31. Penyesalan Hati Tju Thing Thing

1.9K 33 0
                                    

Tidak disangka memang si Kepala Setan Srigala lagi buruk nasib, pukulan Koo San Djie ini adalah salah satu dari tiga buah pukulan geledeknya, biarpun Kim Ting Sa, juga belum tentu berani memasang dirinya, apa lagi Kepala Setan Srigala.

Begitu dua buah pukulan terbentur menjadi satu, Kepala Setan Srigala sudah terhuyurg mundur beberapa tindak. Darahnya bergolak, dari kedua hidungnya berkelak-kelik mengeluarkan asap biru. Maka ia menjadi panas hati. Dari mulut, hidung dan kupingnya mengeluarkan asap biru, ditambah mukanya yang bercaling sudah menambah keseramannya saja.

Koo San Djie berteriak kaget:

"Oh, Yun-ling-pay-kuk-kang. Kau mempunyai hubungan apa dengan itu dua jejadian hidup?"

Kepala Setan Srigala memberhentikan tindakannya, dengan heran bertanya:

"Apa kau kenal dangan mereka?"

Koo San Djie menjawab:

"Dengan menggunakan bangkai-bangkai manusia untuk melatih diri, ada sangat keterlaluan sakali. Mereka sudah membunuh orang bukan sedikit, maka aku membunuhnya."

Kepala Setan Srigala yang mendengar di hadapannya, orang mengatakan telah membunuh dua murid kesayangannya, mana tidak menjadi kalap. Tidak menunggu sampai Koo San Djie melanjutkan penuturannya ia sudah maju menubruk.

Mendadak, sehelai selendang merah berkelebat lagi, seperti naga api, telah melintang di hadapannya si Kepala Setan Srigala.

Suara nyaring yang merdu berkata:

"Jika demikian, hutang mereka yang telah melukai adikku, harus kau yang menalanginya."

Dihalangi sehelai selendang merah ini, terpaksa Kepala Setan Srigala harus tunduk juga. Dengan mendelik ia berkata:

"Hai, Selendang Merah, apa kau mau campur tangan?"

Selendang Merah tertawa:

"Bukan saja campur tangan. Bahkan aku masih mau membuat perhitungan denganmu. Tapi tidak apa, urusan ini kita ke sampingkan dulu. Yang penting, bagaimana dengan urusan kitab itu?"

Lalu ia berpaling ke arah Kim Ting Sa dan berkata:

"Sekarang, kita menjadi empat orang, bagaimana jika dengan mengadu kepandaian memperebutkan kitab?"

Kim Ting Sa yang licik tahu, ia tidak mudah meloloskan diri dari sedemikian banyaknya orang, tapi kemudian ia telah mendapatkan suatu akal yang bagus untuk melepaskan diri dari mereka. Dalam hati diam-diam ia berkata:

Dia mengusulkan dengan cara mengadu kepandaian. Jika waktunya kuundurkan, bukankah pada waktu itu aku telah mempunyai cukup waktu untuk mempelajarinya?

Maka dengan tertawa ia menghadapi orang banyak:

"Jika semua setuju dengan mengadu kekuatan, setahun lagi, aku akan menunggunya di tempatku lembah Sin-sa, tapi hanya terbatas dengan kita empat orang, bagaimana?"

Mendadak terdengar pula suara yang asing bagi mereka:

"Mengapa hanya empat orang saja? Apa aku tidak kebagian?"

Dari atas pohon loncat turun seorang tua berbaju merah, dengan gerakannya yang ringan sekali.

Semua jago yang berada di situ menjadi terkejut, karena orang dapat sembunyi di atas mereka dengan tidak diketahui sama sekali. Tetapi mereka mana mengetahui, bahwa orang tua berbaju merah ini bukannya orang sembarangan juga.

Yang paling kaget adalah Koo San Djie.

"Orang tua ini tentu orang Lembah Merpati. Kecuali orang dari Lembah Merpati, tidak ada orang tua lain yang memakai baju merah seperti ini."

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang