Sudah hampir seminggu Rome duduk sebangku dengan Rava. Dan terbukti, Rome memang tidak menyusahkannya. Rava baru tahu kalau Rome itu pintar dan rajin sekali mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Rava saja terkadang malas sekali mengerjakannya. Ia akan berhenti mengerjakan tugasnya jika sudah malas, dan Rome akan menceramahinya, "Jangan males-males, lo udah kelas 12, mau ngejar PTN, kan? Kerjain sekarang selagi ada waktu, jangan dientar-entarin. Ada yang gak ngerti emangnya? Sini, biar gua ajarin materi yang gak lo pahamin."
Dan setelahnya, Rome benar-benar mengajarinya materi yang tidak atau kurang ia pahami, di berbagai mata pelajaran. Awalnya, Rava mengira bahwa Rome hanya sedang menjaga pencitraan dirinya, karena biasanya tipe-tipe seperti Rome tingkahnya memang seperti itu. Awalnya, ia juga mengira Rome adalah salah satu anak yang suka berbuat onar di sekolah ketika ia mengetahui Rome bergaul dengan anak-anak yang rusuh dan kelihatan berandal. Namun, hanya Rome yang penampilannya selalu rapi. Dan Rome sama sekali tidak terlihat seperti berandal. Malah, ia lebih terlihat seperti siswa teladan.
Rava cukup kagum dengannya ketika menyadari fakta itu. Rome pun menepati janjinya untuk tidak menyentuhnya secara tiba-tiba lagi. Ia juga mulai menyadari bahwa Rome sebenarnya lelaki yang baik, bahkan sangat baik. Ia tidak pernah berbicara kasar dan selalu menjaga sikapnya.
Tapi tetap saja, walaupun begitu, Rome tetap suka ikut-ikutan kenakalan dan kebodohan yang diperbuat oleh teman-temannya. Seperti saat ini contohnya. Guru agama sedang absen, menyebabkan jam kosong melanda kelas XII IPS 1. Beberapa penghuni kelas tersebut memutuskan untuk pergi ke kantin, termasuk Rome. Rome pergi ke kantin bersama Vigo dan Raka, yang Rava ketahui sebagai sahabat dekat lelaki itu.
'Gue ke kantin ajalah, bosen.' Rava bangkit, berjalan keluar kelasnya. Kelas sepi karena kebanyakan muridnya sedang ada di luar.
***
Ketika melewati koridor menuju kantin ....
Rava menghentikan langkahnya ketika terhadang oleh kerumunan di depannya. Mereka semua berseru dan bersiul menggoda. 'Ini ada apaan, sih?' batin Rava. Akhirnya, ia memutuskan untuk mendekat, menyalip di antara orang-orang yang sedang berkerumun itu. Beruntung tubuhnya kecil.
Hingga ....
"Aku suka sama Kakak udah dari lama, tapi aku gak pernah berani bilang. Hari ini, aku beraniin diri aku untuk ngomong langsung ke Kakak."
Rava tertegun, menatap seorang gadis—sepertinya adik kelas—yang berbicara demikian dengan tampang malu-malunya kepada seorang lelaki. Rome!
Seruan-seruan menggoda kembali terdengar. Ternyata banyak juga guru yang absen sehingga kelas-kelas dilanda jam kosong.
'Gila! Tu cewek nembak Rome?' batin Rava. 'Berani banget!'
Sementara itu, di depan sana, Rome hanya tersenyum-senyum salah tingkah sembari menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Sepotong roti terlihat di genggamannya. Vigo, Dean, Raka, dan Alvin rusuh mengompori dan menggodanya dari belakang.
"Jadi ... Kakak mau gak jadi pacar aku?" lanjut gadis di depan sana. Seru-seruan itu semakin keras. Mereka bersorak, 'Terima! Terima! Terima!'. Gadis itu menyodorkan sebuah kotak kepada Rome.
Rome menerima kotak itu dengan canggung seraya bertanya, "Eh, apa, nih?"
"Hadiah buat Kakak," jawab gadis itu dengan wajah bersemu merahnya.
"Terima, Ro! Lumayan, sama dedek gemes, HAHAHA!" goda Raka di belakangnya. Vigo, Dean, dan Alvin ikut-ikutan menggoda.
Rome geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka. Ia salah tingkah bukan main. Terlihat di kedua mata Rava, Rome menatap kotak berwarna merah marun di kedua tangannya itu sambil tersenyum, kemudian dengan tetap tersenyum, lelaki itu menatap gadis di hadapannya. Tiba-tiba, Rome mendekati wajahnya, membuat orang-orang menjerit histeris. Namun, Rome tidak menciumnya, jika itu yang mereka pikirkan. Rome mendekatinya untuk berbisik di telinganya, membuat wajah gadis itu terlihat shock. Gadis itu semakin bersemu, kemudian selama beberapa saat, ia dan Rome bertatapan sambil tersenyum satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...