benarkah Senja benar-benar merindukan Pagi?

535 29 36
                                    

Angin pembawa berita itu. Waktu itu Angin singgah di rumah Pagi. Ia terbuai dan memakan waktu yang lama di sana. "Salah espressonya yang membuatku ketagihan," ujarnya sambil memasang wajah nyengir.

Memang benar, setelah menyesap seduhan kopi racikan Pagi ia menjadi lupa waktu. Maka ocehannya bergeser, dari masalah harga terasi yang makin melonjak hingga mengabarkan bahwa sehari sebelumnya ia bertandang ke tempat kediaman Senja.

Sejak itulah Pagi selalu memikirkan ucapan Angin, benaknya dijejali oleh pertanyaan bagaikan air mendidih yang mengekstrak bubuk kopi, menjadikannya larutan yang mengental.

Lalu aku pun berasumsi, apa ini hanya siasat Angin untuk dapat menikmati seduhan kopi Sang Pagi? Sehingga saban hari mampir dan menceritakan bahwa Senja merindukannya. Atau bisa jadi alasan Angin adalah agar ketika udara yang ia lewati penuh dengan cerita, sebab ia takut dilupakan. Dengan cerita-cerita aneh itu namanya menjadi tenar, tentu diingat oleh semesta raya.

"Aku melihat mata kejujuran, pun ucapannya tampak tidak ragu-ragu. Aku yakin yang disampaikan Angin itu benar," kilah Pagi saat aku mati-matian mengingatkannya bahwa tidak perlu menyesatkan akal apalagi menjungkir-balikan logika yang sulit diterima. Bukankah seorang pembohong berusaha mempercayai kebohongannya sendiri agar terlihat benar? Entahlah, aku tak ingin memikirkannya lagi, biarlah Pagi menikmati kebahagian dengan caranya sendiri, toh tetap saja ia selalu berkeinginan untuk dapat bertemu dengan Senja. Kemauannya itu sungguh sulit untuk diubah.

Lelaki DALAM KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang