Harusnya mulutku disekolahkan, tentulah pandai memilah kata. Ah, wajar saja kamu murka untuk kemudian mengabaikan maafku yang terlambat mendatangimu. Aku tidak yakin kamu dengan sengaja mengunjungi lamanku ini, aku hanya berharap tulisan ini sampai padamu, entah bagaimana caranya, apakah itu lewat mulut orang lain atau kekhilafan ketidakwarasanmu di waktu-waktu yang sepi
Silakan kamu menganggapku sedang membela diri, toh bentuk pembelaan apa pun tidak akan mengubah warna hatimu. Palu keyakinanmu sudah diketuk dan kurasa harga diri tidak akan mengizinkanmu mencabut kesepakatan yang kau putuskan
Sungguh, aku tidak bermaksud merobek-robek luka itu. Kuakui caraku yang salah, gegabah memberikan pandangan, padahal tidak serta merta cara yang lazim kugunakan untuk orang lain bakalan ampuh untukmu. Aku lalai hal ini. Luput itu diandili oleh keegoisanku yang ingin masalahmu terselesaikan lewat perentara aku saja, lantaran keinginanku dapat berharga, berfaedah di matamu, juga peduliku yang berlebihan, takut kalau tawamu dimakan pilu
Apa pun itu, sekeras penolakanmu maka sekuat itu juga anggapanku bahwa kamu tetap orang yang sama saat kukenal dulu. Pria yang kupilih untuk berbagi tawa, juga segala macam rupa kesusahan. Terima kasih pernah bersedia merekayasa takdir Tuhan yang dikirimkan padaku, Teman
Dari lelaki yang sempat kamu anggap kawan dalam sepotong hidupmu
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki DALAM Kata
PoetryMereka, kalian atau pun kamu. Mungkin ada di sini. Dengarkan baik-baik ucapan lidah lelaki ini. Hati-hati dapat menimbulkan efek baper. Cover by Jefischa