"Akh,,, kaki gue kram." Erangnya kesakitan. Ia berusaha untuk bangkit tapi justru semakin terpeleset. Dan hampir terjatuh ke jurang hingga sebuah tangan meraihnya untuk naik ke atas. Chesta sedikit terkejut dengan kedatangan Arvad yang tiba-tiba tanpa ia sadari sudah menolongnya.
"Apa udara di perkemahan nggak cukup dingin?" tanyanya. Chesta tersenyum sekilas.
"Sebenarnya terlalu panas." Katanya lalu mencoba berjalan tapi sayang kakinya masih terasa kram. Ia mengeluh kesakitan dan akhirnya Arvad menggendongnya tanpa persetujuan.
"Hei, gimana kalau yang lain lihat." Kata Chesta panik.
"Udah tenang aja." Sahut Arvad berjalan tanpa perduli permintaan Chesta yang terus menyuruhnya untuk menurunkannya. Tapi lama-kelamaan Chesta mulai tenang dan Arvad tersenyum berjalan perlahan menuju perkemahan.
Momen seperti ini nggak akan pernah gue lupain, loe mungkin kuat tapi tak sekuat yang loe bayangin. Batin Arvad sambil terus tersenyum mencoba menoleh kebelakang tapi ternyata Chesta tertidur.
"Pantesan udah diem, ternyata udah tidur." Gerutunya.
Kejadian hari ini akan selalu gue inget, makasih sudah selalu ada. Batin Chesta lalu tersenyum, dia sebenarnya tidak tidur dia hanya pura-pura tidur agar Arvad tetap menggendongnya. Walalupun dia sadar nanti akan dilihat orang lain.
Karena gelap tak bisa melihat sekeliling dengan jelas, sampai akhirnya mereka terperosok ke sebuah lubang yang tertutup oleh dedaunan.
"Aaaa..." teriak Arvad terkejut.
"Lubang apaan ini?"Tanya Arvad heran. Begitu juga Chesta yang sedari tadi menutup mata tak tahu apa-apa.
"Kaki lo baik-baik aja?" tanya Arvad melihat Chesta mencoba berdiri. Chesta hanya mengangguk tapi tetap saja terjatuh saat mencoba berdiri. Arvad memeganginya agar tak terjatuh. Lubang dengan diameter cukup besar, mereka menduga kalau ini adalah jebakan atau perangkap binatang. Tapi mereka tak mau terlalu lama berpikir dan lebih baik mencoba untuk keluar dari lubang itu.
Dengan berbagai cara akhirnya Arvad mendorong Chesta untuk keluar lebih dulu dan selanjutnya Chesta menarik tangan Arvad. Meskipun sedikit sulit dan butuh tenaga yang besar untuk menarik Arvad akhirnya mereka bisa keluar dari tempat itu. Mereka lalu berjalan lebih hati-hati lagi, kali ini Arvad mengeluarkan ponselnya ia menyalakannya agar bisa melihat arah jalan agar tidak tersesat.
"Kenapa nggak dari tadi." Gerutu Chesta.
"Hehehe lupa." Sahut Arvad.
"Dasar." Chesta memukul Arvad.
"Eh, ini semua kan gara-gara lo. Ngapain juga pergi ke hutan begini."
"Refleks." Sahut Chesta singkat.
"Jawaban macam apa itu." Kata Arvad kesal. Chesta yang masih berada di punggung Arvad mengarahkan jalan agar tak tersesat. Meskipun sedikit sulit menghafalkannya karea tadi ia tak melihat dengan jelas. Hal itu membuat mereka berdebat tentang arah yang harus mereka lewati.
"Bawel banget sih, udah diem aja gue masih inget kita tuh mesti ke kanan." Kata Arvad kesal sambil jalan ke arah kanan.
"Eh, tunggu gue bilang kiri. Lo mau makin masuk ke dalem hutan." Chesta tak mau kalah.
"Dasar cewek. Iya cewek selalu bener dah." Kata Arvad kembali ke arah kiri, sebenarnya ia juga tak hafal arah jalan.
"Dasar cowok nggak mau kalah." Gerutu Chesta. Mereka berjalan cukup jauh tapi tak menemukan perkemahan. Hingga akhirnya mereka berdebat lagi merasa arah yang Chesta minta tak selalu benar.
