Cerita

725 9 0
                                    

Mereka sedang Asyik bersantai di ruang nonton tv milik Chesta, setelah lelah mengerjakan tugas bersama. Merebahkan punggung yang pegal dan menetralkan pikiran yang penuh beban dengan hitungan matematika yang rumit.

"Nih, kuenya udah jadi." Kata Chesta mengambil kue yang di buat oleh Ibu. Mereka segera menyerbu dan mengambil satu persatu kue yang sudah di potong.

Vita sedikit tertunduk, menatap kue yang di pegangnya. "Kenapa vit, nggak enak?" tanya Chesta.

"Gue Cuma keinget aja, gue pernah ngasih kue sama Arvad."

"Katanya udah move on." Ledek Chesta.

"Hehe,, iya sih, Cuma kan gue heran aja kenapa dia bisa mau sama lo, padahal kan gue nggak pernah lihat lo deketin dia." Tanya Vita penasaran. Chesta menatap Vita dan Arleta bergantian.

"Udah cerita aja nggak apa-apa." kata Arleta. Vita mengangguk dengan semangat. Chesta menghela nafas. Dia bingung harus menceritakannya atau tidak, bagaimana perasaan Arleta nanti kalau ia ceritakan.

"Kok malah bengong sih, ayo cerita gue kan juga penasaran." Kali ini justru Arleta yang memaksa. Membuat Chesta jadi kikuk dan sepertinya ia terpaksa harus menceritakannya.

"Ini bermula dari awal masuk sekolah saat itu Vira juga masuk sekolah, dia masuk SMP dan gue baru masuk SMA. Gue sering nganterin Vira dan jemput juga, tapi beberapa hari pas MOS gue jadi jarang jemput atau nganter karena takut telat. Apalagi saat pertama MOS gue kesiangan dan ketinggalan bis. Ada seorang nenek yang katanya dia mau ke rumah sakit karena cucunya di rawat dia buru-buru akhirnya gue nyuruh dia duluan naik dan minta tolong orang yang di pintu bis memberi jalan."

"Pasti itu Arvad." Celetuk Vita. Chesta hanya menggeleng. "Vit, dengerin dulu apa." sergah Arleta kesal."

"Bukan, itu bukan Arvad, nenek itu udah naik dan gue liat dari kaca ada orang yang menyuruh penumpang yang duduk memberi duduk buat nenek itu, gue nggak bisa liat dengan jelas karena bis juga udah mau jalan yang gue bisa liat atribut buat MOS sama kaya punya gue. Gue telat, dihukum dan bukan hanya sekali tapi gue juga di hukum karena nggak dapet tanda tangan dari kakak kelas."

"Oh, yang itu gue sih juga udah tahu. Nah pas MOS itu gue mah udah liat Arvad dia sering liatin gue." Kata Vita nyengir.

"Ah lo nyamber aja sih." Arleta kesal. "Bukan liatin lo kali tapi liatin Chesta lo kan sama Chesta terus." Ledek Arleta, Vita hanya menatap Arleta dengan wajah kesal.

"Lanjut yak" Kata Chesta membuat mereka kembali fokus, dan mengangguk. "Pulang sekolah gue sering lihat Vira dengan bekas luka atau bukunya sobek atau ada seseorang yang sengaja menaruh hal aneh di tasnya, intinya Vira di bully. Gue mulai kesel dan berniat menghajar orang itu walapun masih kecil. Besoknya gue ke sekolah dan gue lihat Vira udah nggak di bully lagi gue nggak tahu siapa yang laporin mereka tapi gue yakin bukan Vira. Sampai akhirnya..."

"Lo ketemu Arvad." Tebak Vita.

"Et dah ni orang pengen banget gue tutup mulutnya." Kata Arleta kesal. Chesta hanya tersenyum melihat keduanya ribut.

"Nggak, akhirnya Vira minta latihan karate katanya buat ngelindungin diri takut kalau di bully lagi. Gue mau daftarin di tempat Ina latihan tapi dia nolak katanya dia mau latihan di tempat orang yang udah nolongin dia. Besoknya gue ngenterin Vira tapi Cuma sampai gerbang karena emang nggak boleh wali masuk katanya supaya mandiri. Beberapa hari kemudia gue liat cowok yang gue lihat di waktu di bis,sama pas pertama MOS. Vira dateng dari arah belakang dan ngaggetin Gue. Dia sempet nanya kenapa jemput ketempat latihan padahal gue Cuma kawatir sama dia, dia bukan tipe orang yang mau cerita masalahnya kalau nggak di tanya. Dia malah nanya seputar sekolah gue yang gue nggak hirauin karena gue lihat tuh cowok kaya nggak asing. "Kak, ngapain sih? Lihatin apa?" tanya dia bikin kaget untuk yang kedua kalinya. "Enggak Cuma kaya pernah lihat dia." Gue sambil nunjuk cowok itu. "Oh, itu dia kak yang nolongin aku pas di bully dia juga ngajar di tempat karate ini. Dia baik banget dan dia juga satu sekolah sama kakak." Vira jelasin tapi saat itu gue nggak nanya namanya, tanpa gue sadari gue mulai kagum sama dia."

