Embun berkata pada pagi yang sudah tua, "Aku yang bersamamu saban hari."
Pagi menjawab dengan santai, "Aku hanya ingin bertemu dengan senja. Jangan recoki aku dengan bualanmu itu."
Embun mulai jatuh ke tanah, dengan susah payah berteriak. "Senja tidak akan menunggumu, dia pasti pergi bersama malam. Dan kau sudah tua, untuk apa masih berusaha mengejarnya."
"Tiak, tidak," kata Pagi yang tua itu. "Senja bukan pergi bersama Malam, tapi dia dilarikan oleh Malam."
"Apa pun itu, artinya sama saja," balas Embun yang mulai mengendap pada bulir-bulir tanah. "Kau tak akan pernah berjumpa dengan Senja."
Pagi yang tua terus bergerak dengan sempoyongan. "Diamlah, biarkan aku bahagia dengan caraku ini!"
"Bila suatu saat nanti aku menghilang dalam ingatanmu, masihkah kau berusaha untuk melupakanku?" Pertanyaan terakhir itu mampu diajukan Embun sebelum Matahari menggerusnya dan mengangkatnya menuju asal.
Pagi yang tua tersekat . Ia sudah benar-benar uzur. Pertanyaan itu kembali berteriak dalam benak. Embun yang selalu ada, tapi tak pernah sekalipun memedulikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki DALAM Kata
PoetryMereka, kalian atau pun kamu. Mungkin ada di sini. Dengarkan baik-baik ucapan lidah lelaki ini. Hati-hati dapat menimbulkan efek baper. Cover by Jefischa