Mengapa rasanya sesak?

808 14 0
                                    

Pagi itu beberapa orang di kelas sengaja untuk berangkat lebih awal karena banyaknya tugas dan mereka ingin menyontek pekerjaan teman lainnya. Ina dan yang lainnya juga terlihat tak begitu santai karena tugas Fisikanya yang belum selesai. Arleta hanya memandang ponselnya berharap Chesta memberi kabar, karena Chesta belum juga datang. Ia memandang Vita dan yang lainnya yang mendapat gelengan kepala. Seolah bertanya kemana Chesta dan di jawab tak tahu.

Guru datang dan ini membuat mereka semakin panik karena pelajaran pertama adalah fisika. Kenapa mereka punya kesamaan di pelajaran ini, sama-sama tak bisa. Arvad melihat bangku kosong yang ada di sebelah Gafi juga merasa kawatir. Gafi yang merasa teman sebangkunya tak datang juga merasa ada yang aneh. Tapi kemudian pintu kelas di ketuk membuat siswa di kelas menatap ke depan kelas. Chesta berjalan menuju guru dan mohon izin utnutk masuk kelas, beruntung guru memberi izin. Ia duduk dengan santai dan mengeluarkan beberapa kertas dari dalam tasnya. Memberikan pada Ina dan Lisa menyalurkan pada Vita dan Arleta.

Mereka bisa bernafas lega sekarang dan tersenyum puas, sementara Chesta tersenyum kesal.

"Kenapa nggak bikinin buat gue juga?" tanya Gafi pada Chesta yang sibuk mengeluarkan tempat pensilnya. "Kalau gitu ini buat gue."

"Enak aja." sahut Chesta sambil menarik kembali kertasnya dan mengumpulkannya kedepan.

Sementara Arvad memandang Arleta dan berbisik.

"Loe nyuruh dia?" pertanyaan yang membuat Arleta terkejut dan bingung harus menjawab apa.

"Eng, enggak kok." Sahutnya. Arvad memperhatikan hal tadi pasti ia akan mengira kalau dirinya jahat sudah menyuruh orang lain untuk mengerjakan tugasnya.

Seperti biasa Yoga dan yang lainnya tak mengerjakan tugas membuat mereka harus di hukum, mereka disuruh mengerjakan dua kali lipat di perpustakaan. Hal itu membuat Chesta memandang Arvad yang berjalan menuju perpustakaan.

Istirahat pertama seluruh siswa diharapkan menuju lapangan upacara karena akan ada penyerahan piala atas kemenangan SMA 3 dalam lomba basket. Dan juga kemenangan juara 2 atas lomba cerdas cermat. Selain mendapat piala dari pihak penyelenggara pemenang juga mendapat penghargaan dari pihak sekolah. Agar menjadikan motivasi bagi siswa lainnya.

Setelah di panggil satu persatu dan mendapat penghargaan Yoga dan yang lainnya di arak keliling lapangan. Chesta dan Arleta tersenyum melihat ke arah Arvad.

"Dia Ches." Kata Arleta pelan tapi masih terdengar oleh Chesta.

"Hem?" Chesta masih bingung dengan maksud dia.

"Iya, Dia Arvad orang yang gue suka sejak pertama masuk sekolah ini dan sekarang gue rasa gue nggak salah jatuh hati sama dia. Dia emang keren." Jawab Arleta membuat Chesta berhenti tersenyum, entah kenapa sekarang perasaan aneh itu muncul dadanya terasa sesak mendengar kenyataan itu.

"Menurut loe gimana Ches?" tanya Arleta menatap Chesta.

"Hah, iya dia keren." Jawab Chesta yang sedikit terkejut.

"Bukan, maksud gue gimana kalau gue suka sama dia?"

"Oh, ya nggak apa-apa. Banyak yang suka sama dia kok." Sahut Chesta sedikit lemah, pernyataan itu membuatnya sedikit terkejut dan sulit mengendalikan perasaanya yang ia harapkan sekarang jangan sampai dia menangis.

"Iya gue tahu, makanya itu pasti susah buat jadi orang yang deket sama dia. Apalagi dia dingin sama gue." Kali ini Arleta melemahkan suaranya, merasa sulit untuk mendapat balasan dari Arvad. Chesta menyadarinya dan berusaha untuk tetap terlihat biasa saja.

"Ya elah Ar, baru gitu aja loe nyerah. Dia emang dingin tapi gue yakin loe bisa deket sama dia kok buktinya kalian sebangku." Chesta tersenyum.

