Setelah lama kelamaan, Ong Hoe Tjoe pun telah menjadi biasa dengan hal ini. Ada kalanya ia kesepian, diajak omong juga pengiringnya pribadi itu.
Ong Sun Thay memang sudah ahli dalam hal ini, setiap kali ia membuka mulut, tentu dapat membuat Ong Hoe Tjoe tertawa terpingkal-pingkal. Asal matanya Ong Hoe Tjoe bergerak, ia sudah tahu, apa yang Ong Hoe Tjoe hendak perbuat, ia selalu dapat melayaninya dengan cermat sekali.
Semua wanita tentu suka akan pujian dan perhatian. Tidak kecuali juga dengan Ong Hoe Tjoe, setelah bergaul sekian lama, mereka sudah mengenal satu sama lain. Ong Hoe Tjoe kini sudah berani memanggil namanya Ong Sun Thay, tapi si pemuda masih memanggilnya nona Hoe Tjoe saja.
Setelah beberapa bulan mereka berjalan berdua, masih juga tidak dapat menemui jejak Koo San Djie sekalian, apa lagi Lembah Merpati segala.
Yang terang ialah perhubungan mereka semakin lama sudah menjadi semakin rapat saja. Biarpun yang satu sengaja, yang satu lagi tidak dengan disengaja, waktu yang tidak mengenal aturan sudah menarik mereka bertemu menjadi satu.
Tapi biar bagaimana juga, biarpun Hoe Tjoe mempunyai pandangan yang tidak jelek terhadap pemuda yang bernama Ong Sun Thay ini, dalam pikirannya hanya menganggap pemuda itu sebagai mainan yang lucu, dapat membuat ia tertawa dan lupa akan duka.
Sampai pada hari itu, ia dapat bertemu dengan adik San nya, mendadak sudah dimakinya di hadapan banyak orang, dan lagi di tangannya Koo San Djie masih memegangi itu perempuan yang tidak mengenal malu, mana ia tidak menjadi sakit hati?
Ia telah lari meninggalkan mereka dengan mengucurkan air mata, ia masih mengharapkan, Koo San Djie tentu akan menyusulnya. Tapi setelah lari sekian lamanya, masih tidak terlihat mata hidungnya si pemuda menyusul. Karena saking sedihnya, ia menghentikan langkah dan menangis sesenggukan. Ia menyesal juga, tadi ia sudah main lari saja, sebetulnya, ia boleh minta penjelasannya di situ juga.
"Bertemu, tapi berpisah lagi......" ia mengeluh dalam hatinya.
Mendadak, bayangan Ong Sun Thay telah datang pula. Jika Ong Sun Thay berada di sini, tentu ia dapat menyediakan selembar handuk yang hangat, membawakan semangkok teh yang panas, mengucapkan beberapa perkataan yang lucu untuk menggodanya.
Tapi dalam sekejapan mata, itu pemuda yang tolol, si anak gembala seperti kebingungan menghadapi keadaan ini menutupi semua bayangan tadi. Dialah orang yang pertama yang telah menempati hatinya, biar bagaimana memaki dengan kasar, biar bagaimana berendeng dengan perempuan tadi, tapi ia masih tetap menyinta kepadanya.
Ia tidak memiliki lagi, bagaimana ia bersama-sama dengan Ong Sun Thay dapat menimbulkan kesalah pahamannya, karena ia hanya menganggap Ong Sun Thay sebagai pelayan-pelayan penginapan tadi yang tidak menerima bayaran.
Matahari telah mulai doyong ke sebelah barat, burung kecil melayang-layang berbaris di awan-awan. Ada juga beberapa burung yang terbang rendah di atas kepalanya, mengeluarkan suara cicitnya yang ramai.
Ia mendongak ke atas, melihat keadaan yang sudah mau menjadi gelap, ia tidak dapat hanya menangis saja, ia harus mencari tempat untuk berlindung, menunggu sampai keesokan harinya.
Baru saja ia mengangkat kakinya yang malas, pandangan matanya telah tertumbuk oleh sebuah pemandangan yang tidak biasa. Karena kaget, sampai ia bertanya sendiri:
"Iiiih, apa burung juga dapat membuat barisan tin?"
Ia melihat burung-burung yang terbang semua menuju ke satu arah, di mana di antara awan yang tipis terlihat puncak gunung yang menjulang tinggi. Semua burung yang telah menuju ke sana, satu persatu berbaris dengan sangat rapi sekali, dari puncak sampai ke bawah kaki gunung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Merpati - Chung Sin
FantasyCeritanya sederhana, tentang seorang Anak Angon (gembala) yang bernasib baik dan berjiwa asih berjuang untuk menegakkan keamanan dan keadilan di Sungai Telaga yang dikacaukan oleh Penguasa Lembah Merpati yang sangat lihay namun khianat. Di dalam men...