"KAN GUA UDAH BILANG, JANGAN GANGGUIN DIA! LO TOLOL APA GIMANA?!"
Ghazi menatap Rome dengan kedua mata terbelalak — kaget, tentu saja. Begitu pula anak-anak ZC lainnya yang langsung menghambur ke arah mereka, bermaksud melerai.
"BANGUN LO, BAJINGAN!!!" teriak Rome. Lelaki itu menarik kerah baju Ghazi, memaksanya berdiri.
"RO, UDAH, RO!!!"
"ROME, GHAZI BERCANDA DOANG!!!"
"PISAHIN WEH PISAHIN!!!"
"ANJIR, ITU PEGANGIN WEH!!!"
Rava meremas rambutnya frustrasi. Ia mundur beberapa langkah ke belakang. Dunia seakan-akan bergerak slow motion di kedua matanya kini. Suara-suara keras itu bersahut-sahutan, membuatnya pening. Kini, ia sama sekali tidak mengenal siapa lelaki yang ada di depan sana; yang beberapa saat yang lalu ia pegang dengan erat lengannya. Entah ke mana perginya tatapan hangat Rome, karena sekarang tatapan yang ia lemparkan untuk Ghazi benar-benar menyeramkan, membuat bulu kuduk merinding.
"ROMEO, TENANG, RO!!!" Vigo berusaha menahan tubuh Rome, tapi apa daya, Rome langsung menepis tangan — bahkan tubuh Vigo dengan kuat, membuat lelaki itu hampir terjatuh karenanya.
"MAJU LO, BERENGSEK!!!" teriak Rome. Lelaki itu membabi-buta, lagi-lagi menarik kerah Ghazi dan melemparkan sebuah tinju, telak mengenai hidungnya.
"BAJINGAN! OKE, GUA LADENIN KEMAUAN LO!!!" Ghazi hilang kesabaran. Tadinya ia terlihat sama sekali tidak mau menyerang, namun kini ia sudah menyiapkan ancang-ancang akan menyerang Rome balik. Teman-teman mereka yang lain pun nampak kewalahan melerai mereka, karena entah mengapa tenaga keduanya begitu besar untuk menghalau yang lainnya.
'Aduh ... kenapa jadi begini?! Aaa ini gimana?! Gue harus apaaa?!' Rava berteriak dalam hati. Gadis itu menahan teriakannya, menutup rapat mulutnya dengan kedua tangannya ketika melihat Ghazi melemparkan tinju kerasnya ke wajah Rome, membuat lelaki itu limbung.
Perkelahian itu terus berlanjut. Rava benar-benar tidak bisa berpikir jernih, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Apalagi ketika Ghazi melompat ke arah Rome, membantingnya ke tanah dengan keras, menduduki perutnya, lantas memukuli wajahnya berkali-kali. Tidak ada yang bisa menghentikannya, bahkan Faren sekalipun, sang ketua ZC yang sekarang sedang berusaha menarik-narik Ghazi agar menyingkir dari tubuh Rome.
Setelah sekian lama membiarkan Ghazi memukuli wajahnya, Rome segera berbalik, membanting Ghazi ke tanah saat ia rasa lelaki itu mulai melemah. Kini, gantian Ghazi yang berada di bawahnya. Mereka terus berguling-guling di atas tanah, saling memukul, menghindar, bahkan mencekik.
Rava menutupi seluruh wajahnya. Tubuhnya gemetar hebat. Ia tidak kuat melihat perkelahian seperti ini, apalagi Rome yang berkelahi. Perlahan namun pasti, air matanya keluar. Gadis itu terisak tertahan. "Hiks, berhenti ... gue mohon, berhenti...." Tidak ada yang mendengar suaranya, tentu saja. Ia bahkan tidak memiliki keberanian untuk berteriak, berseru agar Rome dan Ghazi menghentikan perkelahian mereka. Suaranya tercekat.
"BERHENTI, GOBLOK!!! GUA BILANG BERHENTI!!!" teriak Faren di depan sana. Dengan sekali tarikan yang kuat, ia berhasil membuat Ghazi terpelanting ke samping, tidak lagi menduduki perut Rome dan memukuli wajahnya berkali-kali.
Keadaan hening seketika. Rome dan Ghazi sama-sama tersengal, begitu pula Faren dan anak-anak ZC lainnya yang sejak tadi berusaha melerai mereka.
"KAYAK BOCAH LU BERDUA BERANTEM CUMA GARA-GARA CEWEK! NGOTAK!" sentak Faren. "APA?! MAU BERANTEM LAGI?! SILAKAN! SATU LAWAN SATU, SAMPE DI ANTARA KALIAN ADA YANG MATI. GUA DAN YANG LAEN BAKAL LIATIN, GAK ADA YANG BOLEH LERAI. BIAR TAU SIAPA YANG PALING JAGOAN," lanjut Faren, tidak menurunkan intonasi suaranya sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...