Sehari menjelang Prom Night Party-nya Olympus High School. Semua murid bersiap-siap menyambut hari esok, termasuk Rome, Vigo, Dean, Raka, dan Alvin. By the way, sudah sejak hari Rabu Rome menginap di rumah Dean. Kamis pagi, Rome meminta Dean untuk mengantarnya ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil seragam, tas, dan motornya. Dean sempat merutuk karena dibangunkan pagi-pagi sekali oleh Rome. Sehabis pulang sekolah juga Rome mampir ke rumahnya hanya untuk mengemasi pakaiannya, untuk kemudian dibawa ke rumah Dean kembali. Dan masalah luka-luka Rome yang tak sengaja Dean lihat … lelaki itu benar-benar menutup mulutnya dan tidak lagi membicarakannya. Ia bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Namun pada kenyataannya, Dean selalu kepikiran akan hal itu. Ia khawatir dengan sahabatnya yang satu itu, namun ia sadar ia tidak bisa berbuat apa-apa. Rome tidak akan suka bila Dean mengungkit-ungkit masalah luka-luka di kedua lengannya, ia tahu itu.
“Ro, hari ini lo mau nginep di rumah gue lagi? Besok kita bisa barengan ke prom kalo gitu,” Dean bertanya di sela-sela makan siangnya bersama keempat sahabatnya.
Rome yang sedang mengaduk semangkuk bakso di hadapannya menghentikan gerakannya, berpikir sebentar. ‘Dari kemaren gue udah ngerepotin Dean banget. Gimana ya?’ batin Rome. Sementara itu, Vigo, Raka, dan Alvin memandang mereka berdua bergantian, tidak mengerti situasinya.
“Emangnya udah berapa hari lo nginep di rumah Dean, Ro?” tanya Vigo sebelum menyuapkan sesendok mie goreng ke dalam mulutnya. Sebenarnya ia hanya iseng bertanya, namun di pendengaran Rome, pertanyaan Vigo seakan-akan mengintimidasi dirinya yang akhir-akhir ini sedang sensitif terhadap segala hal.
“Dari Rabu,” jawab Rome pendek. Vigo hanya ber-oh pelan. Dean memutuskan untuk tidak berkomentar.
“Emangnya ada apaan sih kok pake nginep segala? Gak ngajak-ngajak lagi,” tukas Alvin, yang langsung disetujui oleh Raka.
Rome terdiam. Vigo, Raka, dan Alvin memang tidak mengetahui sebab mengapa Rome menginap di rumah Dean. Hanya Dean yang tahu, itu pun tidak tahu sepenuhnya, karena Rome hanya berkata padanya bahwa ada masalah di rumah dan itu menyebabkan dirinya tidak ingin berada di rumahnya untuk sementara.
Sadar suasana, Dean pun akhirnya memutuskan untuk menjawab pertanyaan Alvin, “Iseng aja kali. Kangen dia sama gue, pengen bermalem sama gue katanya, hahaha. Lo pada kalo mau nginep juga ayo aja. Besok kita ke prom bareng-bareng.”
“Ogah. Gue kan bareng Sherlyn. Sorry ye, gue bukan jomblo,” tukas Vigo cepat, yang langsung disoraki oleh Dean, Alvin, dan Raka. Rome hanya diam, tersenyum-senyum menyadari betapa mudahnya sahabat-sahabatnya teralih perhatiannya. Ia diam-diam bersyukur akan hal itu.
***
Sementara itu di kelas XII IPS 1….
Rava sedang asyik mendengarkan musik lewat earphone sembari menyalin catatan PKN di buku tulisnya ketika tiba-tiba seseorang mendekatinya, berdiri di sisi mejanya. Rava melirik ke sampingnya, lantas menengadah, menatap wajah seorang gadis cantik sembari melepas sebelah earphone-nya. “Eh, Carla. Kenapa?”
Carla menatap Rava dengan tatapan serius, kemudian menjawab, “Ada yang mau gue omongin ke lo. Bisa ikut gue sebentar?”
***
Rava memilin jari-jemarinya sembari menundukkan kepala. Sudah lebih dari lima menit ia dan Carla duduk bersebelahan di bangku taman sekolah, namun Carla tak juga buka suara. Rava tidak akan memulai percakapan duluan, karena yang ingin berbicara padanya Carla. Entah mengapa Rava menjadi sedikit gugup. Ia benar-benar tidak bisa menebak apa yang akan Carla bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...