"Rome ... kok kamu diem aja?"
"...."
"Rome, kamu sakit?"
"...."
"Aku bilang Bu Diana ya, Rome?"
Anak lelaki itu langsung menatap cepat ke arah seorang anak gadis yang berdiri di sebelah mejanya. Anak gadis itu tersenyum lebar ketika si anak lelaki menatapnya.
"Rome, kamu kok diem aja? Kamu sakit? Aku bilangin Bu Diana ya, Rome?" Gadis kecil berumur 10 tahunan itu mengulang kembali kata-katanya dalam sekali tarikan napas sembari meraba dahi anak lelaki itu, seakan-akan memeriksa suhu tubuhnya, seperti yang selalu ibunya lakukan apabila ia terserang flu atau demam.
Si anak lelaki—Rome namanya—menggeleng lemah. "Aku gak sakit, Carla. Kamu pergi main aja sana sama yang lain."
Si gadis kecil—Carla namanya—langsung memasang wajah bingung. "Tapi kok kamu diem aja? Kalo aku main sama temen-temen, kamu gak ada yang nemenin," ucap Carla polos.
Rome kecil mengerjapkan kedua matanya beberapa kali, lantas berkata, "Aku lagi kepengen diem. Gapapa, aku juga lagi kepengen sendiri."
"Tapi aku maunya nemenin kamu di sini," balas Carla cepat. Ia gadis yang keras kepala rupanya. Gadis kecil itu duduk di bangku di sebelah Rome, menatapnya penuh semangat. "Rome, ayo main sambung kata!"
Sementara itu, Rome hanya menatap datar Carla, kemudian menggeleng, "Nggak mau."
"Harus mau!" Sudah dikatakan, Carla adalah gadis kecil yang keras kepala. "Mulai dari aku ya? Kata pertama; panas! Kata yang huruf depannya S, Rome tebak!"
"Nggak mau! Aku lagi sedih, Carla. Aku nggak mau main atau diganggu sama kamu!" Rome kecil mulai emosi, lantas membuang wajahnya, kembali terdiam menatap pemandangan luar kelasnya lewat jendela. Ia sama sekali tidak mempedulikan wajah Carla yang berubah sendu.
Lama mereka berdua hanya saling diam. Saat itu, Rome berpikir bahwa Carla pasti memilih untuk menyerah mengajaknya bermain dan mengganggu waktu-waktu mellow-nya seperti sekarang, namun ternyata perkiraannya salah. Tiba-tiba, Carla menepuk bahunya beberapa kali—yang membuat Rome refleks menoleh—dan Carla langsung menubruk tubuhnya agak keras, membuat Rome terkejut. Carla memeluknya dengan erat!
"Rome jangan sedih lagi. Nanti oma Rome sedih juga di surga gimana? Nanti oma nangis liat Rome sedih terus. Rome harus seneng, harus semangat, biar oma juga seneng. Oke?!"
Rome terdiam beberapa saat. Ia masih terkejut dengan perlakuan tiba-tiba Carla. Perlahan namun pasti, ia pun akhirnya mengangguk, tersenyum kecil.
***
Carla menutup album foto bersampul biru langit dengan gambar bunga daisy itu sembari menghela napas pelan. Itu adalah album foto kesayangannya yang berisi foto-fotonya bersama teman-temannya ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Ia mengganti posisi tengkurapnya menjadi miring ke kanan, memeluk bantal gulingnya. Dulu, ia selalu tersenyum bahagia ketika melihat-lihat album foto lamanya, membawanya kembali ke masa-masa yang pernah terjadi di dalam foto-foto tersebut.
Namun kini, bahkan untuk tersenyum tipis saja terasa sulit baginya. Ia sedang dirundung kegalauan beberapa hari terakhir ini.
Carla kembali merubah posisi tidurannya. Kali ini rebah, menghadap langit-langit kamarnya yang ditempeli stiker bintang warna-warni yang jika lampu kamarnya dimatikan, maka bintang-bintang itu akan berkelap-kelip. Tak sengaja, kedua matanya menangkap sebuah foto berbingkai soft pink yang digantung dekat jendela. Di dalam foto itu terdapat dua anak remaja berumur sekitar 15 tahunan, laki-laki dan perempuan. Si anak perempuan berada di punggung si anak lelaki sembari memeluk lehernya. Mereka berdua tertawa bahagia di dalam foto tersebut. Dan di bawah fotonya, terdapat sebuah catatan kecil bertuliskan, "R & C, after middle school graduation."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe
Teen Fiction[Trigger warning! Efek yang kalian rasakan setelah membaca cerita ini di luar tanggung jawab dan kuasa penulis.] We all here have our own struggles. Hal tersebut adalah sesuatu yang pasti dalam hidup, yang tidak dapat ditentang lagi. Itu pula yang d...