Rooftop

826 17 0
                                    

Arvad mulai tak berselera ia pamit beralasan ke kamar mandi. Meskipun terlihat Gafi tak perduli dengan pertanyaan Eno tapi Arvad bisa melihat raut wajah Gafi berubah seolah merahasiakan sesuatu. Ingat pagi ini mereka beragkat bersama membuat Arvad terus memikirkannya apa sedekat itu mereka saat ini, apa secepat itu Chesta merubah perasaanya. Ah Arvad bukan orang yang pandai membaca pikiran dan hati seseorang. Ia pergi ke rooftop untuk menenangkan pikirannya dan entah kenapa saat berjalan ia selalu teringat bagaimana kebersamaan mereka selama ini.

Kakinya melangkah menuju rooftop tiba-tiba terhenti saat menyadari ada seseorang disana. Apa mungkin itu Chesta, apa chesta sudah mau merubah keputusannya waktu itu. Semoga dugaanya benar bahwa itu Chesta ia sangat rindu duduk di sana bersama. Senyum Arvad pudar saat yang ia lihat bukan Chesta tapi Arleta ia duduk di tempat biasa Arvad duduk bersama Chesta dengan memasang aerphone di telinganya.

"Ngapain loe disini?" tanya Arvad setelah dekat. Terkejut dengan kemunculan Arvad, Arleta segera melepas aerphone-nya. "Ngapain?" tanya Arvad lagi.

"Nggak gue Cuma duduk aja, pemandangan bagus kalau dilihat dari atas sini." Katanya tersenyum.

"Mending loe turun."

"Kenapa?" tanya Arleta bingung.

"Karena ini tempat gue, nggak boleh ada siapapun yang duduk disini selain gue dan..." Arvad tersadar dengan ucapannya dan terdiam.

"Dan... siapa?" tanya Arleta penasaran akan lanjutan kalimat itu.

"Pokoknya loe turun sekarang!"

"Nggak mau, lagian disini nggak ada peraturannya nggak ada tulisannya kalau ini punya loe." Kata Arleta membuat Arvad kesal dan beranjak pergi meninggalkan Arleta yang masih menatapnya.

"Kenapa sikap loe ke gue dingin? Emang gue salah apa sama loe. Dari masuk gue nggak pernah bikin masalah sama loe." Cerca Arleta. Tak perduli dengan ucapan Arleta, Arvad segera turun dan pergi meninggalkan rooftop. Arleta duduk dengan perasaan kesal mengapa sekolah yang ia tempati sekarang membuatnya menjadi kehilangan mood. Awalnya ia mengira akan menyenangkan karena baru pertama masuk kelas sudah di suguhi pemandangan yang menarik. Seorang cowok keren duduk sendirian dan sejak saat itu jantungnya tak bisa berdetak secara normal. Setiap kali cowok itu menatapnya hatinya bergetar, dari sudut manapun Arleta melihat hanya bisa mengatakan kalau dia sempurna. Tapi ia sadar keinginanya untuk berbicara bersama seperti hanya keinginan saja, dia sangan dingin. Hal itu yang dirasakan Arleta tapi saat bersama teman-temannya terlihat berbeda dia terlihat lepas berbicara semaunya.

Suaramu, hanya suaramu yang aku ingin dengar. Bisakah kita bicara baik-baik hanya satu menit bagiku cukup.

Back To You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang