Dan, disinilah kami berdua, yang aku maksud adalah Maura dan aku. Beberapa jam yang lalu kami sudah sah menjadi sepasang suami istri. Aku bisa melihat Maura yang menangis saat aku mengucapkan ulang perkataan dari penghulu, dan sahutan orang lain saat mengucapkan kata SAH. Aku tahu, penantian nya itu sangatlah lama.
Bayangkan saja, dia bertahun-tahun sudah masih menunggu ku dengan kesabaran dan kesetiaannya. Aku benar-benar tak bisa membayangkan dirinya yang merasa terpuruk setelah kepergian ku ke Inggris. Ya, meskipun aku tak tahu betul dan tahu benarnya ia merasa terpuruk akan kepergian ku. Aku hanya menteka-teki saja.
Aku benar-benar menghilang darinya. Bukan tandanya aku sudah tak peduli atau bagaimana semacamnya, hanya saja, aku sedang fokus dengan kuliahku dan merancang masa depan ku. Dan aku juga ingin Maura fokus dengan sekolahnya dan juga kuliahnya.
Berat. Berat untukku, dan berat untuk Maura. Saling menanti, tanpa adanya kabar, dan jarak yang berjauhan. Apalagi, kami memang tak mempunyai status selain Mantan. Tapi kami saling menunggu. Aku menunggu usia dan kematangan nya untuk menikah, dan Maura menunggu aku kembali. Meskipun aku dan Maura saling menunggu untuk berapa tahun lamanya, akhirnya kami sudah bersatu. Bukan ikatan sekedar pacaran, melainkan ikatan yang sangat suci. Menjadi pasangan suami istri.
Hari ini, adalah hari yang terbaik untukku. Hari yang hanya akan terjadi satu kali dalam hidupku. Semua orang berkumpul, keluarga, sahabat, dan kerabat. Aku bisa melihat jelas bagaimana ekspresi seseorang yang sedang berada dihadapanku yang sedang menatapku dengan senyumannya yang kutunggu-tunggu selama bertahun-tahun.
Kedua tangannya melingkar dileher ku, dan kakinya mengikuti irama musik yang sedang terputar saat ini. Aku juga melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku tentu menatapnya.
"Kamu tau? Aku gak nyangka kita berakhir kayak gini." ucapnya.
Aku tertawa kecil. "Ini semua takdir yang udah ditulis sama Yang Maha Kuasa buat kita."
Dia tersenyum. "Aku pikir, kamu udah lupa sama janji kita. Udah lupa sama aku, dan bahkan udah bahagia sama wanita lainnya."
"Kenapa mikir kayak gitu? Bukannya, aku udah bilang kalo aku udah janji buat gak ninggalin kamu?." ujar ku.
"Ya, aku inget itu. Cuman kamu gak ada kabar sama sekali. Bikin pikiran aku jadi negatif." sahutnya.
"Aku sayang banget sama kamu. Aku cinta sama kamu. Apa kamu gak yakin?," tanya ku kepadanya.
Maura langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bukan, bukan begitu. Aku cuman takut kalo kamu manis dibibir doang. Kayak yang lain."
"Aku buktiin," aku memajukan kepala ku. Dan mencium keningnya. Dia langdung menutup matanya. Aku mencium keningnya lama. Aku sudah menunggu untuk moment ini. Dimana dengan bebasnya aku mencium Maura tanpa merasa ada yang menjanggal. Aku mendengar sedikit isakan dari Maura. Perlahan aku melepaskan ciuman ku, dan menatapnya yang sudah berlinang air mata.
"Itu tanda aku aku sayang sama kamu. Cinta sama kamu. Aku gak mau nyakitin perasaan orang yang aku sayang, dan yang aku cinta." ucapku meyakinkan nya. Aku menghapus air matanya yang sudah mengalir bebas di dari kelopak matanya dan sudah membasahi kedua pipi nya.
"Aku janji kok. Aku bakal ada buat kamu. Bakal ada disisi kamu. Dan menjadi suami yang baik untuk kamu," kata ku seraya menangkup kedua wajahnya dan membawa tatapannya kepada wajah ku. "Kamu inget? Saat aku bilang bahwa aku berusaha jaga kamu, meskipun bukan sebaik malaikat, abang kamu, keluarga kamu. Tapi seengganya aku berusaha. Dan aku akan jalanin semua nya."
Seketika, Maura langsung memeluk erat, sangat erat hingga aku hampir kehabisan oksigen. Tidak, aku tidak serius. Dia menenggelamkan wajahnya di dadaku. Aku pun membalas pelukannya. Pelukan ini terasa sangat berbeda, dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Promise
RomanceDari sini kita tau, sesuatu yang melelahkan akan berujung manis.