"Samperin gak?"
"Samperin aja, kasian dia."
"Tunggu, emang dia beneran ditolak?"
"Ya lo liat aja sendiri. Carla tiba-tiba ngegeleng, terus nangis, terus pergi. Rome juga keliatan frustrasi. Apa lagi kesimpulannya kalo si Rome ditolak?"
Rava berusaha menulikan pendengarannya, tidak peduli terhadap perdebatan yang sedang terjalin antara Vigo, Raka, Dean, dan Alvin. Sherlyn dan Kinta pun hanya diam, enggan menimbrung pembicaraan. Satu-satunya yang Rava pikirkan saat ini adalah betapa hancurnya Rome setelah Carla menolaknya. Entah mengapa, ia jadi merasa bersalah, padahal jelas-jelas ini tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya.
Dan tanpa disangka-sangka, Rome datang menghampiri mereka dengan tampang lesu, membuat ketujuh remaja itu langsung terdiam.
"Gue mau balik duluan ya," ucapnya lirih, ketika sudah tiba tepat di hadapan ketujuh teman dekatnya. Ia tahu mereka pasti melihat apa yang baru terjadi tadi, namun ia tidak peduli.
"Jangan!"
"Eh, nanti aja!"
Tiba-tiba saja suasana langsung hening. Rava dan Dean bertatapan sejenak. Hanya mereka berdua yang secara bersamaan mencegah Rome untuk pulang. Sementara itu, Rome hanya menatap mereka datar, mengerti maksudnya. Ia tahu, Dean dan Rava pasti takut apabila Rome melakukan 'kebiasaannya' kembali di rumah jika ia pulang sekarang.
"M-maksud gue, nanti aja. Kita have fun aja dulu di sini. Masa lo mau pulang duluan sih?" Dean memperbaiki kata-katanya agar teman-temannya yang lain tidak curiga. Ia sempat bingung juga mengapa tadi Rava tiba-tiba juga mencegah Rome saat Rome mengatakan ingin pulang duluan.
"Mood gue lagi jelek, Yan. Udah ya, gue balik."
"Eh, apaan sih, Ro? Bener kata Dean, udah lah, kita have fun aja dulu di sini. Nih, makanannya masih banyak, sayang-sayang," Vigo ikut mencegah sembari menarik lengan Rome pelan, lalu merangkulnya.
"I-iya, bener. Kapan lagi kan OHS ngadain prom?" Rava menimbrung.
Rome menghela napas menghadapi ketujuh temannya ini yang sekarang seakan-akan sedang merayunya agar ia tidak pulang. Namun, mood Rome benar-benar buruk sekarang, hatinya hancur setelah Carla menolaknya. Ia tidak mau teman-temannya menjadi korban pelampiasan mood buruknya. "Hhh ... tapi—"
"Udah lah, Ro, santai aja kenapa sih? Ini prom terakhir kita lho di SMA. Kita belom foto berlima kan? Nih, minum dulu," Alvin mendekati Rome, memberinya segelas minuman dingin berperisa jeruk yang segar.
Rome hanya terdiam. Wajahnya masih datar. Akhirnya, ia menerima minuman yang disodorkan Alvin dan meneguk isinya, berusaha melupakan soal Carla. Teman-temannya benar, seharusnya ia have fun di sini, bukan malah sebaliknya.
Dan diam-diam, Rava bersyukur habis-habisan dalam hati karena Rome memiliki sahabat-sahabat yang sangat baik padanya dan mengerti dirinya, walaupun pada kenyataannya mereka tidak benar-benar mengerti keadaan Rome.
***
Beberapa menit setelahnya, prom night kembali berjalan dengan semestinya. Rava terus mengawasi Rome yang hanya diam. Tidak ada senyuman manis yang biasanya selalu menghiasi wajah rupawannya. Rome terlihat begitu 'mendung', membuat Rava iba sekaligus merasa sedikit kesal dengan Carla yang telah membuat seseorang yang disayanginya sesedih ini.
Dari kejauhan, bisa Rava lihat Rome yang berbicara sebentar dengan Dean, lalu pergi keluar dari ballroom. Kedua mata Rava terbelalak lebar. 'Rome mau ke mana? Apa jangan-jangan pulang?' batin Rava. Gadis itu meletakkan piring pudingnya di atas meja, lantas berlari-lari kecil, diam-diam mengikuti Rome dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...