Kecuali ini masih ada satu peraturan juga yang tidak mengijinkan semua orang, terkecuali ketua Lembah Merpati sendiri dan dua jaksa agungnya untuk mengadu tenaga kepada siapa juga di dalam rumah abu leluhur mereka yang dianggapnya keramat. Siapa yang berani turun tangan di sini, tidak perduli ia bermaksud baik atau jahat, tentu akan mendapat hukuman juga, karena di-anggap tidak mengindahkan leluhur mereka.
Maka biarpun semua orang telah melihat dua jaksa agung mereka sudah kewalahan dan terdesak mundur, tidak ada satu orang yang berani pergi untuk membantu.
Juga karena adanya peraturan inilah yang menyebabkan itu enambelas pemuda pembawa pedang hanya bersifat mengurung saja dan tidak berani membalas menyerang kepada beberapa orang kepercayaannya Han Oe Seng yang masih mati-matian menolongi bekas ketuanya.
Dua jaksa agung Lembah Merpati terdesak mundur, enambelas pemuda pembawa pedang dengan tidak dapat membalas menyerang juga harus main mundur saja. Sebentar lagi Han Oe Seng dan kambrat-kambratnya segera dapat menjatuhkan lawan-lawannya.
Semua orang menjadi gelisah memikirkannya, tapi mereka tidak berdaya karena tidak berani melanggar peraturan lembah. Semua mata ditujukan kepada Koo San Djie dan mengharapkannya turun tangan untuk membekuk para pelanggar ini.
Koo San Djie sebagai orang dari luar Lembah Merpati mana mengetahui akan segala peraturan Lembah Merpati? Karena melihat orang-orang ini sudah menjadi keteter, ia sudah memajukan dirinya untuk turun tangan sendiri.
Tapi baru saja Koo San Djie hendak bergerak, dari luar mendadak menerjang masuk empat orang.
Mereka bukan lain adalah Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang, dengan pakaian compang camping tidak keruan, dijilat api yang dilepas oleh Han Oe Seng, mereka menerjang masuk, langsung mencari ini bekas ketua yang berhati jahat.
Setelah mendapat kepastian bahwa Han Oe Seng masih berada di situ, sambil memberi hormat kepada Koo San Djie mereka berkata:
"Harap ketua dapat memberikan keadilan kepada kami yang hampir saja terbakar musnah oleh ketua jahat ini."
Koo San Djie menganggukkan kepalanya, sambil tertawa menjawab:
"Harap kalian dapat istirahat memelihara diri dahulu. Semua urusan kalian boleh serahkan kepadaku."
Lalu ia memberikan perintahnya kepada dua jaksa agungnya:
"Kalian juga boleh meninggalkannya."
Thu Kong dan Ong Beng menurut dan lompat kembali ke kursinya.
Han Oe Seng yang melihat anak muda yang selalu mengacau urusannya saja ini datang lagi kepadanya sudah menjadi tertawa berkakakan:
"Bagus. Di antara kita berdua memang sudah seharusnya mendapat suatu kepastian."
Mendadak ia mendahului menyerangnya sampai tujuh kali beruntun ke arahnya si anak muda yang sangat dibencinya.
Koo San Djie yang telah beberapa kali menghadapi orang-orang pandai sudah cukup berpengalaman dalam soal ini, ia tahu akan maksud Han Oe Seng yang sudah menyerang terlebih dahulu untuk merebut posisi. Maka ia tidak menyingkir atau menghindarkan serangan ini, malah berbalik menyerang juga dengan menggunakan ilmu kepandaian yang didapati dari kitab Kutu Buku juga.
Mereka telah menjadi saling serang dengan sama-sama menggunakan ilmu kepandaian pusaka Lembah Merpati yang tertulis di dalam kitab Kutu Buku.
Koo San Djie tidak berhenti sampai di sini saja, kepandaian dari Sari Pepatah Raja Woo dan pukulan Hian-oey-ciang dari gurunya si Pendekar Berbaju Ungu telah silih berganti digunakan.
Han Oe Seng tahu, kali ini sukarlah untuknya melarikan diri lagi, maka semua pukulannya dilancarkan dengan tidak mengenal ampun. Ia sudah bersedia untuk mati bersama di dalam pertempuran ini dengan si bocah angon yang sangat dibencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Merpati - Chung Sin
FantasyCeritanya sederhana, tentang seorang Anak Angon (gembala) yang bernasib baik dan berjiwa asih berjuang untuk menegakkan keamanan dan keadilan di Sungai Telaga yang dikacaukan oleh Penguasa Lembah Merpati yang sangat lihay namun khianat. Di dalam men...