11. Termakan Kesombongan Hati

2.4K 41 1
                                    

Lalu ia menghadap ke arahnya Koo San Djie dan berkata:

"Kau lawanlah dengan tenang, semua akibat akan ku tanggung."

Koo San Djie terpaksa, sambil menjura ia berkata:

"Boanpwe terima perintah."

Ia cukup mengetahui adat dari orang-orang yang berkepandaian tinggi. Mereka selalu tidak mau menyerang terlebih dahulu. Maka setelah memberi hormatnya, ia mengangkat sebelah tangannya dan mengeluarkan sebuah pukulan ke depan.

Si orang tua kepala botak telah terkenal lama di kalangan Kang-ouw, kepandaiannya lebih tinggi setengah tingkat dari pada Thian-mo Lo-lo dan si Sastrawan Pan Pin, adatnya tidak kalah berangasannya dari pada Thian-mo Lo-lo. Sedari ia terjun di kalangan kang-ouw, kecuali si Hweeshio alis panjang ini yang masih dapat menandinginya, yang lain tidak ada yang dipandangnya dengan sebelah mata. Sebetulnya, si Hweeshio alis panjang tidak mempunyai niatan untuk mengadu kekuatan dengannya, tapi setelah didesaknya sampai beberapa kali, maka terjadi pertarungan yang seru ini.

Demikianlah, Tiauw Tua yang melihat Koo San Djie telah mulai menyerang, tentu menjadi kaget juga, melihat serangan si pemuda ternyata istimewa. Meskipun yang berada di hadapannya adalah seorang anak yang masih belasan tahun usianya, tapi setelah ia mengeluarkan seluruh kepandaiannya, tidak berani memandang enteng lagi. Ia lompat kekiri mengelakkan serangan, dan mulai balas menyerang.

Kepandaiannya telah diyakinkan selama puluhan tahun, ia lebih banyak pengalaman bertempur. Ilmu pukulannya Tiauw-liong-ciang dapat menghancurkan batu gunung. Setiap kali ia menyerang, tentu mengandung tenaga yang dahsyat. Dalam beberapa gebrakan saja, di sekitar tempat mereka bergerak terlihat bayangan-bayangan telapak tangannya.

Pertama kali Koo San Djie menemui lawan tangguh, dengan menggunakan pukulan Hian-oey-ciang, sejurus demi sejurus, ia melawan dengan hati-hati. Telah tiga hari ia menonton pertarungan dari atas tebing yang telah menambah banyak pengalamannya, maka ia dapat bertarung dengan leluasa. Semakin lama, gerakannyapun telah menjadi semakin lancar, hingga ia dapat melawan si orang tua kepala botak Tiauw Tua yang telah malang melintang di kalangan Kang-ouw puluhan tahun lamanya.

Gerakan-gerakan badan dari mereka sama cepatnya, serang menyerang dilakukan dengan saling susul. Sebentar saja, pertandingan sudah lebih dari sembilanpuluh jurus. Biarpun Tiauw Tua tidak menyangka kepandaian dari anak yang masih bocah ini sedemikian tangguhnya, tapi ia masih dapat menenangkan diri, ia percaya, dengan kepandaiannya, tentu dapat menahan sepuluh jurus lagi, walau dengan serangan yang bagaimana hebatpun juga.

Tju Thing Thing yang berdiri menonton pertandingan sudah menjadi gelisah bukan main. Seperti juga ia ingin membikin sadar kepada Koo San Djie, mulutnya dengan tidak terasa telah nyeletuk:

"Sembilanpuluh empat, sembilanpuluh lima, sembilanpuluh enam......"

Koo San Djie baru tersadar dari tidurnya.

Dalam hatinya berkata:

"Cilaka, karena keenakan bertarung, sampai lupa akan menghitung jurus. Kini hanya tinggal empat jurus lagi......"

Hatinya sudah menjadi agak bingung. Ia lalu mengeluarkan beberapa jurus terakhir dari ilmu yang tertulis dalam kitab Im-hoe-keng. Dari samping, dia mengeluarkan jurus tipu yang bernama Langit dan Bumi Pandang Memandang.

Tiauw Tua yang melihat ini, tentu saja menjadi terbelalak kaget dan mundur beberapa tindak, ia belum pernah melihat kepandaian yang seperti itu. Belum juga ia hilang kagetnya, tiba-tiba jurus yang kedua dengan gaya pukulan Hujan dan Angin Menderu-deru, telah datang......

Bagaikan angin topan mengamuk dan gunung meletus, batu-batu pun terbang, mengelilinginya turun untuk menggencet.......

Tanpa diberi kesempatan untuk berpikir, jurus ketiga telah datang mengarah embun-embun Tiauw Tua.

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang