Rome dan Carla duduk berdua di bawah pohon rindang di atas bangku panjang taman sekolah. Sudah hampir sepuluh menit mereka di sini, namun tetap tidak ada percakapan yang terjalin di antara keduanya. Bagi Rome dan Carla, begini saja sudah cukup.
"Ro." Suara Carla terdengar lirih memanggil Rome. Rome menoleh, menatapnya dengan pandangan bertanya. "Gimana kabar rumah?" tanya Carla hati-hati, sembari menatap Rome.
Rome terdiam. Jika Carla mulai bertanya 'kabar rumah', itu sama saja terdengar seperti gadis itu menanyakan kabarnya, terutama soal kebiasaannya. Rome menghela napas pelan, kemudian menjawab, "Cukup baik akhir-akhir ini."
Carla tersenyum. "Bagus dong. Beneran baik-baik aja kan?" Carla kembali memastikan.
Rome menunduk, menghindari tatapan Carla. "Kalo maksud kamu nanya begini karena pengen tau aku masih cutting atau nggak, aku gak tau jawabannya. Tapi beberapa hari terakhir ini, aku gak ngelakuin itu."
Carla tersenyum lega. Terjawab sudah pertanyaan tersiratnya. Rome memang akan selalu mengerti dirinya. Carla mengulurkan tangan kanannya. "Sini, coba liat."
Rome terkekeh pelan. "Kamu gak percaya?"
Carla mengedikkan bahunya. "Aku sekarang udah ada di deket kamu lagi, jadi siap-siap aja, setiap hari aku bakal cek keadaan kamu."
Rome kembali terkekeh, lantas mengulurkan sebelah tangannya, membiarkan Carla menggulung lengan bajunya. "Siap, Dokter."
***
Sementara itu, di kelas XII IPS 1....
"Rome lagi sama Carla, ye? Kita terlupakan," ujar Raka, sok sedih. Hal itu membuat sahabat-sahabatnya ingin sekali menempeleng kepalanya.
"Udah biasa itu mah, Ka. Ada gebetannya, ya si Rome bakal nempel mulu ke dia," tukas Dean sembari memainkan game di ponselnya. "Ah, shit! Game over!" rutuknya.
"Eh, tapi serius. Ini bakalan seru banget, Bro. Rome sama Carla kembali dipertemukan, di saat Rome mulai deket sama Rava," ucap Alvin tiba-tiba, sok menganalisis.
Kini seluruh mata tertuju kepadanya. Mereka larut akan pikiran masing-masing. "Emangnya Rome suka sama Rava?" celetuk Vigo.
Alvin menggeleng, "Bukan Rome, tapi Ravanya."
"Sok tau lo, Nyet." Dean menyeringai sembari meluruskan kakinya di atas meja. "Insting dukun lo itu kan suka melenceng jauh dari tempatnya, Vin."
"Tapi bener juga sih. Lo gak liat apa ekspresi Rava pas hari Jumat kemaren tuh yang kita ketemuan sama Carla di Turner Café? Dia langsung diem gitu kan?" timpal Raka, memutus aksi Alvin yang hampir saja menimpuk Dean dengan kotak bekal milik salah satu siswa. Yang lain mengangguk menyetujui. "Ayo, kita cari tau! Demi masa depannya Rome!"
"Yeu, mulai gila," celetuk Vigo. Raka yang sudah berbinar-binar redup lagi wajahnya. "Gak usah ikut campur masalahnya si Rome. Lagian kan sekarang Carla udah balik lagi. Kita gak tau ke depannya bakal gimana. Biarin aja. Terus, apa untungnya juga buat kita kalo tau si Rava suka sama Rome? Gua yakin 100%, Rome gak bakalan peduli, sama kayak dia nganggep cewek-cewek lain yang suka sama dia. Ide lo tuh gak berfaedah, kurang kerjaan, Ka."
Raka cemberut, lantas beralasan, "Gua kan kepo, Go. Lo tau kelebihan gua cuma ada di hal-hal yang gak berguna. Siapa tau gua nantinya bisa jadi kayak Sherlock Holmes, ye gak?" Raka menaik-turunkan alisnya, meminta persetujuan ketiga sahabatnya yang sama-sama mengalihkan wajah mereka, lelah dengannya.
"Bodo amat, Ka. Lo emang definisi nyata dari manusia tergabut sedunia. Udahlah, gua mau ke toilet dulu," tukas Dean, yang langsung berjalan keluar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...