"Di sekolah gue mulai sering lihatin dia lagi asyik ngobrol sama yang lain, dia juga sering di hukum. Ada rasa aneh, saat semua orang bilang dia biang kerok atau ngecap hal yang buruk gue malah mikir dia nggak buruk, dia Cuma merasa bosan dengan belajar saja gue yakin itu alasan dia melanggar aturan, soalnya tiap gue lihat dia di hukum bukan rasa bersalah yang ada tapi kaya happy. Dan mungkin ada pengaruh teman-temannya juga. Hari itu gue lagi di perpus ngerjain tugas yang seabrek dari guru bahasa inggris dan juga club dialog bahasa inggris, sampai gue lupa kalau udah bel masuk baru sadar perpus kosong. Gue baru keluar perpus dan kelihatan udah sepi, tiba-tiba ada orang yang berlari ke arah gue untung aja nggak nabrak hal itu bikin gue kaget. Dia juga kaget, dari jauh gue denger teriakan guru BP manggil namanya. "Arvad dimana kamuu..!!" dan dia segera masuk ke dalam perpus. Guru BP berjalan mendekat terus nanya sama gue "Kamu tahu dimana Arvad, bocah bandel itu." Gue bingung harus jawab apa, ya udah gue jawab aja "Tadi lari kesana pak." Sambil nunjuk arah menuju LAB."

"Bohong dong." Kali ini Arleta yang memotong cerita Chesta.

"Biarin kan demi kebaikan." Sahut Vita.

"Kebaikan apaan nyelametin orang mau bolos." Kata Arleta sewot.

"Ya, gue juga nggak tahu kenapa gue bisa berbohong kaya gitu, dan gue nggak nyesel bilang gitu. Padahal gue termasuk orang yang susah buat bohong dan langsung bisa ketahuan."

"Terus, Arvad gimana?" tanya Arleta.

"Ya dia selamat, terus keluar dan nanya ke gue apa gue laporin dia atau nggak."

"Trus lo bilang 'nggak'?

"gue bilang 'menurut lo..gimana?' terus dia Cuma diem aja dan gue pergi."

"Eh, kok kalian nggak kenalan sih?" tanya Vita heran.

"Lo pikir kaya sinetron gitu." Arleta tertawa. "Terus gimana kalian bisa jadian, kalau nggak kenalan?"

"Hem itu,, gue ngelihat dia di bis dia kaya mau ngomong sesuatu gitu Cuma gue cuek. Terus gue turun bis, eh dia ngikutin karena gue ngerasa nggak nyaman akhirnya gue cepetin jalannya tapi dia teriak manggil gue. Gue pikir dompet gue ketinggalan di bis jadi gue berenti terus dia malah bilang makasih sama gue sambil nyebut nama gue. Otomatis gue kaget karena kita nggak pernah saling kenalan dan juga nggak pernah ngobrol tapi dia tahu nama gue."

"dan tiba-tiba dia nyatain perasaannya dan nanya sama gue mau nggak kalau pacaran."

"Trus lo langsung mau?" tanya Vita.

"Ya gue bingung mau jawab apa, tiba-tiba gitu dan gue cukup kaget sama sikap dia."

"Terus?" tanya Arleta penuh perhatian.

"Tiba-tiba gue bilang 'iya'."

"Lo nggak takut kalau dia ngerjain lo? Apa karena dia populer?" Vita seolah penasaran kenapa Chesta bisa bilang 'iya'.

"saat itu gue juga bingung kenapa bisa iyain dia tapi gue nggak mikir kalau bakal di kerjain sih. Gue tahu dia jadi bahan pembicaraan tapi gue nggak tahu kalau dia sepopuler itu." Jawab Chesta.

"Singkat banget ternyata jadiananya." Vita seperti tak antusias lagi.

"Nah, kan Cuma gitu doang jadi udah mendingan jangan di bahas lagi." Kata Chesta. Arleta tersenyum ia teringat saat Gafi tiba-tiba muncul saat mereka membahas siapa yang di sukai Chesta saat itu juga cukup singkat mereka langsung jadian. Tapi di dalam hatinya ada rasa yang aneh pada Arleta mengingat Arvad yang selalu cuek terhadapnya dan seolah seperti tak saling kenal. Tapi bisa jadi nanti seperti Chesta mereka tak saling kenal dan bisa jadi Arvad tiba-tiba menyetakan cinta padanya. Pemikiran aneh lain muncul di kepalanya kalau kemungkinan Arvad dan Chesta masih memiliki perasaan yang sama. Meskipun Chesta tak terlihat begitu.

***

Part yang panjang menurutku, apalagi bagian ini. Semoga yang baca nggak puyeng ya.

Back To You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang