Kutuk

198 18 5
                                    

Tadi siang aku mengawasi pertemuanmu dengan lelaki itu. Sakit, sakit sekali. Berasa nyilu.

Hingga sampai detik ini aku masih tidak mampu memahami caramu mencinta. Bagaimana bisa hadir  orang asing yang malah kau sebut cinta. Kau memilih untuk pergi dengan cara menyiksa, sementara kisah kita dibiarkan begitu saja; meninggalkan sisa.

Kau mendatangiku dengan tak acuh, meminta sebelah pihak menjauh. Aku terluka di saat cinta sedang utuh. Bagimu melepaskan adalah pekara mudah; seperti tak berdosa menciptakan keruh.

Kutahu, saat ini sedang menikmati luka. Pedih itu berasal dari diri sendiri, enggan melepas, berharap kau tetap ada. Persis, aku tengah merangkak mencari celah;  merusak bahagia yang kini kaucipta.

Aku melelahkan diri untuk tidak lagi ingin tahu dengan kesadaranku, lalu diam-diam mengirim rindu pada mimpimu, menganggu lelapmu di atas dada bidangnya. Hingga esok kau terbangun dicubit sepi. Mencari-cariku di bawah tempat tidurmu, meski kau letih mencariku hingga senja tak jua kau jumpai, sebab saat itu aku tengah berbahagia dengan cinta yang lain, hingga malamnya kau kedinginan dikutuk oleh rindu. Begitulah kata terlambat datang menyerangmu dengan sadis dan bengis.

Lelaki DALAM KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang