"Ssstt!"
"Apaan?"
"Kenapa dia?"
"Hah?"
"Gila kali."
"Ketular lu."
"Monyet."
"Hahaha, bukan gua yang ngomong."
Rome melirik sahabat-sahabatnya yang sedang menatapnya secara bersamaan, lantas berbisik-bisik satu sama lain, membicarakannya, di hadapannya sendiri. "Lo pada kalo ngegibah jangan di depan orang yang digibahin apa?" protes Rome, tanpa menghentikan kegiatan menggambarnya.
Keempat pemuda itu menghela napas bersamaan, kompak sekali mereka, lantas Dean nyeletuk, "Lo kenapa bege, Ro? Senyam-senyum sendiri dari tadi. Serem, anjir."
Rome menatap Dean, kemudian tersenyum lebar. "Karena gua lagi bahagia."
"Bego. Alesannya kenapa? Kemasukan setan rooftop lu ya?" balas Dean, curiga.
Rome menggeleng cepat. "Banyak mengkhayal lu, Hantu. Lebih baik beribu-ribu kali lipat daripada itu."
"Kalo senyam-senyum ngajak-ngajak apa, Ro," protes Alvin.
Rome beralih ke Alvin sembari tersenyum lebar. "Ayo, Alvin, ikutin gua senyum kayak begini, ayo."
"Jatohnya lo kayak peliharaan bego, Vin," celetuk Vigo. Alvin yang tadinya mengikuti senyuman Rome lantas cemberut menyadari perbuatan bodohnya dan langsung menjitak kepala Vigo. "ARGH! Monyet."
Rome tidak memedulikan sahabat-sahabatnya yang kini malah bercanda-ria, membicarakan topik dengan random-nya. "Ehm, Guys," panggil Rome, membuat keempat lelaki itu serempak menatapnya. "Jumat minggu depan, habis pulang sekolah, kosongin jadwal kalian, ya?"
"Ngapain? Gua mau nongkrong," balas Vigo cepat.
"Iye, mau ngapain dah? Perasaan ultah lo masih lama, masa mau nraktir kita-kita duluan?" sambung Raka dengan percaya dirinya.
Rome langsung memasang wajah datar. "Ikutin aja udah. Ada sesuatu yang spesial yang harus kalian tau."
Mau tak mau, keempat pemuda di hadapan Rome itu pun mengangguk, menyetujui. Entah sesuatu spesial yang seperti apa yang dimaksud Rome.
***
Selama beberapa hari ini, hari-hari Rome diliputi oleh kebahagiaan. Ia sungguh tidak sabar menunggu hari Jumat, dan sekarang sudah masuk hari Kamis. Besok. Ya, besok ia akan bertemu dengan Carla yang amat ia rindukan!
Rome melangkah keluar kelasnya dengan riang. Akhir-akhir ini pun ia tidak menyentuh 'benda-benda' rahasianya. Tidak ada luka baru lagi, hanya bekas dari luka-luka yang lalu-lalu. Orang tuanya pun selalu pulang larut beberapa hari belakangan, jadi tidak ada waktu untuk mereka bertengkar. Itu sudah lebih dari cukup bagi Rome yang selalu menginginkan kedamaian, walaupun hal itu belum bisa dikatakan sebagai kedamaian sama sekali. Mereka masih suka membawa pria atau wanita lain, dan Rome tidak peduli lagi. Itu bukan urusannya, dan Rome membenci mereka semua.
Di luar kelas....
"Ih, kok gitu sih, Ma? Ya Mama kan bilang sendiri kalo hari ini Mama yang jemput Nabilla di rumah nenek! Ya Allah ... terus gimana? Aku mau istirahat Ma hari ini, gak bisa jagain Nabilla main di rumah. Besok aku ada PR dan belum selesai, aku mau kerjain sore ini juga karena PR-nya lumayan banyak. Mama atau papa gak bisa gitu jemput Nabilla habis pulang dari kantor? Ya gapapa kemaleman, paling Billa juga udah tidur pas Mama atau papa dateng, jadi tinggal gendong aja bawa ke mobil. Ih, ah elah. Ck, terserah deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...