukan orang-orang ini? Tapi ia tidak takut dengan mereka, dengan membusungkan dada, ia maju terus ke muka.

Setelah berdekatan, Si Golok Malaikat Nomor Satu yang mempunyai ganjelan dengan Koo San Djie sudah berkata dengan suara dingin:

"Hei, bocah! Apa yang kau sombongkan?"

Koo San Djie tidak menjawab, ia terus melanjutkan perjalanannya tanpa menengok sama sekali.

Tapi waktu itu si Penadah Langit Kiang Peng sudah menghadang di hadapannya berkata:

"Berhenti! Selesaikan dulu urusan antara kita."

Koo San Djie betul-betul menghentikan langkahnya, dengan tertawa dingin ia berkata:

"Apa maksud kalian? Apa mau berkelahi lagi? Jika mau berantam, lekaslah maju semua."

Mereka tahu, jika satu persatu, tidak satu di antara mereka yang dapat menandingi si anak gembala yang gagah. Maka, dengan mencabut pedangnya si Walet Kie Gie sudah berkata:

"Tidak disangka, kau demikian sombong. Baru saja mendapat nama sudah berani banyak tingkah!"

Waktu itu ada tujuh orang yang mengeluarkan senjata. Hanya Hian-tju Totiang yang masih tinggal tetap di tempat, ia merasa malu, jika turut mengkerubutinya.

Si Golok Malaikat Nomor Satu sambil mementil goloknya sudah berkata:

"Mengapa kau tidak lekas mengeluarkan senjata?"

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang