30. Jago-jago Ulung Bertempur di Dalam Rimba

2.1K 27 1
                                    

Koo San Djie dan kawan-kawan, mulai berangkat, sebagai pelopor ialah sastrawan Pan Pin, yang katanya mengetahui, di mana tempat letaknya Lembah Merpati yang termashur itu. Demi keselamatan sembilan orang yang menjabat ketua-ketua dari sembilan partai, mereka tidak membuang-buang waktu lagi.

Di tengah perjalanan. Tjeng Tjeng yang tahu diri sudah memisahkan dirinya dari Koo San Djie dan Ong Hoe Tjoe, agar mereka berdua yang telah berpisah lama mempunyai kesempatan yang banyak untuk membicarakan soal dan kejadian-kejadian selama perpisahan. Setiap hari, ia merengek-rengek pada si Sastrawan Pan Pin untuk menceritakan pengalamannya."

Sastrawan Pan Pin, yang sudah lama berkelana di kalangan Kang-ouw, selalu bergembira, belum pernah ia mengenal apa yang dinamakan susah. Kini mendapat kawan seperjalanan sebagai Tjeng Tjeng yang lincah dan menyenangkan, mana ia tidak menjadi gembira.

Tapi ia juga ada sedikit takut akan kawan kecil yang nakal dan banyak lagunya ini. Jika bukan ditarik jenggotnya, tentu dikitik sampai ia tertawa terpingkal-pingkal.

Ia tidak dapat melepaskan dirinya dari gangguan ini dan juga tidak dapat memasang muka asam, sebagai orang lebih tua, orang yang paling celaka, ia melakukan perjalanan ini.

Setelah Tjeng Tjeng menjauhi Koo San Djie tentunya Koo San Djie dapat lebih leluasa jika berbicara dengan Ciecie Hoe Tjoe nya. Tapi kenyataannya tidak demikian, terhadap Koo San Djie, Ong Hoe Tjoe menjadi adem saja, bagaikan kawan biasa, tidak menunjukan perasaan-perasaannya yang berlebih-lebihan. Ia berusaha untuk mendekati Tiauw Tua, dengan meminta petunjuk ini dan itu sehingga tidak memberi kesempatan untuk Koo San Djie bicara banyak.

Tentu saja Tiauw Tua tidak dapat tidak melayani setiap hari, dengan teliti ia memberi penjelasan-penjelasan. Dari ilmu silat sampai kebermacam-macam partai yang berada di dunia dan pantangan-pantangannya.

Sikap Ong Hoe Tjoe telah berubah banyak. Ini bukan sifat yang aslinya, ia kini telah berobah menjadi adem, seperti tersiram oleh air es saja. Mengapa ia harus berobah seperti ini? Inilah satu penderitaan bagi para wanita jaman itu yang masih terkena racunnya peraturan-peraturan kuno. Biarpun ia ada sangat mencintai kekasihnya, tapi ia harus memelihara sopan santun yang sudah ditetapkan.

Mereka tidak berani melanggar peraturan-peraturan kuno ini, mereka tidak berani terang-terangan menunjukkan perasaan cintanya. Perasaan mereka ini telah dapat dilihat dari pandangan mata atau gerak gerik.

Ada kalanya, mereka memperlakukan kekasih mereka lebih kejam dari pada terhadap laki-laki lainnya. Mereka menganggap seperti tak kenal atau tidak mempunyai hubungan satu sama lain. Inilah seperti suatu kejadian yang tidak masuk diakal.

Hoe Tjoe sebagai anak nelayan, sebenarnya tidak mempunyai sifat-sifat yang seperti ini, itulah karena gurunya yang telah menyuruh membaca kitab-kitab yang penuh segala macam peraturan-peraturan tentang bagaimana caranya sebagai seorang wanita membawa diri. Dan tentu saja cara-cara itu adalah cara-cara kuno.

Dan disamping buku-buku peraturan kuno ini, iapun diharuskan mencontoh kelakuan-kelakuan Biauw Hian, sang toa-suci yang sebagai satu perawan tua mencukur dirinya sebagai nikouw.

Maka, demikianlah kekangan peraturan-peraturan kuno telah menutupi cintanya terhadap sang kekasih.

Tapi biarpun demikian, dalam hati kecilnya ini, ingin sekali ia dapat menarik tangannya Koo San Djie, setiap hari bergandengan berdua.

Koo San Djie yang tidak tahu, mana dapat merasakan perasaannya ini? Ia hanya merasa Ciecie Hoe Tjoe nya telah berobah jauh, berobah sehingga hampir saja tidak mau mengenalnya. Saking kesal rasa hatinya, sifat kerbaunya telah kambuh pula.

Selalu ia bergumam:

"Hm, mereka sekarang sudah tidak mau mengenalku lagi. Tunggu saja sampai urusannya dengan Lembah Merpati telah selesai, baru kutanyai mereka."

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang