Motor melaju dengan cepat menuju rumah Chesta, sesampainya disana hanya ada Vira adik Chesta yang mengatakan Chesta tak ada di rumah. Pikirannya mulai kacau terbayang keseruan Chesta dan Rian tadi di restoran. Ia benar-benar takut kalau Chesta membuka hatinya untuk orang lain, ia takut Chesta mulai nyaman dengan orang lain. Segera ia pamit untuk mencari Chesta, menuju tempat yang ia temui tadi tapi tak ada disana. Panik Ia segera mencoba menelfonnya tapi tak tersambung. Ia menelusuri jalan pulang tapi tak ia temukan jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Hingga ia melihat seseorang duduk sendirian di halte dan ia yakin itu adalah orang yang ia cari sedari tadi.
"Chesta." Sapanya sambil mendekat, Chesta segera berdiri.
"Arvad, lo kok?"tanya Chesta bingung.
"Mana Rian, kok lo sendiri?" tanya Arvad yang tak melihat Rian ada disana.
"Dia, pulang duluan. Kok lo tahu gue sama Rian?"tanya Chesta bingung.
"Hah, pulang duluan katanya dia temen lo tapi kenapa tega banget ninggalin lo disini sendirian malem-malem." Arvad terlihat kesal.
"Pamannya sakit masa iya gue nyuruh dia nganterin pulang saat pamannya sakit." Chesta mulai terpancing emosi dengan nada bicara Arvad.
"Kalau pamannya sakit, ngapain ngajak cewek orang buat jalan. Lagian lo gue kan udah bilang jangan jalan sama Rian." Arvad mulai kesal mendengar pernyataan Chesta.
"Kenapa sih Vad, gue cuma nemenin dia beli buku doang nggak lebih kenapa lo kaya nggak suka gitu?"
"Nggak suka? Jelas karena lo cewek gue. Mana ada orang seneng pacarnya jalan sama orang lain." Situasi mulai memanas, Arvad semakin kesal ingat kejadian tadi.
"Lo sendiri jalan sama siapa?" tanya Chesta, yang ternyata dia sempat melihat Arvad di restoran tadi.
"Agnes, gue cuma dipaksa nemenin dia." Kata Arvad datar tapi tegas.
"Hem, sama aja. Terus kenapa lo ngelarang sesuatu yang juga lo lakuin." Kata Chesta kesal bis datang dan Chesta segera naik bis tanpa perduli Arvad yang masih berada disana. Tak lama Bis jalan dan seseorang duduk di sampingnya. Chesta menoleh dan melihat Arvad duduk di sampingnya hanya mampu memasang wajah kesal dan menatap jendela.
"Gue Cuma kawatir sama lo." Beberapa lama setelah Ia mulai tenang dan satu sama lain tak bersuara. "Gue nggak mau lo kenapa-kenapa, gue sama Agnes nggak ada apa-apa, gue jalan sama dia karena terpaksa dan nggak sengaja ketemu lo jadi gue berniat ngikutin lo dan gue ngelihat lo sama Rian jalan bareng ketawa bareng bahkan kalian saling menatap dan gue nggak bisa ngelihat itu, gue kawatir lo punya rasa sama dia." Arvad berkata panjang lebar tanpa menoleh ke arah Chesta hingga tiba-tiba bis berbelok dan kepala Chesta tersandar di bahu Arvad. Arvad tersenyum "Akhirnya lo nggak marah lagi sama gue." Katanya lalu melihat kearah Chesta yang tertidur. Ia tersenyum kecut. "Pasti lo capek banget yak, seharian jalan sama tuh orang." Kali ini ia berkata dengan nada kesal.
Setelah sampai Arvad mengantar Chesta sampai depan rumah tanpa ada suara sedikitpun diantara mereka. Chesta akan membuka gerbang rumahnya tersadar Arvad masih berdiri dibelakangnya.
"Ngapain lo?" tanya Chesta dengan wajah kesal.
"Cuma mastiin lo sampe rumah." Katanya datar.
"Nih udah sampai, sana pulang." Sengut Chesta.
"Oke.." jawabnya dengan tertunduk dan berjalan berbalik arah. Chesta hanya memperhatikannya dan tersenyum, tapi tiba-tiba ia merubah raut wajahnya saat Arvad kembali menoleh. "Kok lo belum masuk?" tanyanya.
"Nih, gue mau masuk." Jawab Chesta ketus. Arvad hanya menjawab dengan 'oh' dan segera berjalan.
"Makasih, Hati-hati di jalan." Kata Chesta. Ia kira Arvad tak mendengarnya tapi ternyata Arvad melambaikan tangan tanpa menengok ke arah Chesta. Lalu segera Chesta masuk rumah. Arvad tersenyum mendengar kata-kata Chesta terakhir tadi ia yakin Chesta tak marah dengannya meskipun ia sempat berdebat tadi. Yang ia lakukan sekarang mengambil motornya yang ia titipkan pada seseorang di halte tadi, semoga orang itu tak berniat mengambilnya karena itu adalah motor kesayangannya.
Chesta masih mengingat saat Arvad berkata kalau dia khawatir terhadapnya, karena saat itu dia tak benar-benar tidur bahkan ia bisa mendengar semua ocehan Arvad. Dan dia juga menahan senyum karenanya. Sebenarnya ia juga merasa bersalah dan harusnya dia yang minta maaf tapi justru Arvad yang meminta maaf dan menyatakan kekawatirannya. Chesta melihat komik di meja, ia lupa meberikannya tadi dan justru berdebat ia berniat memberikannya besok.
Terimakasi udah mau baca sampai bagian ini. di tunggu komennanya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You [END]
Teen FictionTerkadang kau ingin terbang bebas saat dirimu mulai bosan dan lelah dengan keadaan. Tetapi saat kau sudah bebas dari semua hal yang membuatmu terkurung, terkadang kau merindukan itu. apakah rindu membuat sesuatu yang bebas memilih untuk kembali terk...