"Ye, maksud gue bukan deket itu tapi ya masak harus gue jelasin sih."

"Hahaha...gue paham kok. Tenang aja serahin sama gue."

"Dasar sok konsultan loe, loe aja masih jomblo." Kata Arleta lalu tertawa begitu juga Chesta namun tawanya sedikit berbeda kali ini dan Arleta tak menyadarinya.

Yoga dan yang lainnya masih di kerubuti oleh perempuan karena ingin mengucapkan selamat. Lisa dan Vita sudah pergi ke kantin. Sementara Arleta pergi entah kemana mungkin menemui Arvad untuk mengucapkan selamat sementara Ina masih berdiri di dekat Chesta dan memandang kedepan menatap dengan penuh amarah ke arah Yoga. Yoga yang terlihat senang di sana bersama sekumpulan siswa perempuan.

Ina datang menghampiri Yoga dengan membelah kerumunan yang ada di sana. Chesta yang melihat itu terkejut apa yang mau dilakukan temannya itu.

"Seneng ya loe, bisa lakuin semua hal yang loe suka." Teriaknya membuat beberapa orang disana melihatnya dengan penuh tanya. Lalu Ina berlari menjauh dengan sedikit air di matanya. Chesta yang tak tahu apa yang terjadi pergi mengikuti arah Ina pergi. Yoga hanya bisa mematung menatap penuh tanya dan sedikit kekawatiran.

Chesta mencari keberadaan Ina namun tak ia temui hingga ia melihat sosok yang sedang menangis di taman belakang. Ia yakin itu adalah Ina segera menghampirinya. Ina tertunduk dengan menangis tak perduli ada atau tak ada orang disana tapi untungnya memang tak ada orang disana. Chesta duduk disamping Ina bingung hendak mengatakan apa untuk memulai berbicara dan membiarkan Ina menghabiskan tangisnya dulu baru ia akan bertanya. Meskipun sebenarnya sangat penasaran apa yang membuatnya seperti ini.

"Ches, kenapa loe bisa kuat gitu sih?" Ina mulai bersuara, Chesta yang terdiam sempat bingung apa maksudnya. Ia menautkan kedua alisnya.

"Iya, kenapa loe kuat aja pacaran sama Arvad." Sontak pernyataan Ina membuat Chesta terhenyak.

"Kok, loe..." belum sempat Chesta melanjutkan perkataannya Ina memandang Chesta.

"Gue tahu loe pacaran sama Arvad udah lama dan gue semakin yakin kalau kalian pacaran pas gue liat Arvad ngumpet di bawah meja di dapur." Kali ini Chesta tak bisa berkata apa-apa.

"Kok loe bisa nahan rasa cemburu loe sama Arvad saat dia sama cewek lain, sementara gue nggak bisa liat Yoga sama cewek lain. Gue udah berusaha buat nahan emosi tadi tapi ini terlalu nyakitin." Chesta masih bergeming seolah tak menyangka dengan ucapan Ina barusan. "Gue udah ngikutin apa kata dia tapi sekarang apa yang dia lakuin sama gue." Kali ini Ina menangis cukup keras membuat Chesta bingung dan menyentuh bahu Ina mencoba menenangkan.

"Gue udah putus sama Arvad Na." Pernyataan Chesta membuat Ina terkejut dan menatap Chesta penasaran. "Iya gue udah putus sama dia, jadi gue nggak berhak buat cemburu lagi." Chesta mencoba tersenyum.

"Kapan? Kenapa?" tanya Ina penasaran.

"Udah dari liburan kemarin, alasannya karena gue pengen bebas dan lepasin semua kebohongan itu, rasa cemburu itu dan semuanya." Kata Chesta, Ina mengusap air matanya.

"Bukan karena orang lain?" Chesta mengedikkan bahu. "Apa gue akan berakhir juga? Rasanya udah nggak kuat lagi." Ina mulai menitikkan air mata lagi. Chesta bingung harus menjawab apa, karena dulu ia juga merasakan hal yang sama dan semuanya sudah berakhir. Ina yang dianggapnya orang cukup dewasa dan kuat tapi ternyata bisa menangis juga. Dulu ia menangis mungkin karena masalah pertengkaran atau hal yang diinginkan tak tercapai seperti kalah saat bertanding karate. Tapi tak seperti ini. Setelah beberapa hari ia akan bangkit lagi, tapi kali ini Ina seperti memiliki sisi yang lain. Dia terlihat lemah.

Back To You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang