Epilog

2.2K 82 24
                                    

Beberapa bulan kemudian....

Perut Maura makin lama, makin membesar. Semenjak kehamilan Maura menginjak 6 bulan, sikap Maura benar-benar manja terhadap Adit. Namun Adit memakluminya, itu memang ciri-ciri dari wanita yang sedang hamil.

"Sayang, aku pengen mangga muda." ujar Maura manja seraya bergelayutan di lengan Adit.

"Iya, iya nanti aku beliin kok." sahut Adit sambil mengelus-elus puncak kepala Maura dan menciumnya. Kemudian, Adit mengelus-elus perut Maura seraya berkata, "nanti, kalo kamu lahir kamu harus jadi anak yang pinter ya. Kalo bisa disekolah kamu jadi Ketos."

"Kenapa jadi ketos?,"

Adit menatap Maura, "aku mau dia jadi pemimpin untuk orang-orang. Pemimpin yang baik dan bertanggung jawab." jawab Adit.

Maura tersenyum hangat mendengar perkataan Adit tersebut. Jujur, untuk Maura sampai saat ini ia masih merasa ini semua hanyalah mimpi meskipun semua nya nyata. Maura menjadi istri dan sedang mengandung anaknya. Maura jadi ingat, saat-saat masa SMA--dimana ia bertemu dengan kakak kelas yang sekarang menjadi suaminya. Tanpa sadar, waktu berjalan begitu cepat.

"Iya, semoga nanti kamu jadi ketos ya nak. Heheh." ucap Maura seraya memegang tangan Adit yang sedang mengelus-elus perutnya. "Kamu udah kepikiran nama belum?." tanya Maura.

"Ada."

"Siapa namanya?"

"Aku mau, kita itu punya tiga anak ra. Nanti, aku bakal kasih nama yang huruf awalan dan keduanya sama. Dimas, Dizki, sama Dio. Kan lucu."

"Iya, iya. InsyaAllah. Kalo Allah ngasih anak lagi."

Adit mencium perut Maura, dan kemudian mendekatkan telinga kirinya ke perut Maura yang tengah membuncit. Adit merasakan jelas, bagaimana bayinya itu sedang menendang perut Maura. Entah dari dorongan mana, air mata Adit lolos begitu saja. Adit sebentar lagi akan menjadi seorang ayah, dan setiap hari nya ia akan mendengarkan suara tangisan dan seruan seorang anak kecil memanggilnya dengan sebutan Ayah.

Tanpa sadar, tangisan Adit menjadi isakan kecil yang membuat Maura langsung bertanya kepada Adit, "kamu kenapa nangis?," tanya Maura.

Adit langsung tersentak dan dengan cepat menghapus air matanya. Adit menatap Maura. "Aku bahagia ra. Aku nanti-nantiin semua ini. Aku gak sabar bakal ada tangisan, ketawa riang, dan ada yang manggil kita Ayah, Bunda." jawab Adit.

Maura tersenyum mendengar hal tersebut. "Aku juga. Apalagi, usia kandungan aku udah enam bulan. Kita cuman tinggal nunggu beberapa bulan lagi." Maura terdiam sejenak. Seketika wajah Maura terlihat menegang, dan ketakutan.

Sadar akan hal tersebut, Adit langsung memegang kedua bahu Maura, "kenapa ra? Kamu gapapa kan?."

"Aku takut. Aku takut aku gak bisa lahirin di--"

"Ssst, aku kan udah janji sama kamu. Aku bakal ada buat kamu. Jangan takut. Jangan nyerah duluan. Kamu harus semangat." sela Adit.

Maura hanya menelan salivanha dengan susah payah. Wajar memang, ketakutan seorang ibu hamil yang akan melahirkan anak pertama mereka.

"Kamu jangan takut yak?," ujar Adit. Maura hanya mengangguk sambil tersenyum kepada Adit.

✌✌✌✌


Tak terasa sudah, hari ini hari yang paling ditunggu-tunggu keluarga Maura dan Adit, kerabat, dan juga para sahabat. Semuanya tampak berdoa untuk keselamatan Maura beserta anaknya. Adit ikut masuk keruang persalinan, berdiri disamping Maura. Wajah Adit bahkan terlihat lebih tegang daripada Maura yang terlihat santai, namun jantungnya serasa ingin meloncat keluar.

Our Promise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang