2

8.3K 638 28
                                    

Pagi ini, hujan kembali turun, walaupun tidak terlalu deras. Beberapa murid SMA Negeri Nusantara Raya alias Smanusra kemungkinan besar datang terlambat karena dihadang oleh hujan. Sudah hukum alam.

Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk Rome. Ia sudah tiba di sekolah sejak pukul enam, padahal jam masuk sekolah adalah pukul 7.15. Ia memang selalu datang pagi.

Rome menelungkupkan wajahnya di antara kedua tangannya. Ia merasa sangat lelah, padahal masih pagi. Selalu seperti ini. Sesaat, ia teringat kejadian di rumahnya tadi pagi sebelum ia berangkat ke sekolah.

***

Rome menutup pintu kamarnya dengan perlahan. Ia dengan cuek berjalan santai melewati ayahnya dan seorang wanita yang tidak dikenalnya sedang berciuman di ruang keluarga. Pemandangan biasa. Mereka bahkan tidak menghiraukan keberadaan dirinya.

Rome menempatkan dirinya di atas kursi meja makan. Ia mengambil dua lembar roti dan mengoleskannya dengan selai cokelat. Ia juga menuang susu kotak rasa vanila kesukaannya ke dalam sebuah gelas kaca berukuran sedang. Ia memakan sarapan paginya walaupun tidak selera, sama seperti pagi-pagi sebelumnya.

Tiba-tiba, wanita yang tadi berciuman dengan ayahnya datang ke dapur dan mengambil jus jeruk dari dalam kulkasnya. Rome hanya melirik sekilas. Itu juga sudah biasa. Ia benar-benar tidak ingin peduli.

Namun ternyata, wanita seksi itu tidak langsung meninggalkannya. Ia menghampiri Rome dan duduk di atas meja, tepat di sebelahnya sembari menyilangkan kedua kaki jenjangnya yang tidak tertutup dress mini itu. Ia meminum jus jeruk yang tadi diambilnya langsung dari botolnya.

Rome hanya diam, tidak ingin meladeni wanita yang satu ini, menganggapnya tidak ada.

"Kamu ... anaknya Farhan?" tanya wanita itu.

Rome hanya mengangkat alisnya sebagai jawaban sambil terus mengunyah roti isi selai cokelatnya.

"Ganteng juga, kayak papanya," lanjut wanita itu seraya mencolek dagu Rome.

Rome meringis tak suka, lantas menjauhkan wajahnya. Jelas sekali, wanita di hadapannya ini sedang menggodanya.

"Kamu kok betah, sih, tinggal di sini? Saya tau orang tua kamu nggak pernah akur, dan mereka terang-terangan selingkuh di hadapan suami-istrinya sendiri, selalu bawa wanita atau pria lain ke rumah, bahkan tidur seranjang. Kamu kuat, ya? Salut saya."

Rome menghentikan kegiatan mengunyahnya. Ia memanas seketika. Ia tahu benar akan hal itu, namun ia hanya bisa diam. Lidahnya kelu. Rahangnya mengeras. Ia benar-benar tidak suka membicarakan hal ini dengan orang asing yang bahkan baru dilihatnya lima menit yang lalu.

"Kalau saya jadi kamu, saya bakal lebih milih kabur dari rumah, atau mati mungkin?" lanjut wanita itu, diakhiri dengan tawa yang seakan-akan meledeknya. "Tapi ... hm, untuk ukuran remaja seperti kamu ... saya punya tawaran pekerjaan yang bagus. Kamu ganteng, tinggi, tubuh kamu proporsional. Bayaran untuk kamu tiap jamnya bisa tinggi banget, lho. Tertarik? Jarang-jarang saya punya 'karyawan' anak SMA. Klien-klien saya pasti banyak yang berminat sama kamu."

Rome memutar kedua bola matanya. Ia tahu apa maksud perkataan wanita itu. Ia tidak akan pernah mau menerima pekerjaan "kotor" tersebut. Untuk itu, Rome memilih untuk tidak menjawab. Ia segera bangkit dan meraih tas ranselnya, meninggalkan roti isi selai cokelatnya yang masih tersisa setengah dan gelas susu vanilanya yang masih penuh. Ia menyampirkan tas ranselnya di bahu, lantas beranjak dari sana.

Wanita itu menatap punggung Rome sembari menyeringai, puas karena berhasil menggodanya.

***

Rome kembali pada dunianya yang sekarang ketika mendengar ocehan teman-temannya yang mulai ramai memenuhi langit-langit kelas. Rome tetap tidak bergeming dari posisinya. Ia memejamkan kedua matanya. Ia tidak benar-benar tidur, melainkan hanya melakukan itu supaya tidak ada yang mengganggunya.

BreatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang