3

7K 527 10
                                    

Para penghuni XII IPS 1 segera duduk di tempat masing-masing ketika Bu Arina—wali kelas mereka—memasuki kelas dengan tampang tegasnya seperti biasa.

"Ah elah, matematika gua belom kelar lagi! Kok dia cepet banget, dah, masuknya? Pelajaran pertama matematika, kan? Bukan sosiologi?" Vigo merutuk habis-habisan. Terselip nada panik di suaranya itu. "Gua lanjutin ajalah."

"Jangan, Bego. Diliatin lu sama Bu Arina. Nanti aja lanjutinnya." Rome menahan buku PR matematikanya yang hampir dibuka oleh Vigo. Vigo menatap Rome dengan wajah memelasnya. "Nanti, Go. Daripada lo kena sama Bu Arina? Gua gak mau, ya, buku PR matematika gua jadi korban juga. Nanti lo boleh nyontek gua, tapi nanti."

Vigo cemberut lucu, yang sejujurnya jadi menyeramkan karena wajah garangnya. Hanya Sherlyn—pacarnya—yang bilang bahwa Vigo itu menggemaskan. 'Boro-boro ngegemesin. Geli,' batin Rome, menghujat Vigo habis-habisan dalam hatinya. "Gak usah cemberut! Sok imut banget lo. Gua gak pinjemin, nih?" ancam Rome dengan suara rendah, takut kena omel Bu Arina karena rusuh sendiri.

"Iye, iye..." jawab Vigo pasrah, lantas tersenyum (sok) imut.

'Lebih geli lagi gua, anjeng!' batin Rome, namun memutuskan untuk tidak meladeni sahabatnya yang satu itu. Ia hanya menunjukkan wajah nyinyir-nya yang membuat Vigo harus menahan tawa.

"Selamat pagi, Anak-Anak!" sapa Bu Arina, menatap seluruh penghuni kelas dengan kedua mata tajamnya yang dilapisi kacamata persegi.

"Selamat pagi, Bu!" jawab murid-murid serempak.

"Pagi ini Ibu ingin meminta waktu kalian sebentar. Ibu ingin memberikan sebuah pengumuman penting untuk kalian semua," lanjut Bu Arina. Murid-murid tetap diam, menunggu kelanjutan kalimat Bu Arina. Terlebih karena mereka tidak ingin kena omelannya yang dahsyat. "Hari ini kelas kita kedatangan siswi baru!"

Kelas riuh seketika. Mereka bersiul-siul menggoda.

"Wuidiiih canggih, nih, laki-laki apa perempuan, Bu?" Raka nyeletuk, membuat Vigo menendang bangkunya dari belakang.

"Ya ceweklah, Goblok! Bu Arina kan bilang 'siswi', bukan 'siswa'," hardik Vigo. Yang lain tertawa, ikut meledek Raka yang hanya memamerkan cengiran konyolnya. "Malu-maluin gua aja lo, Nyet."

"Off-in aja, dah, Go dia. Aktifin airplane mode kalo perlu." Rome di sebelahnya ikut mengompori, seakan-akan Raka adalah sebuah smartphone.

"Nggak. Pengennya, sih, gua banting aja langsung biar caur," jawab Vigo.

"Tau-tau mesinnya mesin Nokia, gak jadi caur, dah," balas Rome lagi, lantas menahan tawa.

"SUDAH, SUDAH! Vigo Ares Aldebaran, jaga bicara kamu, ya! Kasar sekali. Romeo, tidak usah meladeni Vigo. Paham? Jangan ribut!" omel Bu Arina. Vigo dan Rome langsung diam, buru-buru mengangguk dan menegakkan tubuh. "Ya sudah, langsung saja, ya. Nak, silakan masuk." Bu Arina mempersilakan seseorang di luar sana untuk masuk ke dalam kelas.

Murid-murid sebagian menahan napas, saking penasarannya dengan wujud teman baru mereka. Seorang gadis berambut kecokelatan dan panjang-lurus sepunggung memasuki kelas dengan canggung. Tubuhnya mungil dan wajahnya kecil, dengan kedua matanya yang juga kecokelatan, tajam, dan indah. Jika kau melihatnya, maka sudah pasti kau akan langsung teringat dengan sepasang mata kucing. Selain itu, terdapat tahi lalat kecil di bawah mata kirinya. Secara fisik, gadis itu terlihat manis dan menggemaskan.

"Whoa ... lumayan, Men!" Raka menoleh ke belakangnya, tepatnya ke tempat duduk Vigo dan Rome. "Lucu."

"Lucuan Pigletnya gua," jawab Vigo cepat.

"Gua tau lo bakal bilang gitu, Nyet. Ro, manis, Ro." Raka beralih ke Rome yang terlihat biasa-biasa saja.

"Dia gak tertarik sama cewek, Bego," potong Vigo, yang hanya dibalas oleh tawa ringannya Rome.

BreatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang