04. Berebut Nyali Ikan Mas di Danau Pook-yang

3.2K 49 1
                                    

Telah beberapa tahun, setiap hari Ceng-beng, tentu ada turun hujan. Tapi Ceng-beng pada tahun itu, tidak ada gumpalan awan hitam yang terlihat.

Bulan purnama mengeluarkan sinarnya yang permai, menyinari permukaan telaga yang tenang, telaga Pook-yang yang hampir tidak terlihat ujung pangkalnya, membuat siapa melihat menjadi kagum, kagum kepada keindahan alam di tempat itu.

Waktu telah berlarut malam, di telaga terdapat banyak perahu, kecuali perahu nelayan, perahu pajangan dan perahu motorpun tidak sedikit.

Biarpun terdapat banyak perahu, tidak ada satupun yang bergerak, tidak terdengar suara orang berbicara, hanya sepi, sunyi untuk menantikan waktunya.

Waktu dengan tentu lewat perlahan-lahan di dalam perahu, mereka sudah hampir tidak sabar untuk menantinya.

Mendadak, terlihat sebuah sinar merah menjulang ke atas, dibarengi oleh muncratnya air telaga yang tinggi, muncullah seekor ikan mas yang panjangnya lebih dari dua depa, dengan badannya yang bersinar merah dan kepala di atas permukaan air, ikan itu berenang menuju ke jurusannya tepi telaga.

Bagaikan sebuah kapal selam yang akan menuju perang, ia meluncur dengan pesatnya, dari jauh terlihat goresan yang berwarna merah emas, memecah air telaga yang tadinya tenang.

Segala macam perahu yang sudah lama siap, kini mulai bergerak, tentu saja secara serentak, keadaan menjadi kalut, terdampar ombak-ombak dayung perahu, semua teriakan-teriakan sudah tidak terdengar lagi, ditelan oleh suara beradunya perahu tadi.

Dari sebuah perahu nelayan yang terdekat, mendadak terdengar suara yang seperti geledek, dan tiga batang tombak mas yang hampir sejajar sudah datang mengarah kepalanya sang ikan.

Tombak mas ini adalah senjata yang ternama dari ketiga pendekar Lok-yang.

"Buk, buk, buk......" Ketiga tombak tepat mengenai kepala ikan, tapi sang ikan seperti tidak merasai. Ketiga tombak tadi terpental ke atas dan jatuh ke dasar telaga.

"Hur", suatu damparan air telah datang menampar perahu tadi, perahu itu hanya bergoyang sebentar dan kemudian terbalik, beserta juga penumpang-penumpangnya.

Memang nasibnya sang ikan rupanya sedang sial, bukannya selulup ke dasar telaga, tapi ia berputar-putaran membuat ombak pusaran, seperti yang sengaja mempermainkan orang-orang yang hendak menangkapnya.

Terdengar suara pula, suara yang nyaring disusul dengan melayangnya sebuah benda yang menghantam ke arahnya.

Air bercipratan, tapi sang ikan tetap meluncur dengan lajunya, rupanya ia anggap sepi serangan demikian.

Segala macam senjata beterbangan, bagaikan hujan derasnya. Tapi senjata-senjata ini seperti senjata keras, sesudah mengenai badannya sang ikan, tidak satupun yang dapat melukainya.

Sebuah siulan yang panjang memecah angkasa, bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, sebuah perahu tampak laju meluncur dengan pesat. Di atas perahu, berdiri dengan tegak seorang anak berumur limabelas tahun yang tidak memakai sepatu.

Perahu memapaki datangnya sang ikan, anak tadi telah melemparkan talinya yang panjang, tepat bagaikan ular, tali tadi telah dua kali mengitari badan sang ikan.

Sang ikan coba berontak, ombak sebesar gunung telah membuat beberapa buah perahu yang terdekat terguling. Hanya perahu dari si pemuda, yang seperti lengket di atas permukaan air, turun naik menuruti gelombang yang pergi datang, tidak pernah bergoncang dan juga tidak pernah miring.

Sang ikan berlompatan beberapa lamanya sehingga sampai kehabisan tenaga.

Beberapa saat kemudian, ia berhenti berontak , sehingga sampailah di salah sebuah tepi.

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang