36. Berebutan Kitab Pusaka

2.1K 29 0
                                    

Bintang-bintang dilangit berkelap-kelip, seolah-olah menemani sinar bulan sabit.

Cabang-cabang pohon tua agaknya kedinginan ditiup angin yang bertiup keras.

Batu-batu di gunung Sin-sa, bagaikan macam-macam binatang yang hidup mau menelan orang yang datang ke sana.

Di antara remang-remang sinar bulan terlihat berkeredepnya sinar pedang.

Berbareng, dengan terdengarnya beberapa suara tertawa, muncul empat orang yang beroman galak-galak.

Mereka adalah empat dari lima raja iblis yang baru saja berserikat, ialah Hu-lan Lo-kway, Kim Ting Sa, Raja Setan Srigala dan Pay-hoa Kui-bo.

Dan yang menjadi kepala dari mereka si Badak Tanduk Perak tidak terlihat di sini, ia sedang berusaha menemui satu rahasia.

Tidak antara lama, berbarengan dengaa suara angin menderu-deru, muncul pula beberapa orang. Di antaranya terdapat Hian-tju Totiang dari Kun-lun-pay, It Tjing Tjie dari Bu-tong-pay, Si Golok Malaikat Nomor Satu dari Go-bie-pay, dan si Walet Kie Gie.

Di antara sedemikian banyak orang, hanya tidak terlihat orang yang datang dari Siauw-lim-pay.

Mereka rame-rame bertemu, suara ketawa dan ocehan tidak henti-hentinya terdengar dari jauh, bagaikan kawan-kawan lama saja yang baru bertemu kembali.

Malam ini mereka datang kemari dengan satu tujuan, yaitu sama-sama mencari si Pendekar Merpati Liu Djin Liong.

Lima raja iblis yang baru saja berserikat, bermaksud naengangkat nama dari pertempuran yang pertama ini, sekalian merebut kitab Sari Pepatah Raja Woo yang terkenal.

Hian-tju Totiang dengan kawan-kawannya mengingini jiwa Liu Djin Liong untuk membalas dendam para ketua mereka yang terbunuh mati. Biarpun mereka belum mendapat bukti yang pasti bahwa sembilan orang yang menjadi ketua partai mereka terbunuh di bawah tangan Liu Djin Liong, tapi mereka juga tidak dapat mengetahui, siapa pembunuh yang sebenarnya. Demi kepentingan mengangkat nama, mereka tidak mau pusing-pusing dan telah memastikan Liu Djin Liong sebagai pembunuh, maka selesailah tugas mereka, jika dapat menangkap sang pembunuh.

Mereka menduga pasti bahwa si Pendekar Merpati tentu akan datang kemari untuk mengambil pulang kitabnya yang telah tercuri.

Tapi tidak ada satu di antara mereka ini yang mengetahui bahwa Liu Djin Liong kini ada dalam keadaan terkurung dan tidak berdaya sama sekali untuk datang kemari.

Semua orang tampak terdiam sepi menunggu keramaian tidak lama lagi.

Tiba-tiba, di antara mereka terdengar suaranya seorang nyeletuk:

"Di antara kau orang dari berbagai partai, apa ada yang bermaksud mencari si Setan tua Liu Djin Liong atau mau menunggu sampai selesai perebutan kitab Sari Pepatah Raja Woo pada malam ini juga?"

Hian-tju Totiang dengan tersenyum berkata:

"Barang berharga hanya pantas diserahkan kepada orang ternama. Aku tidak sanggup untuk menerimanya. Sudah tentu aku tidak mau mencampuri urusan kitab itu.

Di dalam hati Kim Ting Sa menjadi lega juga. Dengan setengah memuji ia berkata:

"Biar bagaimana juga sebagai golongan ternama tidak dapat disamakan dengan golongan perampok yang tidak mengenal puas. Maka dari perkataan totiang tadi, berarti totiang mempunyai hati yang luhur."

Hian-tju Totiang diam saja, biarpun perkataan ini ada setengah mengangkat dan setengah mengejek.

Mendadak dari atas pohon terdengar suara lain yang campur bicara:

Lembah Merpati - Chung SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang