Penginjil China

207 9 0
                                    


Nama besarnya John Sung sang pengabar Injil dari Tiongkok yang sangat dikenal dalam kalangan gereja-gereja di Jawa, terutama di kalangan gereja-gereja Tionghoa, termasuk juga di kota Surabaya.

John Sung diberi gelar Obor Allah di Asia, karena beliau merupakan seorang penginjil yang luar biasa pada abad 20, khususnya dalam acara-acara Kebaktian Kebangunan Rohani yang dipimpinnya.

John Sung juga seorang pengkhotbah yang memulai pelayannya awal tahun 1933 di propinsi Shantung. Ia pernah juga bergabung satu tim dengan Dr. Andrew Gih, pendiri Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. John Sung lahir di desa Hong Chek, wilayah Hing Hwa di propinsi Fukien, Tiongkok Tenggara, pada tanggal 27 September 1901.

John merupakan anak ke-6 dari pendeta Sung, seorang hamba Tuhan di Gereja Methodist. Ia juga disebut anak pertama dari keluarga Sung, dihitung setelah pertobatan Nyonya Sung. Sebelum lahir, ia sudah diserahkan kepada Tuhan untuk dijadikan pelayan-Nya. Nama kecil yang diberikan keluarganya adalah Ju Un, artinya Kasih karunia Allah.

Ayah John sebenarnya gembala sidang di Gereja Methodist Hong Chek, tetapi pada tahun 1907 ia pindah pelayanan ke Hing Hwa sebagai Wakil Kepala Sekolah pada sebuah Sekolah Alkitab Methodist di sana, waktu itu Ju Un berumur 6 tahun.

Ayah Ju Un, yakni pendeta Sung sering bepergian dan waktunya cukup banyak tersita untuk pelayanan sebagai hamba Tuhan. Sementara itu Nyonya Sung harus bekerja keras di sawah untuk menambah penghasilan keluarga itu.

Timbul banyak pergumulan berat, terutama dalam bidang ekonomi, tatkala keluarga itu bertambah besar. Pendeta Sung sendiri hampir-hampir meninggalkan panggilannya sebagai hamba Tuhan, tatkala menghadapi kesulitan keuangan yang cukup berat. Namun ketika ia berlutut berdoa, Tuhan secara pribadi berbicara kepadanya. “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri” (Amsal 3:5).

Kemudian ada suara yang seakan-akan berkata kepadanya “Hamba-Ku janganlah takut, engkau ada dalam tangan-KU. Aku tahu kebutuhan keluargamu.” Pengalaman inilah yang menguatkan tugas panggilannya, dan mulai saat itu ia tidak pernah lagi menoleh ke belakang atau meinggalkan penggilan Tuhan.

Karakter pendeta Sung seorang yang cepat marah, dan rupanya Ju Un mewarisi tabiat itu. Oleh sebab itu, ketika Ju Un bertambah besar, selalu terjadi kesulitan komunikasi dengan ayahnya; sebab wataknya sama keras. Tongkat bambu ayahnya sering dipakai untuk menghajar Ju Un, dan herannya Ju Un selalu mencari cara-cara yang licik untuk membalas.

Suatu hari Ju Un marah, ia menubrukkan kepalanya menghantam buyung tanah, sehingga buyung itu hancur. Pada peristiwa yang lain, ia pernah melemparkan sebuah mangkuk berisi nasi panas ke wajah adiknya.

Karena takut akan hukuman yang segera akan diberikan, maka Ju Un memutuskan utnuk melompat ke dalam sumur; suatu cara yang tepat di Tiongkok pada waktu itu untuk menjengkelkan keluarga. Tetapi Ju Un kalah cepat mengangkat tutup sumur itu dan akhirnya ia dihukum dengan hukuman yang cukup berat.

Suatu kali sesudah dipukuli ayahnya, ia mengintip dari celah-celah kamar kerja ayahnya. Ia heran melihat ayahnya menangis. Lalu ia berlari dan menabrak pintuk mendapatkan ayahnya. Ju Un berteriak, “Apa yang terjadi, Ayah? Ayah menghukum aku, tetapi aku tidak menangis. Mengapa justru ayah yang menangis?” Jawab ayahnya, “Ini adalah pelajaran mengenai kasih sayang Allah.”

Di Sekolah Kristen, Ju Un mempunyai tingkat kecerdasan yang cukup tinggi dan luar biasa. Hal ini menyenangkan hati ayahnya. Ia mempunyai nama sindiran (ejekan), yakni si “Kepala Besar”. Pada tahun 1913, dalam sebuah Kebangunan Rohani di Hing Hwa ia mengalami pertobatan. Sejak itu, Ju Un mulai terlibat dalam pelayanan. Ia juga sering berkhotbah, sering ia digelari si “Pengkhotbah Cilik”. Ia juga sering menggantikan ayahnya untuk berkhotbah.

Kesaksian Surga dan Neraka (Part 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang