Kemana Dia

706 13 0
                                    

Sudah hari ketiga teman sebangku Gafi tak masuk, ia merasa ini bukanlah hal yang baik. Bahkan orang itu berkali-kali di telfon tak memberi jawaban. Ia tak perduli jika dia tak mau bicara ataupun apa asalkan dia menunjukkan kalau dia baik-baik saja. Arvad juga terus melihat ke arah tempat duduk Chesta yang kosong seperti ada yang aneh. Apa persahabatan mereka bisa membuat seseorang menjadi malas masuk sekolah.

"Arleta, kemana temen lo kok udah tiga hari nggak masuk?" tanya Arvad menatap Arleta, yang di tanya hanya menghembuskan nafas berat lalu mengedikkan bahu. Tak ada hal bisa di dapat dari teman sebangkunya, mungkin nanti pulang sekolah dia akan menemui mantannya itu. Berharap tak terjadi sesuatu yang buruk.

Sebenarnya bukan hanya Gafi dan Arvad yang merasa ada yang kurang tapi juga Vita dan yang lainnya. Sekarang ia terlihat tak nafsu makan dan hanya mengaduk-aduk makanan saja. Lisa yang melihat itu seperti tahu apa yang dirasakan sahabatnya.

"Vit, kenapa kita nggak nengokin ke rumah dia?" Vita hanya menatap Lisa sebal dan pergi.

"Vit, kenapa lo nggak bilang sejujurnya saja?" kata Lisa sedikit berteriak berharap Vita mendengarnya. Vita hanya berhenti sejenak lalu pergi, Lisa tertunduk lesu seperti tak ada harapan lagi. Ia berjalan mencari seseorang di kelas IPA 4 namun yang dicari tak terlihat batang hidungnya. Saat berjalan melewati lapangan basket ia melihat orang yang dicari sedang asyik ngobrol dengan temannya. Tadinya ia tak mau menghampiri namun ini sangat penting dan akhirnya ia memberanikan diri untuk menemui orang itu.

"Boleh gue ngomong sama Rian?" tanya Lisa membuat kedua orang yang duduk di sana menatapnya bingung.

"Oh, oke gue beli minum dulu ya." Kata Ina di balas senyuman oleh Rian. Ina beranjak pergi meninggalkan Lisa dan Rian, sebenarnya ia sedikit penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Lisa.

Tumben, sebenarnya ada hal penting apa itu. Batin Ina sedikit bersembunyi di balik pohon, namun percuma itu tak akan bisa membuatnya dengar.

"Apa sekarang lo jadi secret admirer?" suara seseorang membuatnya sedikit terkejut, ternyata Yoga sudah ada tepat di belakangnya dan saat Ina berbalik wajah mereka sangat dekat.

"Bukan urusan lo." Ina mendorong Yoga dengan kasar.

"Apa kita nggak bisa kaya dulu lagi?" tanya Yoga sedikit berteriak, membuat Ina malu dan memilih menghindarinya karena beberapa orang mulai melihat ke arah mereka. yoga hanya bisa memarahi orang-orang yang melihatnya dengan tatapan aneh.

"Apa lo liat-liat, urus sana urusan lo sendiri." Mendengar itu mereka langsung kabur dari tempat itu demi kelangsungan hidup mereka.

Lisa duduk di samping Rian masih bingung dengan apa yang harus ia katakan. Padahal tadi sudah ia siapkan tapi kenapa jadi lupa saat orangnya sudah di pedan mata.

"Ada apa Lis?" tanya Rian tersenyum. Melihat Rian tersenyum seperti darhnya berdesir, kenapa dengan dirinya tidak seperti biasanya. Rian justru bingung yang melihat Lisa hanya diam memandanginya. Ia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Lisa, membuat Lisa terkejut.

"Hehe..maaf." kata Lisa polos.

"Kenapa Lis?" tanya Rian lagi masih dengan nada yang ramah.

"Hem,, oh iya.." Lisa hanya nyengir.

"Kenapa? Lupa lagi?" kali ini Rian hanya menggeleng, Lisa merasa malu dan mengalihkan pandangannya dari Rian. Lalu dia mulai teringat tujuannya untuk menemui Rian.

"Oh ya, lo tahu dimana Chesta?" tanya Lisa tanpa melihat ke arah Rian. Rian hanya bingung dnegan sikap Lisa lalu ia sedikit berpikir.

"Ng, nggak emangnya kenapa?"

"Chesta nggak masuk udah tiga hari. Dan yang gue inget lo ada janji buat ngajarin Chesta fisika." Lisa masih tak menatap ke arah Rian, sebenarnya Rian bingung Lisa ini sedang bicara pada dirinya atau bukan kenapa melihat ke arah yang lain.

"Oh, iya waktu itu ada janji sama dia tapi pas gue ke kelas udah kosong dan gue ke rumahnya nggak ada gue telfon juga nggak di angkat. Cuma pas malem dia sms gue bilang 'sorry tadi gue ada urusan jadi ngak bisa nemuin lo' gitu doang pas gue tanya dia nggak bales." Jelas Rian, dan pesan dari Chesta membuat Lisa kembali menatap Rian. Fokusnya kembali hilang dan mematung.

"Hei, kenapa?" tanya Rian mengaggetkan membuat Lisa kembali memandang ke arah yang lainnya.

"Sebenarnya gue kawatir sama Chesta, dan gue rasa yang lainnya juga."

"Kenapa nggak lo samperin ke rumahnya aja."

"Hem, tapi Vita dan yang lainnya sepertinya nggak mau."

"Lis, kenapa lo mesti ngikutin apa kata orang sih. Kalau lo pengen lakuin ya lakuin jangan cuma ikut-ikutan yang orang lain lakuin." Kata Rian menyentuh bahu Lisa, hal itu sontak membuat Lisa seperti membatu dan aliran darahnya begitu cepat menuju jantung. "Ada lagi?" tanya Rian namun tak ada jawaban ia hanya menggeleng heran dengan sikap Lisa yang berbeda dari biasanya.

"Ya udah gue ke temen-temen gue dulu ya." Kata Rian menatap Lisa yang masih mematung dan meninggalkannya dengan perasaan aneh. Lisa tersadar dan melihat Rian sudah tak ada namun seperti senang entah kenapa padahal biasanya ia bisa dengan mudahnya berbicara tapi kenapa kali ini seperti berbeda. Dan soal nasehat rian tadi untuk tak selalu mengikuti orang lain itu seperti sebuat saran yang akan selalu dia ingat.

Back To You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang