Di antara cuaca yang remang-remang, di bawah gunung Pit-kie, terlihat api merah yang menjulang tinggi ke langit. Pesanggrahan Liong-sun-say yang megah sudah menjadi lautan api.
Di antara sinar terang merah itu, Koo San Djie, Sastrawan Pan Pin dan Tiauw Tua bertiga, bagaikan bintang yang jatuh dari langit, melesat keluar dari pesanggrahan, sebentar saja, mereka sampai di jalan pegunungan yang sepi.
Koo San Djie yang ingin cepat-cepat menemui jejaknya Ong Hoe Tjoe, menganggap dengan mendapatkan wanita yang menggendong seseorang adalah suatu jalan untuk menemuinya sang kekasih.
Sastrawan Pan Pin mengusulkan pergi ke daerah Kang-lam, untuk minta bantuannya para ketua dari berbagai golongan partay. Ia menganggap untuk menghadapi Lembah Merpati harus mendapat bala bantuan yang kuat.
Tiauw Tua membiarkan sastrawan Pan Pin berkata sampai habis, baru dia meminta diri dan berkata:
"Saudara kecil, aku minta diri untuk mengurus sedikit urusanku. Setahun kemudian tentu aku akan mencarimu pula."
Koo San Djie dengan cepat menjawab:
"Toako jika ada urusan silahkan membereskannya, aku tidak akan mengekang kebebasanmu!"
Terhadap Tiauw Tua, yang dianggapnya setengah guru dan setengah kawan, dirasanya berat untuk berpisah. Tapi ia tidak ingin mengganggu urusan orang, hanya karena urusannya sendiri. Dan ia menganggap urusannya harus dapat dibereskannya sendiri. Mengandalkan bantuan orang lain adalah bukannya sifat dari seorang laki-laki. Memikir ke sini, ia lalu ambil selamat berpisah dari Pan Pin.
Betul-betul ia mengikuti arah yang ditunjuk oleh Tiauw Tua yang mengatakan tempat lenyapnya bayangan tadi, ia berlari-larian sambil memperhatikan segala sesuatu. Setelah sampai pada sebuah kota, di dekat pintu kota terlihat mendatangi seorang hweeshio beralis panjang, memakai baju gedombrongan. Begitu sampai di hadapan Koo San Djie sudah lantas menyebut:
"Sudah lama kita tidak bertemu."
Yang datang ternyata adalah hweeshio alis panjang yang tempo hari bertempur tiga hari, tiga malam dengan Tiauw Tua.
Maka dengan segera San Djie sudah maju memberi hormat dan menyapa:
"Siansu, bagaimana selama ini? Apa baik-baik saja?"
Hweeshio alis panjang dengan penuh senyuman menjawab:
"Dahulu, aku pernah memberi petangan kepadamu, tapi hari ini aku akan memberi barang kenangan untukmu."
Lalu, dengan sabar ia mengeluarkan sebuah dompet bersulam sepasang burung Merpati yang sedang bermain dan sebuah sampul surat. Dengan tertawa ia berkata pula:
"Orang di dunia selalu harus membuat kebajikan, kali ini aku akan menjadi kakek comblang."
Koo San Djie dengan tidak mengerti, menyambuti dompet dan sampul surat itu. Setelah dibukanya, terlihat banyak tulisan yang tidak rata. Setelah diperhatikan ternyata surat ini adalah buah tangannya Ong Hoe Tjoe yang selalu menjadi kenang-kenangan baginya.
Surat ini tidak panjang dan masih ada bebeberapa perkataan yang tidak lancar. Dalam suratnya ini Ong Hoe Tjoe mengatakan, bagaimana ia telah dapat ditolong oleh orang yang kini telah menjadi gurunya. Dari pesanggrahan Liong-sun-say, dia mendapat kebebasan, dikatakan juga, Koo San Djie jangan banyak memikirkan dia dan kini ia sedang giat belajar ilmu silat untuk membalas dendam kepada orang dari Lembah Merpati......
Lalu tangannya dimasukkannya ke dalam dompet, setelah meraba, ia telah mendapatkan beberapa butir biji kacang yang berwarna merah. Ia lebih banyak membaca buku dari pada Ong Hoe Tjoe, mana ia tidak dapat mengerti apa maksudnya ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Merpati - Chung Sin
FantasyCeritanya sederhana, tentang seorang Anak Angon (gembala) yang bernasib baik dan berjiwa asih berjuang untuk menegakkan keamanan dan keadilan di Sungai Telaga yang dikacaukan oleh Penguasa Lembah Merpati yang sangat lihay namun khianat. Di dalam men...