Koo San Djie takut Tju Thing Thing dapat mengejar dan mengganggunya pula, maka setelah lama juga mereka tancap gas, baru dengan perlahan-lahan mengendorkan langkah mereka. Sebenarnya mereka juga tidak dapat meneruskan larinya, karena di depan telah terlihat sebuah kota.
Tjeng Tjeng dengan mencubit-cubit perut tertawa, dia berkata:
"Sudah waktunya untuk kita menangsal ini, aku sudah sangat lapar."
Koo San Djie bersenyum, Mereka lalu memasuki rumah makan dan memilih tempat duduk yang bagus.
Yang masuk ke rumah makan ini tidak banyak. Kecuali sudah ada beberapa orang di situ, terdapat pula seorang nikouw setengah umur.
Nikouw ini telah memesan makanan, dengan sendirian saja, perlahan-lahan ia memakannya. Dilihat kelakuannya ia bukan bermaksud makan, mungkin juga ia sedang menunggu orang, dengan perlahan-lahan ia melewatkan waktunya.
Koo San Djie kini telah mempunyai pengalaman yang lumayan. Dalam rumah makan itu hanya nikouw ini yang menyolok mata. Maka dengan diam-diam ia telah memperhatikan nikouw setengah umur itu.
Nikouw itu seperti mempunyai pembawaan yang sangat agung. Mukanya yang dingin, tidak mempunyai rasa. Semua seperti tidak mempunyai hubungan dengannya, belum pernah ia memandang atau memperhatikan kepada siapapun juga.
Koo San Djie sedang memperhatikan orang, tapi orangpun sedang memperhatikan dirinya. Dari tindak tanduknya nikouw itu dapat memastikan, siapa adanya anak muda ini. Dan tidak terkecuali juga dengan Tjeng Tjeng yang duduk di sebelahnnya. Dalam pikirannya telah menganggap anak perempuan kecil ini sangat menyenangkan.
Demikian ia telah menjadi menguatirkan akan satu orang. Waktu adalah obat satu-satunya bagi hati yang terluka. Tapi waktu juga, racun bagi kekasih yang terpisah. Perhubungan yang terlalu rapat adalah bibit dari timbulnya cinta.
Ia ingin dapat tahu tentang hati si pemuda, dengan perlahan-lahan ia melagukan syairnya:
Kacang merah terdapat di selatan,
Setahun hanya tumbuh sekali,
Hati-hatilah untuk memilih,
Dia sebagai kenangan mata.
Ucapan perlahan, tapi terang. Jika bukannya orang yang mempunyai latihan puluhan tahun, tidak nanti dapat mendengar perkataan ini. Orang hanya menyangka, ia sedang berkemak kemik membaca doa.Tapi Koo San Djie telah dapat memakan Kodok Mas dan Capung Kumala yang mempunyai khasiat luar biasa, ia dapat mendengar syair itu. Bagaikan genta yang terpukul, hatinya berdebaran dengan keras. Dalam hatinya bertanya:
"Seorang nikouw yang telah keluar dari keduniawian mengapa masih dapat membuat syair cinta yang melibat diri?'"
Kecuali satu jawaban baginya, ialah orang yang mempunyai hubungan rapat dengan Ong Hoe Tjoe .
Ia tahu bahwa Ong Hoe Tjoe telah mengangkat seorang nikouw yang bernama Bie Kiu Nie sebagai gurunya dan mempunyai saudara seperguruan Biauw Hian, Biauw Giok dan lain-lain, mereka terdiri dari kaum nikouw.
Apa mungkin Ong Hoe Tjoe menceritakan juga tentang pemberian kacang merahnya kepada nikouw ini?
"Ai, mana kau orang tahu hatiku yang rindu kepadanya?" Koo San Djie berkata dalam hati.
Tjeng Tjeng memperhatikan Koo San Djie yang memberhentikan sumpitnya di tengah jalan sedang melamun di tempatnya, karena itu ia tertawa. Dengan mengetok meja, ia berkata:
"Hei, apa semangatmu telah kena terbetot oleh siluman tadi?"
Koo San Djie kaget. Dengan keren ia menjawab:
"Janganlah kau sembarang berkata. Ciecie Thing Thing dulunya juga seperti kau, jujur, entah mengapa, mendadak dia dapat berobah menjadi seperti itu? Kurasa tentu ada sebab-sebabnya. Mungkin juga dia telah dipaksa oleh orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Merpati - Chung Sin
FantasyCeritanya sederhana, tentang seorang Anak Angon (gembala) yang bernasib baik dan berjiwa asih berjuang untuk menegakkan keamanan dan keadilan di Sungai Telaga yang dikacaukan oleh Penguasa Lembah Merpati yang sangat lihay namun khianat. Di dalam men...