"Tinggal dikit lagi nih baru ke kanan." Kata Chesta mengarahkan.
"Nggak kali ini gue nggak mau muter-muter lagi gue mau ke kiri." Arvad langsung mengarahkan kakinya ke kiri tanpa perdulikan omelan Chesta. Sudah hampir tengah malam tapi mereka belum menemukan jalan.
"Gue bilang juga apa, ke kanan kenapa ambil kiri jadinya salah kan." Chesta terus mengomel.
"Capek gue. Badan lo berat lagi." Gerutunya.
"Ya udah turunin aja. Siapa suruh gendong gue." Chesta mulai memberontak hingga hampir terjatuh tapi Arvad mengencangkan pegangannya agar Chesta diam. Hal itu membuatnya diam sejenak.
"Vad, ada asap di udara, itu berarti api unggun disana." Kata Chesta menunjuk arah kepulan asap di depan.
"Berarti nggak jauh lagi." Sahut Arvad sambil berjalan dengan cepat menuju arah asap. Beberapa menit kemudian mereka sampai di perkemahan, udara dingin baru terasa setelah berhenti berlari. Orang-orang di perkemahan sudah tidur, nyala api unggun juga sudah tak seperti sore tadi. Chesta turun dan merasa senang sudah sampai dengan selamat. Tapi terkejut karena melihat tangan kanan Arvad berdarah, ia baru menyadarinya.
"Vad, tangan lo kenapa?" tanyanya panik. Arvad menoleh ke tangannya ia juga baru menyadarinya kalau tanganya berdarah.
"Nggak apa-apa Cuma luka kecil." Katanya lalu menunduk menyuruh Chesta untuk duduk dan ia memijit kaki Chesta sebentar.
"Coba berdiri." Suruhnya setelah selesai memijit kaki Chesta.
"Eh, udah mendingan kaki gue." Serunya senang. Lalu menatap Arvad dengan heran. "kenapa nggak dari tadi? Jadi gue bisa jalan sendiri nggak bikin lo luka gini" katanya.
"Biar gue bisa gendong lo." Jawabnya sambil tersenyum.
"Dasar cari kesempatan." Kata Chesta kesal.
"Hahaha...udah sana masuk tenda. Tidur." Suruh Arvad sambil pergi meninggalkan Chesta yang masih berdiri.
"Tapi tangan lo berdarah..." katanya sedikit keras agar Arvad mendengarnya.
"Sssstttt...." isyaratnya dengan menaruh jari telunjuk pada bibirnya. Menyuruh Chesta untuk diam agar tak membangunkan orang lain. Dengan wajah kesal Chesta pergi menuju tendanya. Begitu juga Arvad sebelumnya ia membersihkan lukannya terlebih dahulu.
ia sadar luka ini pasti ia dapat saat terperosok ke dalam lubang tadi. Ada beberapa jebakan seperti mata pisau tapi ia tak begitu yakin karena gelap. Rasa sakit baru mulai terasa sekarang saat menyiram luka dengan air. Setelah selesai ia menuju tendanya, tapi ia berhenti di depan tenda.
"Chesta." Gumamnya saat melihat kotak obat didepantendanya. Ia tahu pasti Chesta yang menaruhnya disini. Arvad tersenyum, danberpikir pasti Chesta khawatir tentang tangannya padahal ini bukan hal burukbaginya. Hal yang tak dia inginkan adalah jika Chesta sampai terluka. Makanyasaat ia menyadari sikap Chesta di depan api unggun tadi berubah dan perginyatiba-tiba membuat Arvad sangat panik hingga mencari kemana-mana. Tapi akhirnyadia menemukannya dengan tepat waktu. Dia kira semua orang sudah tidur tapiternyata mereka sedang asyik bermain gitar di tenda milik ketua osis. Meskiingin bergabung tapi ia sangat lelah jadi ia memutuskan untuk tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You [END]
Teen FictionTerkadang kau ingin terbang bebas saat dirimu mulai bosan dan lelah dengan keadaan. Tetapi saat kau sudah bebas dari semua hal yang membuatmu terkurung, terkadang kau merindukan itu. apakah rindu membuat sesuatu yang bebas memilih untuk kembali terk...