Kamu pernah bertemu kunang-kunang?
Ya mereka memang hidup berkelompok layaknya kunang-kunang yang lain.
Tapi ini berbeda.
Badannya tidak lebih besar dari bulir beras, sayapnya berwarna jingga layaknya senja di langit barat. Kedua sayapnya sanggup membawa tubuhnya menyentuh langit-langit. Suaranya juga sangat memekikan telinga bagi kamu yang tak terbiasa. Lebih hebatnya lagi setiap dari mereka selalu membawa kamera yang memiliki kekuatan luar biasa, mampu memotret kehidupan, tak ada lagi celah untuk menutup diri.
Suatu hari di masa dalam bilangan tahun. Mereka melewati atap-atap sebuah negeri yang terkenal dengan kedamaian, setiap orangnya ramah sehingga mendapat julukan Hunian Tanpa Masalah.
Ketika malam tepat berada di puncak, warga dikejutkan dengan suara-suara aneh di atas rumah-rumah mereka. Orang-orang tidak ada yang berani ke luar, memilih merapatkan diri dengan selimut dan menutup setiap celah agar sang pemilik suara tak mampu masuk.
Pagi-pagi buta saat penduduk siap dengan rutinitas keseharian dikejutkan dengan jalan-jalan mereka yang dipenuhi potret-potret yang menutupi permukaan jalan.
Tepat di mulut gang berdiri sebuah rumah mewah. Selama ini sang pemilik dikenali sebagai penulis. Buku-bukunya yang selalu membahas cara membina keluarga harmonis laris manis bak jamur yang hidup di musim hujan.
Rumah yang selalu damai itu kali ini memperdengarkan bentakan-bentakan yang berasal dari dalam kamar anak lelakinya. Dia sangat tidak senang dengan kebiasaan putranya yang baru saja diketahuinya.
"Ternyata selama ini kamu menonton bokep dengan laptop yang Bapak belikan."
"Kata siapa, mana ada."
"Ini buktinya," tunjuk Bapak menyerahkan beberapa gambar sang anak lelaki saat memegang kelamin dengan mata tertuju pada layar.
Sang anak tampak pucat, lalu berdiri di depan muka bapaknya. Tubuhnya lebih tinggi lantaran banyaknya asupan yang diberikan bapaknya selama ini.
"Bapak main serong dengan BiBi," teriak Sang Anak tak kalah nyaring.
Bapak mengerutkan kening diam mematung.
"Tanpa gambar-gambar ini aku pun sudah tahu," kata si Anak lagi sambil melemparkan beberapa potret yang menunjukan Sang Bapak menyetubuhi BiBi, pembantunya di rumah itu.
"Ini memang mendapat persetujuan Ibumu," aku sang Bapak, tak lagi dapat mengelak. "Ibumu tak dapat lagi melayani Bapak."
Para tetangga mulai dapat melihat foto-foto yang tergeletak di halaman rumah. Rasa simpati dan kekaguman kepada bapak itu pun sirna.
Di sudut sudut kota pun mulai hingar bingar, teriakan, umpatan yang selama ini menjadi barang langka bertebaran seperti hujan lebat. Tiada henti memisuh udara.
Sedangkan sang kunang-kunang aneh tidak mau peduli meski tidak memiliki kepentingan terus menerus memotret tempat-tempat yang dilewati. Dari beberapa mulut mengatakan bahwa kunang-kunang pembawa kamera itu berdiam di ceruk gua-gua purba. Di selisir ulir batu air, di antaranya galur kapur berselubung tirai marmer bening licin dan basah, di jelujur akar-akar kalsit bercabang di langit-langit stalaktit, kunang-kunang itu membangun sarang.
Malam ini di atas gubukku yang beratap daun sagu, kudengar cekikan mereka. Sinar-sinar dari kameranya berpendar mengelilingi gubukku ini. Aku tidak tahu kenapa mereka berkeinginan sekali memotret. Kuharap kamu tidak datang malam ini, aku sama sekali tidak berkeinginan melihat kehidupanmu, sebab bagiku dengan tidak mengetahui rahasia-rahasiamu mebebaskan aku menikmati setiap kerjapan bola matamu yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki DALAM Kata
PoetryMereka, kalian atau pun kamu. Mungkin ada di sini. Dengarkan baik-baik ucapan lidah lelaki ini. Hati-hati dapat menimbulkan efek baper. Cover by Jefischa