Hari Selasa yang cerah, panas lebih tepatnya. Rava berdiam diri di pinggir lapangan, menatap anak-anak lelaki kelasnya yang sedang bermain sepak bola. Jam pelajaran olahraga tinggal lima belas menit lagi. Dan sekarang adalah waktu bebas untuk bermain-main sebelum berganti pakaian dan melanjutkan pelajaran di kelas.
Pandangan Rava tertuju kepada Rome yang mengenakan baju olahraga lengan panjangnya. Lelaki itu berlari dengan lincah sembari menggiring bola. Ia menendang bola itu ke arah gawang lawan dan meringis kecewa ketika tendangannya tidak menghasilkan goal. Bolanya malah mengenai tiang gawang, memantul kembali.
Kedua mata Rava menyipit. Kini kecurigaannya sudah di ubun-ubun. Ia yakin, pasti ada alasan tertentu mengapa Rome selalu mengenakan keatasan lengan panjang. Bahkan jika di kelas, ia tidak pernah membuka almamaternya, dalam keadaan paling panas dan gerah sekalipun. Jangankan membukanya, menggulungnya saja tidak pernah. Padahal seluruh murid di Olympus High School mengenakan kemeja lengan panjang di dalam almamater mereka dan mereka boleh membuka almamaternya ketika sedang tidak pada jam pelajaran atau ketika guru mengizinkan mereka.
"Rava, ganti baju yuk!"
Rava sedikit terkejut ketika Sherlyn tiba-tiba muncul dari belakangnya dan mengajaknya berganti baju. Rava hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian bangkit dan mengikuti langkah Sherlyn dan teman-teman perempuannya yang lain.
***
"Rav, ayo ke kelas! Eh, almet lo mana?"
Rava menoleh, menatap Sherlyn dan Kinta dengan tatapan memelasnya. "Almamater gue ketinggalan...."
Sherlyn dan Kinta terbelalak lebar. "Mampus lo, Rav. Hari ini kan ada pelajaran BK!" seru Sherlyn.
Rava meringis keras. Ia tahu itu—itulah masalahnya! Ia akan habis oleh guru BK jika tidak mengenakan almamater. "Haaaaa ... gimana iniii?!"
***
Rava memasuki kelasnya dengan lemas. Wajah galak Bu Ratna—guru bimbingan konselingnya alias BK—terus terbayang-bayang di pikirannya. Masa iya ia harus mendapat poin pelanggaran, padahal ia murid baru di sini?
Kelas sepi ketika Rava memasukinya. Sherlyn dan Kinta sedang ke kantin, ingin membeli minuman katanya. Rava berjalan menuju bangkunya. Ia melirik seseorang yang masih mengenakan seragam olahraga. Orang itu sedang meminum air mineralnya. Ia menatap Rava yang baru saja memasuki kelas.
"Almet lo mana?" tanya orang itu.
Rava menoleh, lantas menghela napas lemah. "Ketinggalan," jawabnya pendek, berusaha untuk terlihat biasa saja.
"Kok bisa?"
"Gue lupa. Kan pelajaran pertama olahraga, gue dari rumah langsung pake baju olahraga tadi," jawab Rava.
Rava terus berjalan ke arah tempat duduknya, lalu duduk di sana. Wajahnya kusut sekali. Ia tidak sadar bahwa Rome terus menatapnya, lalu berpikir beberapa saat sampai akhirnya ia meraih almamaternya sendiri yang terlipat rapi di atas meja. Lelaki itu melempar almamaternya hingga mengenai kepala Rava. "Aduh! Apaan sih, Ro?!"
Rome terkekeh pelan melihat wajah kesal Rava, lalu ekspresi gadis itu langsung berubah ketika menyadari benda apa yang mengenai kepalanya. "Pake aja almet gua. Hari ini ada BK, Bu Ratna masuk. Mampus lo kalo gak pake almet."
"Lah, nanti lo gimana? Gak mau, ah!" Rava menolak mentah-mentah, hendak melempar almamater itu kembali.
"Santai aja. Gua mah gapapa gak pake juga, gurunya kenal gua ini, udah sohiban sama gua," jawab Rome sedikit bercanda, lalu segera berjalan keluar kelas dengan seragam miliknya di tangannya. Mungkin ia ingin berganti baju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...