53

3K 267 18
                                    

Rome memarkirkan motornya di parkiran tak jauh dari warung kopi Bang Ipul. Ya, sore ini ia memutuskan untuk nongkrong bersama sahabat-sahabatnya dan anak ZC lainnya di basecamp ZC. Sudah lama ia tidak mampir kemari. Rindu rasanya. Lagipula, ia juga ingin menghibur diri dan memperbaiki mood-nya akibat kejadian di parkiran sekolah tadi. Setelah memastikan Rava telah memasuki rumahnya, Rome segera melaju ke basecamp kebesaran Zeus Colony alias ZC.

"Woy, Rome! Ke mana aja bege lu, pulang sekolah ngilang," seru Alvin ketika melihat Rome berjalan mendekati mereka sembari menyampirkan jaket berlogo ZC di pundaknya. Memang saat tadi di sekolah, Alvin, Vigo, Raka, dan Dean langsung meluncur keluar dari ruangan ujian dengan wajah sumringah, menyambar tas-tas mereka, lantas berlarian menuju parkiran, berangkat duluan ke basecamp ZC, tidak menyadari salah satu sahabat mereka tidak bersama mereka.

Rome ber-high-five dengan anggota ZC yang ada di sana sebelum menjawab pertanyaan Alvin, "Lo pada ninggalin gue, Setan. Lagian gue juga nganterin Rava pulang dulu tadi." Wajahnya mendadak muram saat menyebut nama 'Rava', kembali teringat kejadian tadi di sekolah. Pun saat tiba di depan rumah Rava, gadis itu sama sekali tidak berkata apa-apa, bahkan gadis itu tidak menatapnya. Ia hanya turun dengan cepat dari motor Rome, lantas melepas helmnya dan berjalan ke dalam rumahnya, tanpa menoleh lagi, membuat mood Rome semakin memburuk.

Mendengar jawaban Rome, sontak teman-temannya — tidak hanya keempat sahabatnya, menatapnya dengan tatapan menggoda sekaligus menyelidik.

"Cia, siapa tuh Rava? Gebetan baru?" goda Ghazi, salah satu anggota ZC yang dulu mengalahkan Rome dalam balapan motor, yang menyebabkan Rome, Vigo, Dean, Raka, dan Alvin harus menanggung malu berpakaian seperti maid wanita akibat taruhan konyolnya Alvin dan Faren — ketua ZC.

Rome hanya tersenyum tipis, kemudian mengangkat bahunya, tidak selera menjawab.

"Pacarnya, Zi," Vigo yang menjawab, yang langsung mendapat pelototan gratis dari Rome, namun tidak terlihat seram sama sekali karena Rome melakukan itu sambil menahan senyumannya.

"Belom pacaran anjer, Go," tambah Raka. Lagi-lagi Rome hanya diam, tidak ingin menanggapi. Ia segera duduk di sofa bututnya basecamp ZC, di antara Ghazi dan Vigo. "Gimane sih, dikasih harapan mulu, tapi gak ditembak-tembak. Hiya," lanjut Raka, sengaja benar menyulut Rome.

"Tau, anak orang digantungin mulu kek jemuran. Keburu diambil yang lain baru tau rasa lo," celetuk Dean dengan kejamnya.

"Eh, apaan dah," akhirnya Rome bersuara, tersulut kata-kata kejamnya Dean. Hal tersebut tentu mengundang sorakan godaan teman-temannya yang lain.

"Makanya, kalo gak mau dia diambil orang, lo harus ambil langkah cepet, Ro," Alvin sok iya menasihati.

Rome terdiam beberapa saat. Entah mengapa, untuk berkomitmen lebih dengan Rava dalam suatu hubungan khusus masih membuatnya ragu hingga kini. Sebenarnya ia sudah memikirkan soal itu, namun entah mengapa keraguan terus-menerus datang kepadanya. Sejujurnya, ia masih terbayang-bayang kenangan lamanya. Ia trauma dalam menyatakan cinta untuk wanita. Agak konyol memang, namun Rome takut Rava akan menolaknya sama seperti apa yang dilakukan Carla dulu. Ia tidak siap dengan hal itu.

"Ro, sekarang gini deh. Jujur sama perasaan lo sendiri. Lo suka gak sih sebenernya sama Rava?" Raka menegakkan tubuhnya, memandang Rome serius.

Keadaan hening seketika, dan Rome membenci itu. Ia lebih memilih teman-temannya ramai mengolok-oloknya daripada suasana sepi seperti ini. Mereka semua menunggu jawabannya.

Sebenarnya, Rome amat mengenal perasaannya kini untuk Rava. Rasanya aneh jika sehari saja ia tidak melihat wajah manisnya. Ia akan merasa ada yang hilang jika sekali saja gadis itu tidak membalas chat-nya. Ia ingin terus membuat gadis itu tersenyum dan tertawa. Dan tentu saja, yang paling penting, naluri untuk selalu melindunginya. Rome ingin terus menjaganya. Sama seperti apa yang dirasakannya dulu kepada Carla. Namun, ia merasa yang sekarang lebih kuat dan memengaruhinya. Dan ia takut dengan perasaannya sendiri. Apakah ia sudah benar-benar jatuh ke Rava?

BreatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang