35

2.8K 273 5
                                    

Entah sudah berapa lama kedua manusia itu berdansa, mengikuti irama musik yang mellow. Suasana benar-benar berubah menjadi romantis untuk mereka yang memiliki pasangan. Selain dance floor, di Prom Night Party ini juga disediakan area untuk makan, minum, dan bermain game.

"Kamu capek ya?" tanya si lelaki—Rome. Si perempuan—Carla, menggeleng lemah. Ia menatap Rome yang lebih tinggi beberapa senti darinya, lantas tersenyum tipis. "Kok diem aja sih dari tadi? Hahaha." Rome memutuskan untuk menghentikan dansa mereka, berganti menggenggam erat kedua tangan Carla, menatapnya dalam.

Namun, Carla terus menghindari tatapan lelaki itu. 'Apa gue bilang sekarang aja ke Rome? Ya, gue harus jujur ke dia soal semuanya, dan ... ngelepas dia.'

"La."

"Ro."

Mereka sama-sama terdiam setelahnya. Carla menunduk, menahan senyum. Rome tertawa, lantas berkata, "Kamu duluan."

"Nggak, kamu aja duluan," Carla mempersilakan. Entah apa yang akan Rome katakan, ia tidak bisa menebaknya sama sekali. Sekilas ia menatap Rome kembali, kemudian menatap genggaman tangannya yang mengerat.

Rome berdeham pelan, kemudian berkata, "Aku mau ngomong sesuatu yang penting kali ini, bener-bener penting."

"Ngomong aja," balas Carla.

Carla sama sekali tidak tahu bahwa jantung Rome sudah berdegup berkali-kali lipat lebih keras sekarang. Lelaki itu menarik napas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. "Aku gak percaya kalo aku bakal ngomong kayak gini lagi ke kamu."

"Hm?" Carla menatap Rome, tidak mengerti dengan perkataannya.

"Mungkin kamu bakal ngerasa familiar sama ini."

"Ya?"

"Aku ngumpulin lagi keberanian aku selama bertahun-tahun untuk ini. Mungkin dulu kita sama-sama belum siap, terutama kamu. Tapi sekarang, kita sama-sama udah dewasa. Aku tau kamu, kamu tau aku. Kita saling tau perasaan masing-masing, terlepas dari hubungan kita sebagai sahabat."

'Nggak, Ro,' batin Carla. Firasatnya memburuk. Sepertinya ia tahu apa yang akan Rome katakan. 'Please, jangan. Tolong.'

"Aku tau aku bukan cowok yang romantis. Aku gak pinter ngomong dan ungkapin apa yang aku rasain. Aku sama sekali nggak berpengalaman soal cinta apalagi pacaran. Tapi satu yang aku tau, satu yang aku rasain selama bertahun-tahun ini; aku sayang kamu. Cuma itu satu-satunya perasaan yang aku kenal untuk kamu."

Carla serasa tertusuk hatinya mendengar pengakuan tiba-tiba Rome. Walaupun ia sudah tahu pasti bagaimana perasaan Rome padanya, namun tetap saja ia takjub dengan cara Rome menyatakan perasaannya lagi.

"Mungkin dulu aku pernah gagal karena aku masih payah banget dalam nyatain perasaan aku. Tapi untuk sekarang, aku udah pikirin ini mateng-mateng dari lama. Aku mungkin bukan cowok humoris kayak Raka atau cowok cool yang digilain banyak cewek kayak Vigo. Aku juga gak jago ngegombal kayak Alvin, atau cowok idaman penyayang keluarga kayak Dean. Aku cuma Rome, dan kamu kenal aku gimana. Aku sama sekali gak perfect, kekurangan aku banyak banget, dan kamu tau semua kekurangan itu.

"La, aku janji bakal perbaikin diri aku untuk kamu. Aku janji bakal berusaha untuk berhenti nyakitin diri aku sendiri demi kamu. Walaupun hidup aku kayak gini, tapi untuk kamu, aku janji bakal bikin kamu bahagia terus. Aku gak bakal nutup-nutupin apapun dari kamu.

"La, please, untuk kali ini, kamu mau kan terima aku bukan sebagai sahabat kamu? Let's build a perfect relationship, sempurnain aku," Rome menutup pernyataannya, menggenggam tangan Carla erat-erat. Ia menatap gadis itu dalam, memohon dengan sangat. "Tolong sempurnain aku, La," lanjut Rome. Lelaki itu mengecup pelan punggung tangan Carla dengan penuh kasih sayang, lalu menatapnya kembali, menunggu jawabannya.

BreatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang