Keesokkan harinya dan hari berikutnya lagi, Rava tak kunjung menampakkan dirinya di hadapan Rome. Hal itu membuat Rome kebingungan dan bertanya-tanya, di manakah Rava berada? Mengapa gadis itu tidak lagi menjenguknya di rumah sakit? Dan setiap ia mencoba untuk menghubungi Rava, gadis itu hampir tidak pernah meresponnya. Pernah sekali Rava mengangkat telepon dari Imelda, dan saat itu Rava mengatakan bahwa ia sedang sibuk mengerjakan tugas sekaligus banyak acara keluarga.
Namun entah mengapa, Rome meragukan alasan itu.
Apakah ia merindukan gadis itu?
"ASSALAMUALAIKUM!!!"
Rome yang sedang melamun sembari menatap jendela ruang rawat inapnya terperanjat kaget ketika keempat sahabatnya — Raka, Vigo, Dean, dan Alvin — muncul tiba-tiba, membuka pintu ruang rawat inapnya dengan keras dan berseru heboh.
'Anjir, gak tau diri ni bocah-bocah gemblung,' ucap Rome dalam hati, masih deg-degan. Walaupun begitu, ia tetap menjawab salam mereka yang sekarang malah tertawa cekikikan, entah apa sebabnya. "Waalaikumsalam...."
"ANJIR, ALVIN HAMPIR KEJEPIT DI LIFT, ANJIIIRR! HAHAHAHAHAHA!!!" Raka masih terus tertawa. Anak itu bahkan sampai terjatuh lemas di atas sofa, menunjuk-nunjuk wajah memelas Alvin yang hampir menimpuknya dengan sandal gunungnya.
"GOBLOK DAH, DILIATIN BEGO LU TADI SAMA IBU-IBU," sambung Vigo. Jarang sekali lelaki itu tertawa selepas ini.
"BIARIN ANJIR, BIARIN. MUMPUNG LAGI DI RUMAH SAKIT, JADI KALO KENAPA-KENAPA LANGSUNG MASUKIN AJA KE ICU," sambung Dean.
Alvin — yang memang mendapat predikat sebagai anggota yang paling ter-bully versi sahabat-sahabatnya hanya tertawa lemas, kembali mengingat bagaimana tadi ia hampir terjepit pintu lift gara-gara Raka menahannya masuk lift sampai ia berteriak heboh 'ANJIR MATI GUA WOE TOLONG' dengan keras, hingga membuat orang-orang yang lewat di sekitar mereka ikut panik.
"Goblok banget Raka, hampir mati gua," ucap Alvin. Lelaki itu sebenarnya sangat parno dengan yang namanya lift. Ia trauma karena sewaktu kecil pernah terjebak sendirian di dalam lift yang rusak. Untung ia segera diselamatkan. Sejak saat itu, ia tidak pernah berani naik lift sendirian.
Dan sahabat-sahabatnya yang tahu benar ketakutannya itu malah menjahilinya. Dasar teman.
Rome tersenyum-senyum menatap sahabat-sahabatnya yang masih memakai seragam sekolah yang kini malah asyik sendiri. Bercanda-ria, tertawa, saling memaki satu sama lain. Sejenak melupakan keberadaannya dan niat awal mereka untuk menjenguk Rome.
Bahkan mereka lupa kalau sekarang mereka berada di rumah sakit.
"Eh, udah, udah, ini rumah sakit, anjir. Gak tau diri banget lu pada," celetuk Raka. Padahal dia yang paling keras tertawa. "Hehehe, halo, Rome," sapa Raka ketika pandangannya bertemu dengan Rome yang masih tersenyum menatap mereka.
"Hm. Udah puas bercandanya?" sindir Rome, yang hanya dibalas cengiran oleh keempat pemuda itu. Raka, Vigo, Dean, dan Alvin langsung menghampirinya, ber-high-five dengannya.
Beberapa menit ke depan, yang mereka lakukan hanya mengobrol ringan seputar sekolah, ZC, dan kegiatan sehari-hari Vigo, Raka, Dean, dan Alvin. Mulai dari yang tidak penting sampai yang sangat tidak penting mereka bicarakan, membuat Rome sedikit terhibur dan sejenak melupakan soal Rava.
"Oh iye, Ro. Lo keluar dari rumah sakit kapan dah? Akhir bulan udah UAS semester ganjil tau, dari tanggal 25 November sampai 6 Desember," Dean akhirnya memulai topik yang lebih waras dibandingkan topik sebelumnya yang membicarakan mengapa Mr. Krab yang seekor kepiting mempunyai anak seperti Pearl yang seekor paus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...