Epilog

5.4K 267 21
                                    

"Ahahahaha, waktu itu kamu nangis gak berenti-berenti, aku jadi khawatir. Takut kamu pingsan gara-gara kebanyakan nangis," tawa sang pria memenuhi langit-langit balkon, puas melihat wanitanya berwajah masygul.

"Gak usah ketawa. Kamu sama temen-temen kamu aja tuh yang gila, kenapa sih surprise-nya bikin orang jantungan?" protes sang wanita.

Pria itu mengusap matanya yang sedikit berair karena kebanyakan tertawa. Walaupun kadang sang pria amat menyebalkan dan masih suka menjahilinya — sama seperti dulu, namun prianya tetap sama, orang yang hangat dan manis.

Keadaan kembali hening, hingga tiba-tiba, terdengar suara-suara asing di sekitar mereka. Kedua pasangan itu mengernyit, saling berhadapan, memasang pendengaran baik-baik.

"Ih, aku aja yang pencet belnya! Papa, gendong."

"Gak! Aku juga mau pencet belnyaaa! Papa, gendong aku ajaaa!"

"Kamu udah seling pencet bel, sekalang aku! Papa, gendooongg!"

"Nggaaaak!! Pokoknya aku! Papa, gendong, Papaaa!"

"Hansel bobok aja sana!"

"Hazel pulang aja sana!"

"JAHAT!"

"BIALIN!"

"Aduh ... udah dong, jangan main dorong-dorongan gini?! Sayang! Ini anaknya bilangin dong?!"

"Udah, biarin aja. Belom tonjok-tonjokkan ini."

Kedua pasangan itu langsung balik badan, berjalan cepat menuju pintu utama rumah mereka yang terdapat di lantai satu. "Kayaknya aku tau siapa yang dateng," ucap sang pria sembari tersenyum simpul, masih mendengar keributan kecil di depan pintu utama rumah mereka. Sang wanita di sebelahnya mengangguk, ikut tersenyum, membiarkan sang pria membukakan pintu untuk tamu tak diundang mereka.

Cklek!

Pintu pun terbuka, menampilkan beberapa orang di depan sana. Seluruhnya berwajah terkejut karena pintu yang tiba-tiba dibuka oleh sang pemilik rumah. Atensi mereka yang tadinya senyum-senyum melihat tingkah laku dua anak kecil di depan mereka langsung teralihkan, begitu pula dua anak kecil yang berumur sekitar empat tahunan — laki-laki dan perempuan — yang langsung menghentikan aksi dorong-dorongan mereka. Keduanya ikut menatap sang pria pemilik rumah, lantas si anak perempuan langsung berwajah sumringah.

"OM LOMEEEEEE!!!" teriak si anak perempuan yang langsung menghambur memeluk kaki jenjang sang pria pemilik rumah. Rome.

Rome tertawa lebar, membawa gadis kecil berambut ikal itu ke gendongannya, memeluk dan mencium pipinya dengan penuh kasih sayang. "Halo, Sherlyn kecil. Apa kabar?"

"Kangen Om Lomeee..." gadis itu memeluk Rome dengan erat, membuat orang-orang yang menatap mereka tersenyum. Atensi Rome segera kembali ke beberapa orang di hadapannya yang masih berdiri. "Eh, kalian kok dateng gak bilang-bilang sih? Masuk, masuk!" ucapnya, mempersilakan. Orang-orang itu—sahabat-sahabat lamanya—segera memasuki rumah Rome satu-persatu. Mereka saling bersalaman, ber­-cipika-cipiki, dan saling menanyakan kabar satu sama lain. Mereka duduk di ruang tamu rumah Rome yang luas. Tawa dan canda mewarnai langit-langit ruangan itu.

"Wah, jadi lo mau married, Vin? Anjaaayy! Akhirnya Alvin melepas masa lajang," goda Rome ketika ia menerima sebuah kartu undangan yang disodorkan oleh Alvin, salah satu sahabatnya. Alvin hanya tersenyum malu-malu, membuat sahabat-sahabatnya yang lain makin mengolok-oloknya. Sementara itu, Hazel dan Hansel—anak kembar dari Vigo dan Sherlyn—nampak bermain-main dengan dua ekor kucing milik Rome dan Rava—istrinya—di salah satu pojok ruangan.

BreatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang