Koo San Djie yang sudah melompat turun ke dalam lembah, biarpun ia sudah menahan napas dengan sebisa-bisanya, memperlambat jatuhnya badannya, tapi perbuatan ini tetap berupa perbuatan yang sangat berbahaya.
Badannya masih di udara, matanya sudah memeriksa keadaan bawah, dalam keadaan yang gelap remang-remang, masih terpeta juga segala sesuatu yang berada di situ.
Letaknya tempat ini tidak tinggi. Dengan memusatkan semua tenaganya, bagaikan bulu ayam entengnya, ia sudah melompat ke sebuah jalanan kecil yang terbuat dari batu putih.
Ternyata, ia berdiri di atas jalan batu kecil itu. Si Kalong Wewe yang sudah diuber-uber, tidak berdaya, telah menjatuhkan diri kemari untuk meloloskan diri. Siapa tahu jalan darahnya telah ditotok orang dan dilemparkan ke atas kembali.
Koo San Djie mendongak ke atas, mengawasi tempat ia berdiri tadi. Mendadak, otaknya seperti mengingat suatu hal, sampai ia menjublek di tempatnya.
Jarak di antara jalan kecil ini dan atas tebing tadi biarpun tidak dianggap tinggi, paling sedikit juga di antara duapuluh meter lebih. Untuk melemparkan batu biasa saja ke atas sudah tidak mudah, apa lagi berat badan si Kalong Wewe yang hampir limapuluh kilo beratnya. Tapi anak kecil tadi dengan mudah telah melemparkannya sampai dua kali. Bukankah sangat janggal baginya. Lagi pula, dengan kepandaian si Kalong Wewe yang dapat menggetarkan dunia Kang-ouw, mengapa dengan semudah itu dapat ditotok jalan darahnya?
Dengan adanya bukti-bukti ini, pandangan terhadap kepandaian orang dari Lembah Merpati sudah menjadi semakin jelas. Karena ia telah menganggap sampai pada Lembah Merpati, maka ia tidak berani sembarangan menerobos ke dalam. Dengan hati-hati, diperhatikannya ke dalam tempat ini, setelah mendapat kepastian tidak ada suatu apa yang tersembunyi, baru dengan perlahan-lahan ia mengangkat langkahnya.
Tapi, mendadak suara anak kecil tadi berkumandang pula:
"Kau ini betul-betul seorang yang tidak mendengar kata. Akhirnya kau turun juga."
Dengan cepat Koo San Djie membalikkan badan, ternyata yang bicara ialah seorang perempuan yang berumur kurang lebih di antara tigabelas tahun.
Anak perempuan ini memakai baju yang berwarna dadu, dengan dua buah pita kupu-kupu di atas kepala, sepasang matanya bersinar terang dengan biji hitamnya yang tidak henti-hentinya memain. Mukanya yang berbentuk telor sangat menarik, dengan dihiasi oleh panca indranya yang serba tepat, semakin memikat hati.
Koo San Djie rada tidak percaya pada dirinya sendiri, dengan ragu-ragu ia bertanya.
"Apa kau yang melemparkan perempuan jahat tadi itu?"
Anak perempuan itu dengan heran menjawab:
"Kenapa? Ini sepasang siluman ada sangat menjemukan, setiap hari kerjanya hanya mengangkat-angkat tulang manusia saja dan membuat api setan. Bahkan sering main bunuh orang. Jika aku boleh keluar dari lembah, sudah lama aku usir mereka."
"Ha, kau mempunyai hubungan apa dengan Lembah Merpati ini?" tanya San Djie kaget.
Kali ini si gadis cilik yang dibuat kaget. Dengan tidak mengerti ia berkata:
"Apa? Lembah Merpati? di sini bukan yang dinamakan Lembah Merpati."
"Apa nama yang sebenarnya dari tempat ini?"
"Mari kau lihat!"
Setelah berkata begitu, si gadis cilik sudah membalikkan badannya, lenyap di belakang pepohonan. Membuat Koo San Djie yang melihatnya menjadi berdiri seperti terpaku.
Dari mulut lembah terdengar si gadis cilik meneriakinya:
"Bagaimana sih kau ini? Mengapa tidak mau datang melihat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Merpati - Chung Sin
FantasyCeritanya sederhana, tentang seorang Anak Angon (gembala) yang bernasib baik dan berjiwa asih berjuang untuk menegakkan keamanan dan keadilan di Sungai Telaga yang dikacaukan oleh Penguasa Lembah Merpati yang sangat lihay namun khianat. Di dalam men...